Rabu, 19 Januari 2011

KEBANGKITAN ISLAM LEWAT ILMU PENGETAHUAN DAN TEKNOLOGI

Hijrah adalah peristiwa penting dan bersejarah bagi seluruh umat Islam. Ia bukan saja bermakna bermulanya perkiraan takwim bulan hijrah, malah merujuk kepada peristiwa penghijrahan Rasulullah Muhammad SAW dari Makkah ke Madinah yang mengandung rahasia, keistimewaan dan konsepnya tersendiri.
Sejarah peristiwa Nabi Muhammad SAW diperintahkan oleh Allah berhijrah dari Makkah ke Madinah ketika ruang perjuangan Rasulullah terlalu sempit dan terhimpit. Baginda Nabi tidak memilih untuk berdoa meminta kelapangan yang sudah tentu Allah akan kabulkan. Sebaliknya, terpaksa menempuh jalan yang berat, berbahaya dan beresiko tinggi karena diburu musuh untuk mencapai suatu keadaan yang lebih baik. Melalui perintah hijrah, Rasulullah SAW berusaha merancang dan bertindak. Penghijrahan seumpama Rasulullah dan sahabat tidak berlaku lagi kepada umat Islam setelah Rasulullah. Namun, konsep penghijrahan tetap berlanjut di kalangan umat Islam.
Rasulullah bersabda, "Tiada lagi hijrah sesudah pembukaan kota Makkah, tetapi hijrah yang tetap ada adalah jihad dan niat untuk berhijrah (apabila keadaan memaksa) dan apabila dipanggil untuk berjihad (atau sebagainya) hendaklah kamu bersiap sedia."
Merujuk kepada bahasa Arab, perkataan hijrah bermaksud bergerak meninggalkan satu tempat untuk ke tempat lain dalam usaha mencari pembaharuan yang mengarah kepada yang lebih baik. Dalam konteks yang lebih luas, hijrah boleh dipahami sebagai perpindahan dari suatu keadaan kurang baik kepada keadaan lebih baik, daripada keadaan negatif kepada yang lebih positif. Ia juga berarti meninggalkan kepercayaan dan amalan serta peraturan dan cara hidup yang bertentangan dengan ajaran Islam sebagai agama yang diridhai oleh Allah.
Diriwayatkan oleh Al-Imam Abu Daud daripada Abdullah bin Hubsyi, Rasulullah SAW bersabda, "Orang yang berhijrah ialah orang yang meninggalkan apa-apa yang dilarang oleh Allah." Sehubungan dengan itu, persoalan yang sering terlintas di pikiran adalah apa, di mana dan kemana arah tujuan kita, khususnya umat Islam di negar ini dalam menghayati konsep hijrah pada era globalisasi?
Khalifah Umar bin Khattab pernah mengungkapkan pendapatnya mengenai hijrah itu (yang artinya):
"Hijrah itu memisahkan antara yang haq dengan yang batil. Oleh sebab itu (abadikanlah dengan menjadikannya titik tolak penanggalan."
Itulah sebabnya penanggalan Islam dinamakan tahun hijriyah, yang berasal dari kata hijrah.
Jika diteliti dan dihayati, konsep hijrah pada era globalisasi mengajak umat Islam untuk memanfaatkan berbagai aspek kemajuan masa kini untuk mencapai kejayaan hidup di dunia dan akhirat. Tetapi, tanpa sifat sanggup berhijrah, mustahil kejayaan akan tercapai dan kemajuan ummat tidak akan berhasil.
Islam tidak menyuruh kita berdiam diri dan menunggu Allah memberi sesuatu kepada kita tanpa berusaha. Allah berfirman bermaksud: "Bagi setiap orang ada malaikat penjaganya dari hadapan dan belakangnya yang menjaganya dengan perintah Allah. Sesungguhnya Allah tidak mengubah apa yang ada pada diri mereka sendiri. Dan apabila dikehendaki oleh Allah, keburukan kepada sesuatu kaum, maka tidak ada yang dapat menolak, dan tidak ada pelindung bagi mereka selain daripadaNya." (QS. Ar-Rad : 11).
Justru umat Islam hari ini mestilah berusaha mempersiapkan diri untuk melakukan hijrah menuju kepada alaf baru. Dunia tidak akan menunggu suatu umat untuk sama-sama mencapai kemajuan dan kecemerlangan. Golongan mundur biasanya sengaja mewujudkan halangan untuk cemerlang dalam hidupnya.
Bagi golongan maju, mereka senantiasa bersedia berhadapan dan berusaha untuk mengatasi segala hambatan dan rintangan seperti perasaan takut gagal untuk bersaing, sikap suka bertangguh, malas, banyak dalih dan banyak angan-angan. Oleh karena itu, beberapa aspek persiapan diri perlu dilakukan oleh umat Islam untuk mencapai kemajuan dan kejayaan.
KEMANTAPAN INDIVIDU ISLAM YANG BERIMAN.
Hijrah turut mengajak bagaimana memuhasabah dan menilai diri, hati dan jiwa serta usaha untuk memiliki sifat mahmudah (terpuji), seperti ikhlas, rela, sabar, amanah, dan berkepribadian mulia. Pada waktu yang sama juga menghindari sifat mazmumah (keji), seperti sombong, riyak, dengki, dan kikir untuk tidak diamalkan dalam kehidupan.
Selain itu, usaha mewujudkan perpaduan dan persaudaraan dalam hidup bermasyarakat, berbangsa dan bernegara perlu menjadi agenda, peranan dan tanggungjawab bersama untuk dilaksanakan dalam konteks kepentingan umat Islam sejagat.
Kepentingan dan kelebihan ilmu pengetahuan amat penting bagi membantu kejayaan dalam bidang apapun. Oleh karena itu, umat Islam dianjurkan untuk senantiasa menambah ilmu baik yang berhubungan dengan urusan dunia maupun kehidupan sesudah mati. Sesuai dengan Firman Allah yang artinya: "Apakah orang yang taat beribadah pada waktu malam dengan sujud dan berdiri, yang dia akan takut pada azab hari akhirat serta mengharapkan rahmat Tuhannya akan sama dengan orang-orang musyrik? Katakanlah: Adakah sama orang yang mengetahui dengan orang yang tidak mengetahui? Sesungguhnya orang yang dapat mengambil peringatan hanyalah orang yang berakal sempurna." (QS. Az-Zumar : 9).
Ayat di atas jelas menerangkan kelebihan orang yang berpengetahuan berbanding dengan orang yang tidak berpengetahuan dalam memainkan peranan bagi mencapai kemajuan. Kemajuan teknologi informasi dan kecanggihan komunikasi. Konsep hijrah menyarankan agar segala kemudahan yang ada dapat dimanfaatkan selain untuk mendewasakan dan meningkatkan aktualisasi diri juga untuk memberikan manfaat pengetahuan dan pendidikan bagi orang lain. Dengan demikian akan terjadi peningkatan kesejahteraan dalam kehidupan, di samping membantu usaha menyebarluaskan lagi syiar Islam di seluruh penjuru dunia, tanpa batasan waktu dan tempat. Semua ini akan membantuk mengembalikan kegemilangan, tamadun, dan martabat umat Islam di mata dunia.

Hijrah sebagai strategi.
Dalam setiap perjuangan selalu memakai strategi dan taktik. Strategi adalah merupakan induk, sedang taktik laksana anak. Setiap taktik yang dilakukan tidak boleh terlepas dari strategi.
Sikap hijrah yang dilakukan oleh Rasulullah dan para sahabat, walau sepintas lalu kelihatan sebagai satu taktik, tapi pada hakekatnya adalah dalam rangka satu strategi yang menyeluruh.
Ada kalanya dalam suatu perjuangan, tatkala timbul suatu kondisi yang amat sulit, harus menentukan pilihan sementara waktu mundur, tapi tidak melepaskan strategi. Dengan mundur sebagai taktik ialah karena memperhitungkan lawang yang pada saat itu mempunyai kekuatan yang dapat menguasai, sedang pihak sendiri yakin terhadap kebenaran yang dipertahankan melawan kepalsuan yang hendak ditegakkan lawan. Dengan sikap mundur (hijrah) berarti sementara menerima kenyataan tentang keunggulan lawan (negara-negara non Islam dan musuh-musuh Islam), tapi dengan sikap itu terjamin kelanjutan (konsistensi) perjuangan menegakkan peradaban Islam. Sikap yang pertama taktis, sedang yang kedua strategis. Apalagi berkenaan dengan sikap hijrah Rasulullah itu, sebagaimana diuraikan di atas sudah ada restu dari Sang Pemegang Kekuasaan Tunggal, yaitu Allah SWT.

Fakta Sejarah.
Fakta sejarah kemudian memang menunjukkan bahwa hijrah itu tak ubahnya sebagai batu landasan/fondasi (mijlpaal) dalam sejarah kebangkitan Islam. Sebab setelah terjadi hijrah tersebut, hanya dalam tempo yang relatif pendek kira-kira 10 tahun, dengan mengambil kota Madinah sebagai basis, maka terbentuklah satu Daulah Islamiyah, dimana dapat dijalankan dan dipraktekkan ajaran-ajaran Islam dalam kehidupan pribadi, masyarakat dan negara, dalam arti kata seluas-luasnya. Bukan semata-mata itu, tapi dari kota tempat hijrah itu, yang mendapat bantuan penuh dari kaum Anshar saat itu, berkembanglah agama Islam dan segala ajaran-ajarannya ke Timur dan Barat, sehingga akhirnya meliputi seluruh jagat rayat ini.
Dalam hubungan ini, dapat disimpulkan bahwa hijrah Nabi Muhammad itu adalah permulaan kebangkitan Islam dan ufuk tempat memancarnya kemerdekaan umat. Apabila kita merayakan hari bersejarah itu (tahun baru Islam), maka sesungguhnya yang kita peringati dan rayakan ialah suatu hari yang menjadi garis pemisah antara yang haq dan yang batil. Suatu momentum sejarah di mana kaum muslimin memperoleh kebebasan menjalankan tugas-tugas mereka, mencapai kemerdekaan melaksanakan ibadah, menjelmakan kebahagiaan umat yang lepas sama sekali dari intrik-intrik musuh. Dan yang terpenting, kaum muslimin dapat menegakkan keyakinan keagamaan dengan hak-hak yang penuh." (Muhammad Rasulullah wa khatamun Nabiyin, hal 99).

Hijrah sebelum hijrah.
Tidak perlu diuraikan satu demi satu tentang perjalanan hijrah itu dan perkembangannya kemudian, sebab hal itu adalah laksana matahari di waktu siang hari. Tapi yang perlu disimpulkan ialah nilai-nilai rohaniah yang terkandung di dalam peristiwa tersebut, seperti ruhul-jihad, daya-juang, keberanian, tahan menderita, teguh hati, sabar dan tawakkal, serta semangat syuhada yang terus menyala-nyala.
Hal ini adalah berkat latihan yang dilakukan oleh para sahabat sebelum hijrah dari kota Mekkah. Pada hakekatnya mereka telah melakukan "hijrah" sebelum hijrah, bukan penyingkiran fisik, tapi semacam hijrah hati nurani, yang dinamakan oleh Profesor Mahmud Syaltut dengan istilah: hijratul qalbiyah. Yaitu, menyingkir dari tengah-tengah arus kemusyrikan yang melanda masyarakat dan ummat manusia pada waktu itu. Mereka dapat bertahan dan mempertahankan diri di tengah-tengah gelombang kemerosotan, tidak hanyut dan tidak tenggelam, tidak dapat dipengaruhi oleh jiwa manusia yang kesat dan kotor, yang dilakukan dengan bermacam-macam tekanan dan intimidasi.
Dengan latihan-latihan itu, mental mereka semakin matang dan mempunyai bentuk yang lebih mantap, tak ubahnya laksana besi yang dibakar di dalam api kemudian dipukul, sehingga mematangkan untuk mencari bentuk yang sesuai buat dijadikan alat yang memberikan faedah, bahkan pada gilirannya dapat dipergunakan untuk memukul (memukul lawan yang hendak mengancam peradaban dan harga diri Islam).
Suasana dan kondisi jiwa yang demikianlah yang menguntungkan dan merupakan faktor yang menentukan bagi kaum Muhajirin, sehingga tatkala mereka sudah dihadapkan kepada kenyataan melakukan hijrah fisik, hijratul badaniyah, maka jiwa mereka sudah mantap, tidak bimbang dan ragu-ragu dan tidak bergoncang sedikitpun juga dalam menghadapi kesulitan demi kesulitan.

Iktibar untuk kaum muslimin di abad jahiliyah modern yang penuh fitnah.
Bagi kita kaum muslimin yang hidup di abad kemajuan ini, yang diberi julukan sebagian orang dengan "zaman jahiliyah modern yang penuh fitnah", adalah sikap hijrah hati nurani itu (hijratul qalbiyah) yang perlu dipupuk dan ditingkatkan. Artinya, di tengah-tengah kemerosotan nilai-nilai yang semakin meluas, hendaklah kaum muslimin jangan terbawa hanyut.
Banyak contoh-contoh yang menunjukkan orang-orang yang dapat dipukau oleh harta, kemewahan, kedudukan, kursi yang empuk walau "berkepinding dan penuh duri" sehingga yang tadinya terkenal sebagai seorang pejuang, akhirnya berangsur-angsur hilang dari masyarakat, bahkan kadang-kadang menjadi benalu. Timbullah istilah-istilah yang terkenal dengan sebutan "erosi idealisme", yaitu penggundulan cita-cita. Dan bagi yang terus bertekad berjuang menegakkan Islam, waspadalah, saat ini begitu banyak jebakan, fitnah, dan undang-undang yang penuh fitnah yang berusaha untuk menjegal ataupun mengkambinghitamkan Anda sebagai "PELAKU TINDAK TERORISME". Walaupun yang hanya dilakukan seseorang itu sekedar menyebarkan dakwah ataupun mengungkapkan kebenaran, namun di dunia modern ini begitu banyak konspirasi yang tidak hanya didalangi oleh musuh-musuh Islam, namun juga didukung oleh para antek-antek pengkhianat yang justru adalah sebagian orang Islam sendiri yang sudah hilang rasa cintanya kepada Islam, hilang keimanannya maupun sudah hilang akal sehatnya, karena terbius oleh kursi jabatan, uang, dan iming-iming duniawi yang ditawarkan oleh para dajal-dajal musuh Islam (negara-negara asing yang membenci keberadaan orang-orang Islam, peradaban Islam, dan budaya serta hukum Islam). Maka kembangkanlah ilmu pengetahuan dan teknologi yang didasari oleh akhlak dan akar budaya Islam, sehingga akan bangkitlah kembali peradaban Islam yang modern yang sepenuhnya dipegang dan dikuasai oleh bangsa-bangsa Islam, kaum muslimin, dan bukannya dikuasai atau dimonopoli oleh kaum non muslim seperti yang sekarang terjadi. Maka benarlah suatu pendapat yang mengatakan, siapa yang menguasai ilmu pengetahuan dan teknologi, maka dialah yang menguasai peradaban dunia. Maka bangkitlah Islam melalui ilmu pengetahuan, agar di masa depan, kitalah yang mengendalikan dunia, yang memiliki peradaban yang bercerminkan pada akar budaya dan ajaran Islam. Alangkah indahnya bila itu bisa terwujud, membangkitkan kembali peradaban Islam, dan upaya itu haruslah dirintis mulai dari sekarang, dengan banyak-banyak menuntut ilmu dan belajar! Jangan mau kalah dengan kaum kafir dan bangsa-bangsa yang dahulu pernah merampok ilmu dan peradaban Islam saat perang salib dahulu! Ilmu dan peradaban Islam dalam sejarah terbukti sudah diklaim menjadi hak cipta kaum kafir seperti yang sekarang terjadi. Padahal ilmu-ilmu pengetahuan modern yang ada sekarang adalah sebagian besar berasal dari pemikiran dan penemuan ilmuwan-ilmuwan Islam di masa lalu. Contohnya saja ilmu matematika Aljabar (Algebra) yang merupakan ilmu pengetahuan yang ditemukan oleh para ilmuwan Islam di jaman dahulu, demikian juga dengan ilmu falaq (astronomi) itu juga adalah ilmu hasil penemuan ilmuwan Islam yang sekarang justru dieksplorasi dan digunakan oleh bangsa-bangsa non-Islam dan diklaim sebagai hasil penemuan mereka. Maka bangkitlah Islam, dan rebutlah kembali apa yang dahulu menjadi milik kita!
Maka bacalah (IQRA !) dan belajarlah! Tingkatkan daya intelektualisme Anda, jadikan diri Anda sendiri pintar, pandai dan jenius demi kemajuan peradaban Islam! Demi kemaslahatan umat manusia di bumi dengan berdasarkan atas syariat Islam!

Mutiara terpendam dalam peristiwa hijrah.
Sebagai penutup kita pinjam di sini kesimpulan tentang mutiara-mutiara terpendam dalam peristiwa hijrah itu, seperti yang disimpulkan oleh Dr. M. Abdur Rahman Baishar dalam kata pendahuluan buku "Adwaun alal Hijrati", sebagai berikut:
1. Melukiskan kemantapan iman yang bersemi dalam jiwa Nabi Muhammad saw dan para sahabat, yang bersedia mengorbankan rumahtangga, harta benda, dan kehidupan keluarga dalam mempertahankan aqidah (kepercayaan dan keyakinan) terhadap ajaran Islam yang haq (yang benar). Perlu diperhatikan di sini, bahwa saat ini demikian banyak aliran Islam yang salah yang mengajarkan kesesatan, dan bahkan kemusyrikan. Itulah sebabnya berkacalah pada hati nurani dan mohon petunjuk kepada Allah agar kita selalu dituntun ke jalan yang benar yang mendapat cahaya dan petunjuk.
2. Keberanian yang luar biasa menghadang penderitaan dalam satu perpindahan yang penuh kegelapan duniawi, yang belum jelas perspektif hari depannya. Mereka rela mengalami penderitaan sebagai akibat dari sikap menyingkir (hijrah) untuk menegakkan agama Allah.
3. Sikap hijrah itu dilakukan dengan kesucian jiwa, kejernihan pikiran dan merupakan manifestasi hubungan yang dekat dan baik dengan Tuhan seru sekalian alam.
4. Melaksanakan satu khittah atau strategi perjuangan yang mempunyai tujuan untuk mencapai kemenangan.
5. Sikap hijrah itu menunjukkan perlawanan antara yang haq dengan yang batil, yang pada tingkat terakhir menghancurkan kebatilan.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar