Rabu, 19 Januari 2011

TA'ZIYAH

Seorang mukmin yang melakukan ta'ziyah kepada saudaranya yang ditimpa musibah, maka Allah SWT akan memakaikan pakaian kehormatan untuknya di hari kiamat. (riwayat Ibnu Majah, Baihaqi dari Umar ibn Hazm).

Menunjukkan turut berduka cita.
Apabila seorang muslim/muslimah meninggal dunia, sebaiknyalah orang-orang Islam lainnya datang ke tempat orang yang ditimpa musibah itu untuk turut berdukacita (belasungkawa) kepada keluarganya. Dalam istilah agama Islam, perbuatan itu disebut ta'ziyah, berasal dari kata al-'aza, yang berarti sabar. Ta'ziyah ialah menyabarkan.
Di Jakarta, ta'ziyah itu dinamakan melawat, di Sumatera disebut dengan istilah menjenguk, di Medan disebut tukam, dan di Jawa Tengah dan Jawa Timur disebut dengan istilah ngelayat.
Dilihat dari sudut pandang agama Islam, ta'ziyah itu hukumnya adalah sunnah.
Adapun pengertian ta'ziyah yang dimaksudkan dalam uraian ini bukanlah sekedar memperlihatkan muka (muncul dan hadir), menyatakan turut berkabung, menyabarkan orang yang ditimpa musibah itu, tapi jauh lebih luas daripada itu, yaitu mencakup kepentingan orang yang meninggal dunia itu, malah juga untuk kepentingan orang yang melakukan ta'ziyah itu sendiri. Pada hakekatnya, sasaran yang kedua dan ketiga ini haruslah lebih diutamakan daripada sasaran yang pertama, lebih-lebih jika ditinjau dari sudut akidah, amaliah, dan muamalah menurut ajaran Islam. Tujuan dan niat melakukan ta'ziyah itu ialah sebagai pemberian penghormatan yang terakhir terhadap yang meninggal itu dan hendaknya memberikan faedah pula untuk jenazah yang bersangkutan.

Shalat jenazah.
Penghormatan terakhir yang memberikan keuntungan kepada jenazah yang bersangkutan ialah apabila orang yang datang ta'ziyah itu turut mendoakan agar dosa orang yang meninggal itu diampuni Allah SWT. Sebab salah satu jembatan yang masih dapat menghubungkan antara orang-orang hidup dengan orang-orang yang sudah mati ialah doa. Doa itu secara khidmat diucapkan tatkala menyembahyangkan jenazah itu, dimana antara lain dimohonkan doa yang artinya sebagai berikut:
"Ya Allah! Ampunilah dia, kasihanilah dia, maafkanlah dia, muliakanlah kedudukannya, lapangkanlah tempat masuknya dalam kubur, mandikanlah ia dengan air, salju dan air sejuk, bersihkanlah dia dari dosa-dosa sebagaimana kain putih dibersihkan (dari) kotoran. Gantilah rumahnya dengan tempat tinggal yang lebih baik daripada rumahnya di dunia, gantilah keluarganya dengan keluarga yang lebih baik daripada keluarganya di dunia, gantilah jodohnya dengan jodoh yang lebih baik daripada jodohnya di dunia, dan peliharalah dia dari cobaan-cobaan dalam kubur dan siksa neraka (riwayat Muslim).
Alangkah lengkap dan indahnya doa tersebut. Turut melakukan shalat jenazah adalah pertolongan yang langsung dapat diberikan untuk orang yang meninggal dunia itu. Itulah cara pemberian penghormatan terakhir yang berfaedah kepada yang meninggal, bukan dengan menaburkan bunga di atas pusaranya.
Dalam suatu hadist diterangkan bahwa apabila banyak orang-orang yang turut menyembahyangkan jenazah, maka hal itu akan meringankan kepada jenazah tersebut. Hadist itu menyatakan:
"Apabila seorang muslim meninggal dunia, kemudian jenazahnya dishalatkan oleh 40 orang yang tidak menyekutukan Allah, maka syafaat (permohonan ampunan) yang mereka mohonkan itu pastilah diterima Allah SWT." (riwayat Ahmad, Muslim dan Abu Daud).
Acapkali terjadi, jenazah seorang yang meninggal dunia harus dishalatkan oleh beberapa orang saja, meskipun yang datang melakukan ta'ziyah berjumlah ratusan orang. Hal yang demikian seringkali terjadi di kota-kota besar dimana minat terhadap nilai-nilai upacara keagamaan semakin menipis. Alasan karena tidak mengetahui tatacara shalat jenazah sama sekali tidak dapat diterima. Sebab kalau dia sudah mengerti shalat wajib yang biasa, maka shalat jenazah lebih mudah dan lebih sederhana daripada itu. Hanya terdiri dari 4x takbir. Pada takbir pertama membaca surat Al-Fatihah, pada takbir kedua membaca shalawat kepada Nabi, takbir ketiga membaca doa. Kalau tidak hafal doa yang agak lengkap, cukup dengan doa yang pendek saja, umpamanya: Allahummaghfirlahu (untuk laki-laki) atau Allahummaghfirlaha (untuk wanita). Pada takbir yang keempat mendoa lagi, kemudian memberi salam.

Wanita dan shalat jenazah.
Melakukan shalat jenazah itu tidaklah hanya fardhu kifayah untuk kaum laki-laki, tapi juga buat kaum wanita. Di zaman Rasulullah, sering kali kaum wanita turut melakukan shalat jenazah. Tatkala Sa'ad bin Abi Waqash meninggal dunia, maka para istri Rasulullah telah memintakan agar jenazahnya ditaruh di mesjid, dan kemudian mereka melakukan shalat jenazah. Istri-istri para sahabat, turut menyembahyangkan jenazah Rasulullah saat beliau wafat. Kaum wanita dapat melakukan shalat jenazah itu dalam kelompok mereka, atau juga mengikut di belakang kaum laki-laki seperti shalat jamaah biasa. Apabila tempatnya sempit, dapat dilakukan shalat jenazah secara berkelompok secara bergiliran. Yang penting, ialah meningkatkan minat supaya merasakan pentingnya turut melakukan shalat jenazah itu, sebab seperti diterangkan diatas, itulah penghormatan atau pertolongan terakhir yang dapat dilakukan terhadap seseorang yang meninggal dunia, yang secara langsung menguntungkan dan meringankan kepada jenazah yang bersangkutan.
Selain dari itu, keuntungan pahala shalat jenazah iu akan dihayati oleh orang yang turut melakukan shalat jenazah tersebut, seperti dijelaskan dalam satu hadist berikut yang artinya:
"Barangsiapa yang turut mengantar jenazah dan menyembahyangkannya, ia mendapat pahala satu qirath. Orang-orang yang turut menghantarkannya sampai selesai dikuburkan, ia mendapat pahala dua qirath. Satu qirath (nilai pahalanya) paling sedikit sebesar gunung Uhud." (Riwayat Jamaah).
Pada hadist tersebut Rasulullah menggunakan kata-kata yang bersifat metaphora (perbandingan), mengumpamakan pahala menyembahyangkan dan mengantar jenazah itu laksana sebesar gunung Uhud, untuk melukiskan tentang keutamaan (fadhilah) hal-hal yang bersangkutpaut dengan ta'ziyah itu.
Kesempatan yang demikian hanyalah terjadi sewaktu-waktu, kadang-kadang sekali dalam tiga bulan atau setengah tahun, sehingga sebaiknya jangan disia-siakan atau dibiarkan lewat begitu saja.

Memupuk solidaritas dan ukhuwah.
Dilihat dari sudut kemasyarakatan (sosiologi), ta'ziyah itu memupuk semangat solidaritas (kesetiakawanan) dan ukhuwah (persaudaraan) yang menjadi fondasi yang penting dalam membangun masyarakat yang harmonis dan marhamah, yang diliputi oleh kecintaan dan kasih sayang.
Apabila seseorang yang ditimpa musibah, umpamanya mendapat kecelakaan, kematian dan lain-lain, kemudian orang banyak berdatangan menunjukkan keprihatinan, maka hal itu bukan saja merupakan obat dan penawar, tapi efek dan pengaruhnya tak ubahnya laksana semen yang dapat merekatkan batu-batu dan pasir-pasir menjadi satu landasan yang kuat. Sudah pasti hal yang demikian meninggalkan kesan yang tidak mudah dilupakan, merapatkan persaudaraan, mengeratkan hubungan. Pada saat orang yang melakukan ta'ziyah itu menerima giliran ditimpa musibah, maka yang bersangkutan akan memerlukan orang lain untuk menghiburnya, membantu persiapan dan penyucian jenazah, dan terlebih lagi memberikan dukungan moral, sehingga dengan demikian terbinalah hubungan persaudaraan dan kemasyarakatan yang laksana matarantai yang saling bertaut.
Disinilah terletak rahasia ajaran Islam dalam bidang kehidupan yang selalu mengandung nilai-nilai ijtima'iyah, kemasyarakatan, dan sosiologis.

Menangis waktu ta'ziyah.
Ketika seorang keluarga yang dekat atau sahabat yang rapat meninggal dunia, biasanya timbullah kesedihan dan dengan tidak terasa airmata bercucuran, menangis terisak-isak. Jika terbatas sekedar menangis saja, hal yang demikian adalah wajar dan merupakan manifestasi dari kesedihan, yang menjadi tabiat manusia. Namun yang dilarang keras oleh Islam adalah tidak boleh meratap, mengeluarkan jeritan-jeritan dan histeria yang berlebihan. Malah menurut suatu hadist, hal yang demikian merupakan satu siksaan bagi jenazah yang sedang terletang itu.
Ketika putra Rasulullah, Ibrahim, meninggal dunia, yang baru berusia kira-kira 17 bulan, maka beliaupun menangis karena begitu sedih. Pada saat itulah keluarga beliau mengatakan:
"Sesungguhnya mata itu berlinang, hati dukacita, tapi kami tidak ucapkan kecuali (hal) yang diridhai oleh Allah. Kami semua berdukacita karena berpisah dengan engkau hai Ibrahim."
Dapatlah disimpulkan, bahwa fungsi mata itu bukan saja untuk melihat sesuatu, tapi juga untuk menangis pada waktunya. Tapi menangis ditimpa musibah, setelah air mata mulai kering, haruslah segera berpegang pada tumpuan:
"Kita semua adalah milik Allah, dan akan kembali kepadaNya." (QS.Albaqarah 156).

Tidak ada komentar:

Posting Komentar