Sabtu, 17 Desember 2011

INILAH MUAMALAT, BUKAN YANG LAIN!

EKONOMI VERSUS MUAMALAT
   Amal pokok pada perekonomian Islam (pengertian yang tepat adalah muamalat, dan bukan ’ekonomi Islam’!) adalah pelarangan riba dan pajak. Hal ini secara  fundamental memisahkan Islam dari kapitalisme. Pelarangan riba mengenyahkan kemungkinan terakumulasinya (bertumpuknya) kapital yang bermula dari (penciptaan) kredit oleh bank yang sangat menguntungkan perbankan. Memberikan kredit, bagi perbankan, adalah men-ciptakan uang dari kehampaan. Pelarangan riba juga mencegah terakumulasinya kekuasaan melalui (muslihat) konsep pemilikan mayoritas. Konsep struktur pemilikan kapitalistik (atas dasar mayoritas saham) bukan saja bertentangan dengan hukum kontrak dalam Islam (syirkat) tetapi juga, de facto, merupakan bentuk perampasan atas hak milik pribadi orang lain (pemegang saham minoritas). Dalam muamalat juga tidak dikenal istilah ’investor tidur’. Kemungkinan terbentuknya sebuah kemitraan investasi, dalam Islam, hanyalah melalui qirad (disebut juga sebagai mudharabah), sedangkan syirkat mensyaratkan keterlibatan ke dua belah pihak secara adil.
   Selanjutnya muamalat bila dijalankan dengan benar akan dengan sendirinya menghilangkan apa yang dalam sistem kapitalis dikenal sebagai ’kelas pekerja’ (working class).  Muamalat menghilangkan kemungkinan timbulnya persoalan yang hari ini disebut sebagai ’pengangguran massal’.  Sebab  model hubungan ’buruh-majikan’ dalam pabrik-pabrik yang inheren dalam sistem kapitalis digantikan dengan model hubungan ’master-apprantice’ (mu’allim-mubtadi’) dalam gilda-gilda (sinf). Gilda merupakan satuan usaha yang cocok dengan bentuk kontrak syirkat,  mengikuti kaidah muamalat. Selain itu, para anggota gilda mengembangkan  etika  futuwwa yang memberikan penghargaan kepada mereka yang murah hati, mau berkorban, sabar, disiplin, patuh kepada master gilda dan hidup sederhana.
   Mengembalikan gilda dalam tatanan masyarakat hari ini bukanlah sebuah romantisme pada kejayaan model satuan-satuan usaha otonom pada  abad pertengahan.Sebab, bahkan para kapitalis modern sekarang pun, telah membuktikan bahwa  struktur ’self-managed team’ yang menyerupai gilda-gilda terbukti paling efisien dalam proses produksi.  Dalam konteks Islam, kontrak-kontrak bisnis yang benar (syirkat),  dengan sendirinya akan beroperasi dalam bentuk gilda-gilda atau, bila bentuknya kemitraan investasi, akan beroperasi  sebagai qirad. Yang terakhir ini akan mengembalikan berjalannya   perdagangan yang sebenarnya, melalui kafilah-kafilah pedagang (karavan), dan bukan sekadar ’konvoi distributor’.
   Muamalat merupakan penegasan dan perlindungan pada perdagangan. Allah menegaskan dalam al-Quran, Surat Al Baqarah ayat  275, bahwa ’perdagangan dihalalkan dan riba diharamkan’. Muamalat memastikan persamaan hak bagi semua pedagang di pasar, bukan saja terhadap akses, melainkan juga atas prasarana dasar perdagangan. Konsep dasar muamalat dalam menjamin berjalannya perdagangan Islami adalah pendirian pasar-pasar terbuka. Ini berarti bahwa model perdagangan Islam, sekali lagi untuk memperlihatkan kontrasnya dengan kapitalisme, sama sekali berbeda dari pasar yang umum kita lihat hari ini.
   Apa yang dalam kapitalisme disebut sebagai perdagangan, dalam bentuk mal-mal dan pasar-pasar swalayan (mini, super, sampai hyper-market),  sama sekali bukan perdagangan dalam pengertian muamalat.  Dalam perspektif muamalat kita dapat menyebut sistem ini sebagai distribusi monopolistik.  Perhatikan saja sekeliling kita. Warung-warung dan toko-toko kelontong setiap hari semakin berkurang,  digantikan hanya oleh dua jaringan mini-market, Alfamart dan Indomart, yang semakin hari semakin merajalela sampai ke kampung-kampung penduduk.  Sementara pasar-pasar swalayan lain, yang berskala menengah, juga semakin berkurang digantikan oleh sejumlah kecil hyper-market berskala besar.
   Perbedaan mendasar antara ’distribusi’ dan perdagangan adalah ada atau tidaknya prasarana perdagangan umum dan terbuka yang dapat diakses kapan pun oleh siapa pun yang hendak berdagang dengan posisi setara. Pasar, dalam ajaran Islam, selain  terbuka bagi setiap orang, tidak boleh dimiliki dan dikuasai oleh orang-orang tertentu saja. Rasulullah sallallahu ‘alayhi wasallam menyatakan bahwa ’Sunnah-ku di pasar sama dengan Sunnah-ku di masjid’. Maka, bahkan mendirikan bangunan permanen di pasar, yang mengakibatkan tertutupnya akses bagi umum, juga  tidak dibenarkan apalagi menguasainya. Para pedagang Muslim sejati, sepanjang sejarah Islam, selalu bergerak bebas, sendiri-sendiri maupun dalam kafilah-kafilah dagang (Karavan), dari satu pasar terbuka ke pasar terbuka  lainnya.
   Pasar-pasar ini tidak ada yang permanen. Hanya untuk keperluan pengamanan barang-barang berharga bangunan permanen di bangun sebatas sebagai gudang-gudang penyimpanan, sebagai fasilitas umum. Pasar pertama di Madinah yang dibangun oleh Rasulullah sallallahu ‘alayhi wasallam, baqi’ al-Zubayr, pun sepenuhnya merupakan lapangan terbuka. Terkait dengan keberadaan pasar-pasar terbuka ini adalah institusi wakaf, yang kemungkinan bentuknya tentu saja jauh lebih luas dari sekadar pasar, yang juga menjadi elemen penting kehidupan gilda-gilda.
   Di Indonesia kita tinggal merasakan sisa-sisa beroperasinya pasar-pasar Islami tersebut. Di Jawa Tengah masih dikenal nama-nama lima hari pasaran:  Legi, Pahing, Pon, Wage, Kliwon,  yang dulunya menandakan dibukanya pasar-pasar yang ’bergerak’ dari satu kota ke kota lain, secara bergiliran menurut hari-hari pasaran yang ditentukan. Di wilayah DKI Jakarta dahulu beroperasi sejumlah pasar yang dinamai berdasarkan hari-hari dalam sepekan: Pasar Senin, Pasar Rebo (Rabu), Pasar Jum’at, dan Pasar Minggu,  yang kini tinggal nama belaka. Kalau pun masih ada yang berfungsi  sebagai pasar, seperti Pasar Senen, ia  telah berubah menjadi kumpulan mal dan pasar swalayan.
Pengenaan segala bentuk retribusi dan pajak di pasar  juga haram hukumnya, dengan jaminan oleh pemerintah (bukan justru  memajaki para pedagang, sebagaimana dilakukan oleh negara fiskal).  Di sini, sekali lagi, kita melihat bahwa pemerintahan negara kapitalis yang memajaki rakyatnya sendiri adalah sebuah otoritas yang mengingkari  fungsinya sebagai pelindung masyarakat.  Apalagi,  akhirnya hanya  sedikit saja  pajak itu yang dikembalikan kepada rakyat, karena sebagian besar diserahkan sepenuhnya kepada rentenir sebagai cicilan utang.
  Dalam konteks Indonesia sebagaimana akan dibuktikan di belakang nanti, uang tersebut diserahkan  kepada Bank Dunia, ADB (Asian Development Bank)  dan IMF (International Monetary Fund); selain kepada bank-bank komersial lainnya. Itu pun hanya sanggup untuk mencicil bunganya, dan tidak pernah mampu mengurangi utang pokoknya. Nilai cicilan utang tiap tahunnya telah mencapai 45% dari nilai Produk Domestik Bruto (PDB).  Total utang Indonesia sendiri, pada 2006, telah mencapai 134,74 miliar dolar AS (sekitar Rp 1.280 triliun).
Muamalat, dengan gilda-gilda dan karavan, melalui kontrak-kontrak syirkat dan qirad, serta penyediaan pasar-pasar terbuka dan wakaf,  menempatkan kembali pribadi-pribadi sebagai manusia bermartabat.  Manusia tidak lagi diposisikan sekadar sebagai konsumen yang terus-menerus dieksploitasi untuk menyerap semua produk yang dihasilkan oleh industri.  Pada saat yang sama, dalam posisi berbeda secara diametral dengan kapitalisme, muamalat membuktikan bahwa kapitalisme telah menempatkan manusia ke dalam posisi terendah dalam kehidupan ekonomi: sebagai buruh. Dan, posisi terendah ini, dalam pengertian ia juga merupakan bentuk kehidupan ekonomi yang paling tidak efisien. Kapitalisme, dalam prakteknya, telah menciptakan dan melestarikan suatu sistem yang  tidak berbeda halnya dengan sistem perbudakan, entah disebut konsumen, buruh, atau pembayar pajak, atau debitur.  Islam, dalam koridor syariah, membuka pintu kepada kebebasan individu yang sejatinya.

Membedah Kafalah lebih Dalam

Pembahasan Kafalah

Kafalah secara bahasa memiliki arti al dhaman , hamalah, , dan za’amah yang ketiganya berarti jaminan beban , dan tanggungan .Sayyid Sabiq seorang ulama Mesir dalam kitabnya Fiqh Sunnah memaknai kafalah sebagai menggabungkan . Dan Syaikh Wahbah Zuhailiy dalam kitabnya Fiqh Islam Wa Adilatuhu memaparkan berdasarkan pandanga-pandangan imam madzhab seperti Imam Syafii , Maliki , Hanafi , dan Hambali . Juga beliau memberikan landasan kuat tentang dari mana dalil disyariatkan kafalah itu sendiri
Syaikh Wahbah Zuhaili membagi landasan kafalah menjadi tiga  . berdasarkan Al Qur’an , Sunnah, dan Ijma para ulama . berdasarkan Al Qura’an Allah Ta’ala berfirman
Penyeru-penyeru itu berkata: "Kami kehilangan piala raja, dan siapa yang dapat mengembalikannya akan memperoleh bahan makanan (seberat) beban unta, dan aku menjamin terhadapnya." (Surah Yusuf : 72 )
Ibnu Abbas berkata bahwa yang dimaksud dengan za’im dalam ayat ini adalah kafiil penjamin . Sedangkan landasan dari Sunnah adalah Rasulullah ShalallahuAlaihi Wassalam pernah bersabda
“Pinjaman hendaklah dikembalikan dan yang menjamin hendaklah membayar “(Riwayat Abu Daud )
Dalam riwayat lain cdiceritakan bahwasanya Nabi Shalallahu alaihi Wassalam pernah menjamin sepuluh dinar dari seorang laki-laki yang oleh penagih ditetapkan untuk menagih sampai sebulan , maka hutang sejumlah itu dibayarkan kepada penagih .dan juga dalam riwayat lain bahwasanya Nabi Shalallahu alaihi wassalam menolak mensholati mayat yang mayatnya itu masih mempunyai hutang , kemudian salah seorang sahabat meminta Nabi SAW mensholati mayat tersebut dengan hutang mayat tadi menjadi tanggungannnya maka kemudian Nabi SAW pun menyolatinya
Kafalah juga dilandaskan pada kesepakatan para ulama untuk membolehkannya sebagai Al Dhoman atau tanggungan dalam sebuah jumlah untuk suatu keinginan manusia padanya dan untuk mencegah bahaya yang lebih besar bagi pihak yang berhutang .Dan apabila kafalah ini diberikan untuk menanggung seseorang yang mempunyai hajat yang penting maka ia akan jadi sebuah ketaatan dan baginya disediakn pahala yang besar (Zuhaili : 1989 )

Definisi kafalah
Dalam buku “Ekonomi Syariah Versi Salaf “ Kafalah memilki definisi secara lebih terssusun dan jelas sebagai kesanggupan untuk memenuhi hak yang telah menjadi kewajiban orang lain , kesanggupan untuk mendatangkan barang yang ditanggung atau untuk menghadirkan orang yang mempunyai kewajiban terhadap orang lain . dalam dalam buku Ekonomi Syariah Versi Salaf  itu juga kembali disimpulkan menjadi tiga bagian .
Kafalah adalah akad yang mengandung kesanggupan seseorang untuk menngganti atau menanggung kewajiban hutang orang lain apabila orang tersebut tidak dapat memenuhi kewajibannnya . sedangkan yang lain ada juga kafalah sebagai akad yang tertuang di dalamnya tentang kesanggupan seseorang untuk menanggung hukuman yang seharuasnya diberikan kepada sang terhukum dengan menghadirkan dirinya atau disebut juga sebagai kafalah An Nafs
Dan yang terakhir kafala yang tertuang di dalamnya tentang kesanggupan seseorang dalam mengembalikan ‘ain madhmunah  peda orang yang brhak mengembalikan . ( Dumairi :2007)
Sedangkan itu menurut Syafi’i Antonio dalam buku lawasnya Bank Syariah bagi Bankir dan Praktisi Keuangan , Kafalah bermakna jaminan yang diberikan oleh penanggung (kafiil ) kepada pihak ketiga untuk memenuhi kewajiban pihak kedua atau yang ditanggung . (Antonio : 1999) Hanya  saja dalam buku beliau tersebut kafalah terbagi kembali tidak saja menjadi tiga seperti yang diuraikan dalam buku Ekonomi Syariah Versi Salaf  tadi menjadi dua yaitu kafalah Munjazah dan kafalah Al Mualaqqah .
Kafalah Al mUnjazah adalah jaminan yang diberikan secara mutlak tanpa dibatasi waktu tertentu dan digunakan untuk menjamin pihak ketiga agar pihak ke dua dapat menjalankan keajiban sesuai dengan kesepakatan yang telah disepakati . Dan kafalah Al Muallaqah hanya sebuah penyerderhanaan dari kafalah al munjazah untuk digunakan secara lebih simple dan easy bagi industry perbankan maupun asuransi

Rukun Kafalah
Dalam kitab Fiqh Sunnah  Sayyid Sabiq menjabarkan bahawasanya rukun-rukun kafalah terbagi menjadi adanya kafiil , ashil, makful lahu , dan makful bihi . Kafiil memiliki arti orang yang meberikan tanggungan , Makful lahu orang yang mempunyai hak atau piutang .Makful Anhu adalah pihak atau orang yang mempunyai kewajiban atau hutang dan makful bih memiliki arti hak tau keaajiban yang seharusnya ditunaikan oleh makful anhu kedapa makful lahu namun disebabkan adanya shigat yang memindahkan beban /hutang kerana kerelaan kafiil untuk menjain bahwa bhak sang makful lahu akan segera ditunaikan .
Syarat Kafalah
Dhamin , kafiil , atau zaim tyaitu orang yang menjamin di mana ia disyaratkan sudah baligh , berakal, tidak dicegah auntuk membelanjakan  hartanya (Suhendi : 1997 ) dengan kata lain ia merdeka untuk digunakan kepentingan apapun tanpa ada pihak yang membatasi kepentingan atau keleluasaan menggunakan harta tadi .
Madhmun Lahu adalah orang yang memberikan utang pada pihak madhmun anhu , madhmun lahu memiliki syarat bahwa piutangnya diketahui oleh orang yang menjamin .Sedangkan madhmun bih adalah hak ,barang, atau utang itu sendiri yang dijadikan objek dan terutama pihak yang memberikan jaminan atau disebut juga dengan makful lahu harus mengetahui bahwa madhmun anhu memiliki hak yang belum ditunaikan kepada madhmun lahu .Dan Shigat atau lafazh yang diucapkan pada saat ijab Kabul terjadinya proses penjaminan adalah berupa ucapan yang diucapkan dengan jelas dan menyiratkan akan kesanggupannya dan tak dikaitkan dengan apapun serta tak dibatasi oleh waktu (Dumairi :2007 )

Hikmah dan Manfaat Kafalah
Of Coursenya sebagai salah satu akad yang terdapat dalam Fiqh Muamalah yang mengatur secara dil dan memilki maqashid menuju terciptanya kesejahteraan dan kenyamanan sesama manusia tatkala melakukan transaksi perdagangan maupun dalam perbankan .Tidak lain tatkala Allah mensyariatkan hambaNya yang terjadi adalah keberkahan dan kenyamanan dalam diri manusia dan tak lahir dari dalam jiwa manusia itu sendiri kegelisahan dan kehawatiran yang mengahantui manusia . Diharamkannya riba , gharar, dan maysir dalam praktik muamalah yang kerap dinyatakan dalam pelbagai transaksi bisnis dan usaha perdagangan walaupun Fiqh Muamalah tak melulu identik dengan bisnis dan usaha dalam pandangan islam akan tetapi dalam Al Qura’an saja ketika telah menyangkut hubungan muamalahayat-ayuat Qura’an yang diturunkan sangat mendetail dan cukup panjang serti halnya yang mengatur utang-piutang
Allah berfirman
Hai orang-orang yang beriman, apabila kamu bermu'amalah[179] tidak secara tunai untuk waktu yang ditentukan, hendaklah kamu menuliskannya. Dan hendaklah seorang penulis di antara kamu menuliskannya dengan benar. Dan janganlah penulis enggan menuliskannya sebagaimana Allah mengajarkannya, meka hendaklah ia menulis, dan hendaklah orang yang berhutang itu mengimlakkan (apa yang akan ditulis itu), dan hendaklah ia bertakwa kepada Allah Tuhannya, dan janganlah ia mengurangi sedikitpun daripada hutangnya. Jika yang berhutang itu orang yang lemah akalnya atau lemah (keadaannya) atau dia sendiri tidak mampu mengimlakkan, maka hendaklah walinya mengimlakkan dengan jujur. Dan persaksikanlah dengan dua orang saksi dari orang-orang lelaki (di antaramu). Jika tak ada dua oang lelaki, maka (boleh) seorang lelaki dan dua orang perempuan dari saksi-saksi yang kamu ridhai, supaya jika seorang lupa maka yang seorang mengingatkannya. Janganlah saksi-saksi itu enggan (memberi keterangan) apabila mereka dipanggil; dan janganlah kamu jemu menulis hutang itu, baik kecil maupun besar sampai batas waktu membayarnya. Yang demikian itu, lebih adil di sisi Allah dan lebih menguatkan persaksian dan lebih dekat kepada tidak (menimbulkan) keraguanmu. (Tulislah mu'amalahmu itu), kecuali jika mu'amalah itu perdagangan tunai yang kamu jalankan di antara kamu, maka tidak ada dosa bagi kamu, (jika) kamu tidak menulisnya. Dan persaksikanlah apabila kamu berjual beli; dan janganlah penulis dan saksi saling sulit menyulitkan. Jika kamu lakukan (yang demikian), maka sesungguhnya hal itu adalah suatu kefasikan pada dirimu. Dan bertakwalah kepada Allah; Allah mengajarmu; dan Allah Maha Mengetahui segala sesuatu. (Surah Al Baqarah : 282 )
Dan yang lain lagi tentang warisan Allah Ta’ala berfirman
Dan bagimu (suami-suami) seperdua dari harta yang ditinggalkan oleh isteri-isterimu, jika mereka tidak mempunyai anak. Jika isteri-isterimu itu mempunyai anak, maka kamu mendapat seperempat dari harta yang ditinggalkannya sesudah dipenuhi wasiat yang mereka buat atau (dan) seduah dibayar hutangnya. Para isteri memperoleh seperempat harta yang kamu tinggalkan jika kamu tidak mempunyai anak. Jika kamu mempunyai anak, maka para isteri memperoleh seperdelapan dari harta yang kamu tinggalkan sesudah dipenuhi wasiat yang kamu buat atau (dan) sesudah dibayar hutang-hutangmu. Jika seseorang mati, baik laki-laki maupun perempuan yang tidak meninggalkan ayah dan tidak meninggalkan anak, tetapi mempunyai seorang saudara laki-laki (seibu saja) atau seorang saudara perempuan (seibu saja), maka bagi masing-masing dari kedua jenis saudara itu seperenam harta. Tetapi jika saudara-saudara seibu itu lebih dari seorang, maka mereka bersekutu dalam yang sepertiga itu, sesudah dipenuhi wasiat yang dibuat olehnya atau sesudah dibayar hutangnya dengan tidak memberi mudharat (kepada ahli waris)[274]. (Allah menetapkan yang demikian itu sebagai) syari'at yang benar-benar dari Allah, dan Allah Maha Mengetahui lagi Maha Penyantun.( Surah An Nissa :12)
Ketika akad kafalah dipraktikan oleh bank syariah maka dengan memberikan tanggungan kepadfa pihak yang sangat memerlukannya dalam urusan bisnis dan usaha agar bisnis dan usaha yang ditargetkan selesai dalam jangka wajktu tertentu bisa selesai tepat waktu dan efisien . Dalam buku Konsep,Produk, Dan Implementasi Operasional Bank Syariah  yang disusun oleh Tim Pengembangan Perbankan Syariah Institut Bankir Indonesia menyimpulakn beebrapa manfaat ketika kafalah dipraktikan dalam bank syariah yang menjamin usaha bisnis atrau proyek yang tengah berlangsung dikerjakan oleh nasabah bisa lancar dans selesdai tepat waktu .
Dengan adanya kafalah pihak yang dijamin atau disebut juga dengan madhmun anhu dapat menyelesaikan proyek atau usaha bisnisnya dengan ditanggung pengerjaanya dan bisa selesai dengan tepat waktu atau efisien dengan jaminan pihak ketiga yang menjamin pengerjaannya . Sedangkan dengan adanya kafalah pihak yang terjamin atau dalam istilah fiqh mua’amalah disevbut sebagai Madhmun lahu menerima jaminan oleh penjamin (dalam hal ini bank ) bahwa proyek yang diselesaikan oleh nasabah tadi dapat selesai dengan tepat waktunya dan sesuai dengan jadwal yang telah ditentukan sebelumnya . Karena kafalah merupakan pengambil alihan resiko oleh bank apabila nasabah tadi di luar kesengajaan dan kelalaian . dan keuntungan pun akan diterima oleh pihak bank sebagai pemberi jaminan dengan bentuk fee
Adapun praktik bank dalam membumikan prinsip kafalah yang sesuai dengan syariah islam bisa dilangsungkan dalam praktik bank garansi dan Letter Of Credit . Praktik bank garansi bisa diberlangsungkan dengan cara bank sebagai kafiil menerbitkan surat tanggungan kepada pemilik proyek atau usaha dengan permintaan dari nasabah . sehubungan dengan kontrak atau transaksi yang telah disepakati sebelumnya antara bank , nasabah dan pemilik proyek .Namun apabila terjadi hal-hal yang tak diinginkan seperti resiko di luar kesengajaan ataupun kelalaian berdasarakan surat jaminan yang dikeluarkan oleh bank penjamin proyek maka pihak ketiga / pemilik proyek dapat mengajukan klaim kepada penerbit bank garansi tadi .
Dalam buku Konsep, Produkk, Dan Implementasi Operasional  Bank Syariah surat garansi yang dikeluarkan oleh bank garansi dapat di bagi menjadi enam bentuk surat penjaminan garansi yang dikeluarkan oleh bank penjamin kepada yang dijamin agar proyek usaha atau bisnisnya bisa selesai berdasarkan jangka waktu yang telah disepakati dengan pemilik proyek .
·         Bid Bond
Secara umum bid bond penngertiannya sama dengan penjabaran arti dsan makna dari bank garansi di atas . yakin bank sebagai pihak penjamin mengeluarkan jaminan atas permintaan nasabah untuk kepentingan pemilik proyek agar pengerjaan proyek tadi dapat selesai dengan seksama dan sesuai dengan kesepakatan yang telah ditentukan di awal
·         Performance Bond
Hampir sama dengan bid bond Jaminan yang diberikan oleh bank penjamin atas permintaan nasabah untuk kepentingan pihak pemilik proyek . hanya saja dalam Permormance Bond justru dsengaja ditekankan kepada pihak yang mengelola proyek terikat dengan kontrak dan hal ini juga menyebabkan pihak yang mengelola proyek tyadi bisa dengan aman dan nyaman serta sungguh-sungguh dalam pengerjaan proyek yang tentunya pihak pengelola sangat ditekankan tanggung jawabnya kepada kepada pemilik proyek
·         Advance Payment Bond
Hampir sama dengan dua penjelasan di atas hanya saja yang menjadi perbedaannya antara bank penjamin , pihak yang dijamin , dan pihak yang terjmain adalah pembayaran di awal muka atau pembayaran termin oleh pemilik  proyek kepada kontraktor
·         Rentention Bond
Jaminan yang diterbitkan oleh bank atas permintaan nasabah sebagai madhmun lahu untuk kepentingan pemilik proyek yang menjadi mitra kerja nasabah . Ia berkaitan dengan pemeliharaan hasil pekerjaan /proyek sampai batas waktu yang telah diperjanjikan kontark kerja
·         Custom Bond
Berkaitan erat dengan penangguhan bea masuk atas barang=-barang impor yang dimintakan penangguhan pembayarannya apanila memnuhi syarat-syarat yang ditetapkan penangguhan pembayarannnya

Akhir berlakunya Bank Garansi
Garansi yang berupa surat penjaminan oleh bank atas permiantaan nasabah bank sebagai yang dijamin atas persetujuan pihak ketiga ( dalam hal ini adalah pemilik proyek ) akan berkahir bila masa berlaku yang telah disepakati sebelumnya oleh tiga pihak tersebut telah berakhir atawa expired  jika tidak masa berlaku garansi jaminan yang diberikan bank akan berkahir ketika masa pengerjaan atau pengelolaan proyek yang telah dirtencanakan antara pengelola proyek dengan pemilik proyek atelah selesai dalam waktunya atau finished dan menurut buku Konsep ,Produk dan Implementasi Operasional bank Syariah ada dua hal lagi selain dua tadi yang menjadi alasan telah habisnya masa berlaku garansi yang ditebritkan oleh bank .yaitu Pihak ketiga telah mengembalikan bank garansi ,dan pihak ketiga melepaskan bank garansi .
Bank Garansi dapat diperpanjang jika menurut pertimbangan pemilik proyek untuk menjamin keselamatan dan terpeliharanya keberlangsungan pengerjaan proyek . Atau Nasabah pun dapat memperpanjang bank garansi kjika merasa perlu untuk memastikan bahwa pengerjaan proyek tersebut dapat mencapai kesepakatan yang telah dicanangkan sebelumnya .

Seputar Kafalah Bil Ujrah
Lebih mudahnya memahami ilustrasi yang diberikan tentang kafalah bil ujrah adalah begini : Terkadang dalam hubungan Internasional yang tajk akan mungkin dihindari  adalah hubungan bilateral ataupun multibilateral dalam hal perniagaan dan transaksi perdagangan internasional yang antara kedua negara atau lebih sama-sama memiliki kompetensi dalam hal memproduksi barang tertentu dan sama-sama saling membuthkan barang yang diperlukan untuk kepentingan dalam negeri anatar kedua negara atau lebih .Oleh kerana itu kita mengenal istilah ekspor –impor dalam hal hubungan internasional bilateral ataupun multibilateral . Secara umum selalau ada kekhawatiran dari pihak importir ketika melakukan transaksi pemasokan barang dari luar negeri dengan mengirimkan uangnya terlebih dahulu sebelum negara pengekspor mengirimkan barangnya ke negara yang memasok barang atau importir demikian pula negara pengekspor tatkala melakukan pengiriman barang ke negara pemasok barang juga mengalami kekhawatiran ketika barang yang dikirim bahwa importir tidak akan membayar barang-barang telah dikirim kepada mereka oleh eksportir
Untuk itulah adanya Kafalah Bil Ujrah atauawa yang juga dikenal dengan nama The Letter Of Credit ada untuk menjamin keberlangsungan dan kenyamanan berniaga atau transaksi antara kedua pihak baik itu eksportir maupun importir . Kafalah Bil Ujrah ataupun Letter of Credit merupakan dokumen bank yang pada dasarbnya merupakan bentuk dari janji atau komitmen bank kepada pihak ekportir melalui bank melalui pembayaran .,pembelian atau akseptasi dokumen-dokumen yang mereka kirim dengan sayarat seluruh kalusul yang telah disyaratakan di awal telah disepakati dan dilaksanakan .
Walaupun umumnya Letter Of Credit dilaksanakan dengan menggunakan akad hawalah (pengalihan hutang ) dan akad wakalah ( mewakilkan ) akan tetapi Dewan Syariah Nasional  dalam salah satu fatwanya yang dikeluarkan pada tahun 2007 tentang kafalah bil ujrah di Jakarta menetapkan bahwa Letter of credit boleh hukumnya menggunakan akad kafalah (penjaminan ) dengan memberikan ujrah ( fee ) kepada lembaga keuangan syariah yang melaksanakan akada kafalah bil ujrah tersebut . Dan apabila terjadi hal-hal yang diperselisihkan di antara pihak ekportir dan importir maka dapat diselesaikan di badan arbitrase departemen agama .
Manfaat Letter Of Credit menggunakan akad kafalah bil ujrah
Dengan adanya letter of credit menggunakan akad kafalah bil ujrah , ada rasa aman bagi pihak-pihak yang melakukan transkasti ekspor impor dalam hubungan internasional .ia juga dapat memperlancar dan mempermudah transaksi penagihan dokumen maupun pembayaran kerana semua transaksi pembayaran ,pembelian, atau akseptasi dokumen dapat melalui bank . Selain itu baik antara ekportir maupun importer dapat focus pada bisnis mereka dan proses pengadaan barang –barang impor mereka
Memulai Akad Kafalah Bil Ujrah dalam Letter of Credit
Ketika importer hendak emamastikan bahwa ia dapat menggunakan akad kafalah bil ujrah tentunya ia harus memuali menanadatangi suatu perjanjian yang berisis hak –hak dan kewajiban importer dalam keterkaitannya dengan fasilitas pembukaan jaminan letter of credit oleh bank yang menjamin terlaksananya pembelian , pembayaran tagihan , akseptasi dokumen-dokumen transaksi mereka lewat komitmen yang diberikan oleh bank .Apabila dokumen yang disayaratkan telah diterima dan dilengkapi dengan selamabat-lambatnya tujuh hari setelah 7 hari kerja maka Bank ya ng tadinya telah berkomitmen dengan pembayaran atas tagihan importer harus melakukan pembayaran . Selain bisa di mulai akad letter of credit dengan kafalah , ia juga bisa dimulai denghan akad hawalah (pengalihan pembayaran /penagihan ) dan juga akad wakalah ( mewakilkan bank membayar tagihan importir ) namun yang ingin ditekankan dengan adanya kafalah bil ujrah ini bukan pihak bank sebagai wakil atau representasi importik melainkan gambaran akan komitmen bank syariah dalam menjamin kenyamanan dan keamanan transaksi baik itu pihak importir maupun eksportir .

Muamalat Jual Beli Dalam Islam (Pengertian, Rukun, Hukum, Larangan, Dll)

A. Arti Definisi / Pengertian Muamalat :
Muamalat adalah tukar menukar barang, jasa atau sesuatu yang memberi manfaat dengan tata cara yang ditentukan. Termasuk dalam muammalat yakni jual beli, hutang piutang, pemberian upah, serikat usaha, urunan atau patungan, dan lain-lain. Dalam bahasan ini akan menjelaskan sedikit tentang muamalat jual beli.
B. Arti Definisi / Pengertian Jual Beli :
Jual beli adalah suatu kegiatan tukar menukar barang dengan barang lain dengan tata cara tertentu. Termasuk dalam hal ini adalah jasa dan juga penggunaan alat tukar seperti uang.
C. Rukun Jual Beli
1. Ada penjual dan pembeli yang keduanya harus berakal sehat, atas kemauan sendiri, dewasa/baligh dan tidak mubadzir alias tidak sedang boros.
2. Ada barang atau jasa yang diperjualbelikan dan barang penukar seperti uang, dinar emas, dirham perak, barang atau jasa. Untuk barang yang tidak terlihat karena mungkin di tempat lain namanya salam.
3. Ada ijab qabul yaitu adalah ucapan transaksi antara yang menjual dan yang membeli (penjual dan pembeli).
D. Hal-Hal Terlarang / Larangan Dalam Jual Beli
1. Membeli barang di atas harga pasaran
2. Membeli barang yang sudah dibeli atau dipesan orang lain.
3. Memjual atau membeli barang dengan cara mengecoh/menipu (bohong).
4. Menimbun barang yang dijual agar harga naik karena dibutuhkan masyarakat.
5. Menghambat orang lain mengetahui harga pasar agar membeli barangnya.
6. Menyakiti penjual atau pembeli untuk melakukan transaksi.
7. Menyembunyikan cacat barang kepada pembeli.
8. Menjual barang dengan cara kredit dengan imbalan bunga yang ditetapkan.
9. Menjual atau membeli barang haram.
10. Jual beli tujuan buruk seperti untuk merusak ketentraman umum, menyempitkan gerakan pasar, mencelakai para pesaing, dan lain-lain.
E. Hukum-Hukum Jual Beli
1. Haram
Jual beli haram hukumnya jika tidak memenuhi syarat/rukun jual beli atau melakukan larangan jual beli.
2. Mubah
Jual beli secara umum hukumnya adalah mubah.
3. Wajib
Jual beli menjadi wajib hukumnya tergantung situasi dan kondisi, yaitu seperti menjual harta anak yatim dalam keadaaan terpaksa.
F. Kesempatan Meneruskan/Membatalkan Jual Beli (Khiyar)
Arti definisi/pengertian Khiyar adalah kesempatan baik penjual maupun pembeli untuk memilih melanjutkan atau menghentikan jual beli. Jenis atau macam-macam khiyar yaitu :
1. Khiyar majlis adalah pilihan menghantikan atau melanjutkan jual beli ketika penjual maupun pembeli masih di tempat yang sama.
2. Khiyar syarat adalah syarat tertentu untuk melanjutkan jual beli seperti pembeli mensyaratkan garansi.
3. Khiyar aibi adalah pembeli boleh membatalkan transaksi yang telah disepakati jika terdapat cacat pada barang yang dibeli.
G. Jual Beli Barang Tidak Terlihat (Salam)
Arti definisi/pengertian Salam adalah penjual menjual sesuatu yang tidal terlihat / tidak di tempat, hanya ditentukan dengan sifat danbarang dalam tanggungan penjual.
Rukun Salam sama seperti jual beli pada umumnya.
Syarat Salam :
1. Pembayaran dilakukan di muka pada majelis akad.
2. Penjual hutang barang pada si pembeli sesuai dengan kesepakatan.
3. Brang yang disalam jelas spesifikasinya baik bentuk, takaran, jumlah, dan sebagainya.
Keterangan :
Untuk muamalat jenis lainnya akan dijelaskan pada artikel lain. Semoga berguna bagi kita semua amin.

MENEGAKKAN YANG HAQ DAN MELENYAPKAN YANG BATIL

"Ya Allah! Tunjukkanlah kepada Kami Al-Haq (kebenaran) itu jelas nampak sebagai Kebenaran, dan karuniakanlah kepada Kami (kemampuan) mengikutinya. Dan tunjukkanlah kepada Kami yang batil itu jelas kelihatan sebagai satu kebatilan, dan karuniakanlah pula kepada kami (kekuatan moral) menjauhinya. Janganlah jadikan hati kami bimbang-bimbang dikuasainya, supaya kami jangan tersesat. Jadikanlah Kami menjadi Pemimpin orang-orang yang taqwa." (Al-Hadist).
Pengertian Al-haq dan batil.Menurut ilmu bahasa, perkataan al-haq itu mempunyai bermacam-macam arti. Diantaranya berarti: kebenaran, kewajiban, kebaikan, kepastian, kepunyaan, kewenangan, penyelidikan, dsb.Adapun pengertiannya menurut istilah tergantung dari sudut dan ilmu apa perkataan itu dilihat. Umpamanya jika dilihat dari sudut ilmu Tauhid, maka yang dimaksudkan dengan Al-haq itu ialah Allah sebagai pemilik Kebenaran, yang menghidupkan dan mematikan, yang menguasai segala sesuatu.Dalam Al-Quran disebutkan:"(Kuasa Allah) yang demikian itu, adalah karena sesungguhnya Allah, Dialah (Tuhan) Yang Hak dan sesungguhnya apa saja yang mereka seru selain dari Allah, itulah yang batil, dan sesungguhnya Allah, Dialah Yang Maha Tinggi lagi Maha Besar." (QS. Al-Hajj XXII: 62).Jika dipandang dari sudut ilmu lainnya, maka pengertiannya lain pula, meskipun pada pokoknya tidak banyak perbedaannya.Dilihat dari sudut ilmu filsafat, yang dimaksud dengan Al-Haq itu ialah kebenaran yang hakiki, kebaikan dan keindahan. Ahli-ahli ilmu akhlak mengartikan Al-Haq itu dengan dharma, kewajiban. Adapun ahli-ahli hukum mengartikan Haq itu dengan makna milik, kepunyaan.Meskipun bermacam-macam pengertian Al-Haq itu, tapi apabila disimpulkan secara menyeluruh, maka pengertian yang umum tentang Al-Haq itu ialah kebenaran dan nilai-nilai lainnya yang terpuji dan diridhai pada sisi Ilahi.Abdul Aziz Al Khauli menyimpulkan, bahwa meng-Esakan Tuhan, membaca Al-Quran, beramal, mematuhi Rasul, amar makruf nahi munkar, adil terhadap musuh, jujur dalam pergaulan, amanah (jujur), memelihara rahasia dan nilai-nilai lainnya yang terpuji dalam masyarakat, semuanya itu adalah termasuk dalam ruang lingkup pengertian Al-Haq itu. (Islahul Wa'zud Dini, hal 199).Adapun yang dimaksud dengan batil itu ialah kebalikan (lawan) dari Al-Haq. Setiap perbuatan yang dilarang oleh syariah, seperti riba, zina, minuman keras, judi, marah, mencuri, khianat, sumpah palsu, curang, makan harta orang lain & anak yatim, yang dinilai buruk semuanya itu masuk dalam kategori batil. (Al-Bayanul fasil bainal haqqi wal bathii, oleh Fikri, hal 104).PERUMPAMAAN DALAM AL-QURAN.Dalam Al-Quran dijumpai 255 kali kata-kata yang berasal dari pokok kata Al-haqqa itu, sedang kata-kata batil sebanyak 33 kali tersebut dalam Al-Quran. Banyaknya dipergunakan kata-kata al-haq itu dalam Kitab Suci menunjukkan tentang pentingnya nilai-nilai yang terkandung dalam kata-kata tersebut.Dengan menggunakan kata yang bersifat metaphora, Allah SWT melukiskan tentang soal al-haq dan batil itu, sebagai berikut:"Dia (Allah) yang menurunkan air hujan dari langit (awan), kemudian air itu mengalir ke lembah-lembah menurut kodratnya dan terjadilah banjir yang mengandung buih mengambang. Dan dari (benda) yang dibakar dalam api untuk dijadikan perhiasan dan barang-barang keperluan lainnya terdapat pula buih yang serupa. Demikianlah Tuhan membuat perumpamaan tentang Kebenaran (A-Haq) dan kepalsuan (al-bathil). Adapun buih itu akan hilang lenyap sebagai barang yang tak berharga, dan apa yang bermanfaat untuk umat manusia, tinggal tetap di muka bumi. Demikianlah Allah membuat perumpamaan-perumpamaan." (QS. Ar-Rad XIII: 17).Pada ayat tersebut, sekaligus dicontohkan Tuhan tentang kebenaran dan kebathilan itu.Adapun Kebenaran itu diumpamakan oleh Allah SWT laksana hujan yang turun dari langit kemudian mengalir ke lembah-lembah menjadi sungai-sungai. Setiap sungai mengandung zat air yang memberikan manfaat kepada umat manusia, umpamanya untuk mengairi (irigasi), sawah-sawah, membersihkan kotoran, menjadi air minum, membangkitkan tenaga listrik untuk kepentingan pembangunan, memberikan kehidupan pada ikan dan binatang-binatang air lainnya, dan banyak lagi.Di permukaan air sungai itu terdapat juga buih yang mengambang, yang tidak memberikan manfaat sedikit pun, bahkan akan sirna dan hilang lenyap laksana gelembung-gelembung air sabun. Buih ini diibaratkan laksana kebatilan.Selain dari itu, dilukiskan pula perumpamaan lainnya laksana besi atau bahan logam lainnya yang dibakar dalam api, kemudian dibentuk (diketok) menjadi perhiasan atau alat-alat lainnya (pisau, cangkul, dll) yang bermanfaat. Seperti juga air yang mengandung buih, maka besi atau logam yang dipanaskan itu juga mengandung partikel-partikel gosong hasil percikan yang sama sekali tidak bermanfaat. Jadi, yang benar itu sama dengan air dan logam murni, sementara yang batil itu disamakan (diumpamakan) bagai buih dan partikel gosong (tahi logam).PERTENTANGAN ANTARA AL-HAQ DAN BATIL.Semenjak dunia berkembang, selalu terjadi pertentangan, perjuangan dan konfrontasi antara yang haq dan yang batil. Silih berganti antara keduanya timbul tenggelam, tergantung kepada kondisi, situasi dan kekuatan-kekuatan pada setiap masa. Tetapi sudah menjadi Sunnatullah, bahwa garis akhir (finish) dari perjuangan kedua nilai-nilai itu, kemenangan senantiasa di pihak yang benar (al-haq). Mungkin saja pada suatu ketika atau pada suatu masa (periode) yang tertentu, al-haq itu kalah atau jatuh tersungkur, sedang batil meloncat dan berdiri tegak (seperti pada masa sekarang, dimana negara-negara kafir mendominasi dunia dan menindas kaum muslimin). Tapi biasanya hal itu hanya sementara waktu saja alias temporer.Ada orang yang mengibaratkan kebenaran itu laksana sumbat botol yang dibuat dari kayu gabus. Meskipun kayu gabus itu ditekan dan dibenamkan sekuat-kuatnya ke dalam air, namun sumbat itu hanya akan menghilang sebentar, namun kemudian timbul kembali di permukaan air, sebab secara alamiah, sumbat gabus itu secara kodrati akan selalu mengambang (dan menyebarkan kebenaran). Dalam Al-Quran banyak sekali dijumpai ayat-ayat yang memastikan bahwa kebenaran itu akan tegak berdiri dan kebatilan itu akan roboh lenyap. Allah SWT berfirman:"Dan katakanlah: Yang benar telah datang dan yang batil telah lenyap. Sesungguhnya yang batil itu adalah sesuatu yang pasti lenyap." (QS. Al-Isra' XVII: 81).PERINTAH MENEGAKKAN KEBENARAN DAN MELENYAPKAN KEBATILAN.Para Nabi telah diutus Allah SWT untuk menyampaikan dan menegakkan kebenaran itu kepada umat manusia dari zaman ke zaman, dan juga untuk melenyapkan kebatilan. Nabi Muhammad sebagai Nabi terakhir menerima tugas tersebut, mewariskan tugas itu pula kepada ummatnya.Banyak ayat-ayat dan Hadist yang memerintahkan yang demikian.Dalam pada itu, antara kebenaran dan kebatilan itu tidak boleh disamar-samarkan dan dicampuradukkan, dan dilarang pula untuk menyembunyikan kebenaran. Dengan tegas Allah SWT menyatakan dalam Al-Quran:"Dan janganlah kamu campuradukkan yang hak dan yang batil, dan janganlah kamu sembunyikan yang hak itu, sedang kamu sendiri mengetahuinya." (QS. Al-Baqarah II: 42).Dalam mengomentari ayat ini, maka dapatlah ditafsirkan bahwa walaupun perintah ini pada mulanya ditujukan kepada Bani Israil (orang Israel yang terbukti kafir), namun isinya dapat diserukan pula kepada kaum Muslimin yang atang dari segala lapisan, terutama para pemimpin dan orang-orang yang memegang kekuasaan, sehingga ayat ini seakan-akan mengatakan: Hai orang-orang yang memegang kekuasaan, janganlah kamu campuradukkan antara keadilan dan kezaliman. Hai para hakim, janganlah kamu campuradukkan antara hukum dan suap, hai para pejabat janganlah kamu campuradukkan antara ilmu dan harta, dan seterusnya. Masing-masing bisa menafsirkan sendiri arti ayat ini bagi diri masing-masing agar selalu menjadi pedoman tetap lurus di jalan yang benar yaitu jalan Allah.KEKUATAN MORAL (MORAL FORCE).Batas-batas dan garis-garis antara al-haq dengan batil itu sebetulnya sudah cukup jelas. Banyak orang-orang yang melihat di bawah pelupuk matanya sendiri kebenaran yang diinjak-injak atau diperkosa, kebatilan yang dipupuk dan dibela. Tetapi ia bisu dalam tujuh macam bahasa, tidak mampu dan tidak berani menegur atau mengemukakannya (mungkin takut akan dibungkam oleh kematian seperti yang menimpa aktivis HAK ASASI MANUSIA: MUNIR yang merupakan korban konspirasi politik keji). Sebab-sebabnya ialah karena tidak mempunyai kekuatan moral (moral force), takut menghadapi resiko.Itulah sebabnya, maka Rasulullah menyuruh supaya kita selalu berdoa seperti disebutkan dalam hadist di atas agar kita bukan saja diperlihatkan yang hak sebagai satu kebenaran yang nyata, tapi supaya juga dikaruniakan keberanian dan kemampuan untuk mengikuti dan menegakkan kebenaran. Begitu juga tidak hanya semata-mata minta diperlihatkan kebatilan itu sebagai satu kepalsuan dan kesesatan, tapi supaya digerakkan olehNya agar kita menjauhi kebatilan itu.Selanjutnya kita dianjurkan berdoa agar jangan ragu-ragu atau pun bimbang dalam menegakkan yang hak dan melenyapkan yang batil sesuai dengan firman Allah:"Kebenaran itu dari Tuhanmu. Sebab itu janganlah kamu ragu-ragu." (QS. Ali Imran III: 60).Mengenai hal ini, A. Yusuf Ali memberikan ulasan dalam Tafsir "The Holy Quran": "Kebenaran itu bukanlah satu paksaan yang datang dari pemuka-pemuka agama, bukan pula semacam ketakhayulan dari rakyat banyak. Ia datang dari Tuhan, dan itu wahyu yang langsung datang dari Ilahi, maka tidak boleh dihadapi dengan ragu-ragu.

Selasa, 06 Desember 2011

made in madura

bennyak oreng samangken.,lakonah neng sennengngan.,.,norodin dhek nafsonah.,tak engak ka dusanah

Minggu, 23 Januari 2011

Cara Mendownload Video Youtube Menggunakan Download Helper

Cara Mendownload Video Youtube Menggunakan Download Helper

Sudah cukup lama saya memposting Cara Mendownload Video Youtube di hakimtea.com lalu diimport ke hakimtea.net dan memperhatikan komentar yang masuk baik di hakimtea.com maupun hakimtea.net sepertinya banyak teman-teman dan pengunjung blog ini yang merasa kesulitan dengan cara download youtube yang saya tuliskan dulu padahal saya sendiri oke-oke saja dan lancar-lancar saja mendownload video dari youtube menggunakan cara tersebut.

Bagi teman-teman yang masih kesulitan, saya coba tuliskan cara baru (bagi yang baru tahu) cara mendownload video youtube lebih mudah dan praktis menggunakan add on firefox. Langsung saja:

Syaratnya Anda harus menggunakan browser firefox, jika belum punya browser firefox download dan instal dulu disini.

Namun jika Anda sudah menggunakan Browser Firefox ikuti caranya dibawah ini.

Buka browser firefox dan instal add-on Download Helper klik disini, setelah terbuka klik tombol Add to Firefox. Tunggu sampai download selesai lalu restart browser Firefox Anda.

Nah, browser firefox Anda sekarang telah dilengkapi Add-on Download Helper alat untuk mendownload video dari youtube!

Adapun untuk mendowload video dari youtube caranya mudah saja:

1. Buka youtube dan cari video yang ingin Anda download.

2. Lalu klik tanda segitiga kebawah di pinggir icon DownloadHelper (tiga bola berwarna kuning, merah dan biru) disamping Addressbar pada menu Navigation Toolbar. Perhatikan gambar berikut:

Peta Objek Wisata Taman Wisata Alam Carita

3. Muncul kotak dialog untuk menyimpan hasil download pada komputer Anda, pilih saja mau disimpan di folder apa terserah Anda, tunggu hingga proses mendownload selesai.

4. Beres!

Gampangkan? Kalo masih bingung ikuti penjelasan lewat video langsung pada pembuat Add-on DownloadHelper ini.

Kalo mau nonton video yang sudah saya download sambil menuliskan artikel ini bisa langsung lihat di bawah ini:

Lagu lawas miliknya Rob Thomas feat Santana tapi masih mantab kan :mrgreen: .

Rabu, 19 Januari 2011

IKHLAS


ikhlas

"Berkata iblis: Ya Tuhanku, oleh karena Engkau telah menetapkanku sesat, sungguh akan kuusahakan agar anak manusia memandang indah segala yang tampak di bumi dan aku akan sesatkan mereka semua....Kecuali hamba-hambaMu dari antara mereka yang ikhlas.........(Al-Hijr: 39-40).

Sepintas lalu saja, memperhatikan ayat yang dicantumkan di atas ini, sudah dapat ditarik suatu garis, bahwa syaitan dan iblis yang terkenal dengan 1001 tipudaya, menjerumuskan manusia ke dalam perangkapnya, supaya terjauh dan terpisah dari akhlak, dari hidayah ilahi dan selanjutnya supaya mereka selalu berada dalam kebatilan dan kesesatan. Perhatikanlah betapa congkaknya, berani memamerkan rencananya: Aku akan berusaha agar anak manusia memandang indah segala yang tampak dalam kehidupan ini, walaupun di dalam bungkusan yang kelihatan indah itu, penuh dengan keburukan dan kejahatan; penuh dengan kebatilan dan kemungkaran.
Malah termasuk dalam keahlian syaitan, ialah memutarbalikkan keadaan. Ia mampu menukar keindahan yang sebenarnya indah menjadi jelek yang menjijikkan, persis sebagaimana pandainya menyelimuti sesuatu yang jelek dan keji, sehingga tampak indah, berkilat, dan gemilang...
Anak manusia yang mudah terpukau oleh keindahan, tanpa bisa membedakan emas dengan loyang yang hanya melihat kilat dan bayangan lahiriah saja, merekalah yang akan jadi mangsa yang empuk bagi syaitan dan iblis.
Orang-orang yang beginilah menurut syaitan yang dapat disesatkannya sekalian, tanpa pilih dulu.
Syaitan sungguh yakin akan suksesnya rencana ini, setelah mempelajari kepribadian makhluk yang bernama manusia itu.
Konon kata sahibul hikayat, ketika Allah sudah mencetak dan membentuk Adam dari tanah, berupa rangka manusia, tetapi belum diberi nyawa, maka rangka manusia Adam itu ditaruh pada sebuah tempat. Di kala itu jenis makhluk syaitan ini sengaja datang untuk melihat-lihatnya.
Sesudah memperhatikan bahwa pada tubuh calon manusia yang dipersaksikannya itu banyak sekali lubang-lubang, maka pada saat itu pun syaitan sudah meramalkan bahwa sungguh banyak sekali jalan masuk bagi memperdayakan makhluk yang bernama manusia tersebut.
Memang demikianlah halnya. Manusia mudah sekali diperdayakan melalui segala keindahan lahir, kehidupan duniawi ini.
Tapi namun demikian, satu golongan anak manusia, diakuinya sendiri ketidaksanggupannya memperdayakannya, tak mempan segala tipu daya dan makarnya kepada golongan tersebut, yaitu para almukhlishin, orang-orang yang ikhlas. Hanya golongan inilah yang tak dapat didekatinya. Dan kalaupun diberani-beranikannya juga bertemu dengan para almukhlisin ini, namun ia tak akan pernah beroleh kemenangan, ia akan pulang kembali dengan kecewa...

Ikhlas adalah Jiwanya Amal
Gambaran yang dilukiskan di atas jelas menunjukkan betapa tingginya kedudukan ikhlas, betapa terhormatnya para almukhlisin dalam pandangan Allah SWT. Ikhlas adalah satu kriteria untuk menetapkan diterima atau ditolaknya amal ibadah seseorang dari umat yang mengaku telah Islam dan telah beriman. Tidak usah bersusah payah mencari definisi ikhlas itu menurut Islam. Kita cukup mengetahui satu prinsip saja, yaitu bahwa Iman ialah kepercayaan kepada Allah dan Islam ialah satu ketundukan dan kepatuhan kepada Allah. Maka semua tindak dan gerak, semua kata dan perbuatan, semua amal dan ibadat seseorang Muslim dan Mukmin, haruslah karena Allah belaka, lantaran hendak mencari mardhatillah semata.
Allah hanya menginginkan, kiranya niat dan maksud tujuan hambaNya berkata dan berbuat hendaklah karena Ia saja, jangan karena yang lain. Ini saja yang dikehendaki Allah, yang lain tidak dimintaNya. Jangan menyekutukan Allah dengan yang lain, dalam bentuk apapun. Sebab keMAHABESARANNya jangan sampai disaingi oleh apapun dari makhluk yang diciptakannya sendiri. Simak saja ayat Al-Quran berikut ini:
"Sesungguhnya Allah tak dapat mengampunkan, apabila Ia dipersekutukan dan Ia dapat mengampunkan selain itu bagi siapa yang Ia kehendaki. Dan siapa yang menyekutukan Allah, maka sungguh sudah amat jauh sekali tersesatnya..."(QS. An-Nisa: 115).
Oleh sebab itulah, maka ikhlas ini menjadi alat penentu bagi amal dan ibadah seorang mukmin. Dan siapa saja yang benar-benar ikhlas, cuma Allah sajalah yang mengetahuinya, kendatipun semua ini bisa terselubung oleh kepandaian manusia dalam membungkus rapat-rapat apa yang ada dalam hatinya. Sepandai-pandainya manusia menyembunyikan apa yang ada dalam hatinya dengan segala tipu dayanya, sungguh Allah akan tahu hakikat niat yang sebenarnya.
Oleh sebab itu, Allah berfirman dalam Al-Quran:
"Mengapakah ia tak mau tahu...
....apabila nanti dibangkitkan isi kubur, dan dibelah dadat menengok hasil didalamnya. Di hari itu Tuhan mereka akan menceritakan hakikat yang sebenarnya." (QS. Al-'Adiyat: 9-11).
Sehubungan dengan ini, banyak sekali hadits yang menerangkan, memang keihklasan dalam beramal dan beribadah itu benar-benar menjadi barometer atas sah dan tidaknya ibadah-ibadah tersebut. Sedang untuk menetapkan ikhlas dan tidaknya seseorang, tidaklah ditentukan oleh orang yang bersangkutan, tidak pula oleh orang lain. Sebab ikhlas adalah urusan dan tugas hati dan cuma Allah saja yang tahu pendirian hati para hambaNya.
Benar lidah dapat dijadikan ukuran untuk mengetahui isi hati, tapi tidak selalu dapat dipercayai. Karena lidah dengan kelunakan dan kelemasannya mampu menghancurkan besi dan membakar dunia, tapi dengan itu juga ia bisa berputar dan berbalik-balik sendiri. Makanya karena itulah Allah bersabda:
"Ada dari sebahagian manusia, yang bicaranya amat menakjubkanmu dalam kehidupan duniawi. Tapi Allah membuktikan atas apa isi hatinya, ternyata ia sebenarnya adalah seorang musuh yang amat jahat. (QS. Al-Baqarah 204).
Dalam satu hadits, Rasulullah SAW mengisahkan peristiwa di hari kiamat di kala menghadapi hari penghisaban.
Ada tiga golongan, yang oleh karena merasa akan jasanya, telah meyakinkan diri akan masuk surga, yang pertama ialah si Qari; ditanyakan kira-kira apa amal kebaikan yang sudah dikerjakannya dalam hidup. Dengan bangga si Qari menjawab: Aku tekun membaca Quran, kubaca di tengah malam, ketika orang sudah tidur nyenyak. Allah menjawab: Engkau belum berhak lagi akan surgaku, sebab amalmu itu bukan karena Aku, tapi supaya orang mengatakan engkau seorang yang teramat Qari.
Kepada Allah bertanya pula kepada si Syahid, lalu dengan lantang menerangkan: Aku telah berjihad perang di jalan Allah, maka terbunuhlah aku! Maka demikian juga jawaban Allah kepada si Syahid ini: "Sebab engkau berperang supaya orang mengatakan dan memujamu sebagai pahlawan yang berani mati, bukan karena Aku semata."
Terakhir, Allah bertanya pula kepada si Dermawan, lalu mendabik dada, bahwa hartanya telah banyak habis, demi menegakkan agama. Juga sama dengan dua rekannya, Allah menjawab serupa, sebab engkau berbuat demikian, bukan karena mengharap ridhaKu, tapi agar orang memuji engkau sebagai seorang yang amat dermawan dan pemurah.

Pesan Rasulullah tentang ikhlas
Sebagai penutup, kita muatkan di sini serangkaian wasiat Rasulullah tentang ikhlas itu, sebagai berikut:
"Aku telah diberi wasiat oleh khalilku dengan empat macam kalimat yang bagiku semua lebih kucintai dari dunia dengan segala isinya. Beliau berkata kepadaku:
1. Kokoh-kokohkanlah buatan kapalmu, sebab lautan amat dalam sekali.
2. Perbanyaklah perbekalanmu sebab perjalanan bukan main panjangnya.
3. Ringankanlah punggungmu untuk memikul, sebab halangan dan rintangan amat banyak dan hebat sekali.
4. Ikhlaskanlah amalanmu, sebab mata pengontrolannya amat sangat tajamnya.
Dari urutan pesan Nabi ini, nyata benar bahwa ikhlas mempunyai peranan penting untuk menentukan. Andai kapal yang akan ditumpangi melayari lautan hidup sudah demikian kuat dan kokoh konstruksinya, bekalpun sudah lengkap dan berlebihan, sedang bahu sudah siap sedia memikul segala beban yang berat, namun pelayaran itu tak juga akan diberkahi kalau tidak dijiwai oleh semangat ikhlas.

Menyiapkan Generasi Taqwa

Anak-anak adalah amanah ataupun titipan Allah SWT kepada setiap ayah dan bunda. Bukan sebagai titipan biasa yang hanya menghendaki pemeliharaan, penjagaan, akan tetapi harus dikembangkan, dan akan dimintakan pertanggungjawabannya baik di hadapan Mahkamah Ilahi maupun dalam mahkamah sejarah di dunia ini.
Dalam Al-Quran ditegaskan: "Hai orang-orang yang beriman! Peliharalah dirimu dan keluargamu dari api neraka yang bahan bakarnya adalah manusia dan batu, penjaganya malaikat-malaikat yang kasar dan keras, yang tidak mendurhakai Allah terhadap apa yang diperintahkanNya kepada mereka dan mereka selalu mengerjakan apa yang diperintahkan itu." (QS.At-Tahrim:6).
Dalam salah satu hadits diterangkan: "Tiap-tiap anak dilahirkan dalam keadaan suci bersih. Ayah bundanyalah yang menjadikan anak itu seorang Yahudi, atau Nasrani, atau Majusi." (HR.Al Hakim).
Dalam ilmu paedagogie ada satu teori yang disebut Tabularasa teori, yang menyimpulkan bahwa setiap anak yang lahir adalah laksana kertas putih, tergantung sepenuhnya kepada ayah ibundanya untuk mewarnai anak itu: merah, hijau, biru atau lainnya, menurut citra dan kehendak ibu dan bapaknya itu.
Allah SWT bukan saja memerintahkan untuk memelihara (mengembangkan) kehidupan dan kemajuan anak-anak sendiri, akan tetapi sekaligus diberikan petunjuk-petunjuk yang konkrit berdasarkan kisah-kisah, dimana diuraikan garis-garis besar pendidikan apa yang harus diutamakan kepada anak-anak tersebut.
Dalam Al-Quran ada satu surat bernama Surat Luqman, di mana dijelaskan prioritas yang harus diberikan untuk pendidikan anak-anak itu.
Seperti diketahui, Luqmanul Hakim, adalah seorang ahli hikmat zaman purbakala, yang telah berhasil mendidik anak-anaknya sehingga Allah SWT melestarikan hal itu menjadi contoh tauladan.
Dalam Surat Luqman itu antara lain dijabarkan: "Sesungguhnya telah Kami berikan hikmat kepada Luqman supaya bersyukur kepada Allah. Barangsiapa yang bersyukur (kepada Allah), sesungguhnya dia bersyukur untuk dirinya sendiri. Dan (ingatlah) ketika Luqman berkata kepada anaknya, diwaktu memberikan pelajaran kepadanya: "Hai anakku! Janganlah kamu mempersekutukan Allah, sesungguhnya mempersekutukan Allah itu adalah satu perbuatan zalim yang besar. Dan Kami perintahkan kepada manusia (supaya berbuat baik) kepada ibu-bapaknya." (QS.Luqman:13-14).
Pada ayat yang lain dalam Surat Luqman itu dikatakan lagi: "Hai anakku! Dirikanlah shalat dan suruhlah (manusia) mengerjakan kebaikan dan cegahlah (mereka) mengerjakan yang mungkar, dan bersabarlah terhadap apa yang menimpa kamu. Dan janganlah kamu memalingkan mukamu dari manusia (karena sombong) dan janganlah kamu berjalan di muka bumi dengan angkuh. Sesungguhnya Allah tidak menyukai orang-orang yang sombong dan membanggakan diri." (QS.Luqman:17-18).
Dari ayat-ayat tersebut dapat difokuskan 6 point tentang pendidikan anak-anak itu, yakni:

1. Pendidikan Iman
Sejak masa kecil, anak-anak haruslah dididik bahwa ia dan umumnya manusia adalah merupakan obyek, yang diciptakan, sedangkan subyeknya, yang menciptakan ialah Allah SWT. Allah menciptakan manusia memberi hidup dan segala keperluan-keperluan mereka, dengan penjelasan tentu saja yang sesuai dengan kemampuan jiwa dan daya tangkap anak-anak bahwa segala sesuatunya harus dibarengi usaha, ikhtiar. Oleh sebab itu, setiap manusia harus berterimakasih kepada Pemberi nikmat itu. Dalam istilah Islam, terima kasih itu disebut syukur. Ucapan syukur yang singkat lengkap ialah: Alhamdulillah, segala puji untuk/milik Allah. Itulah sebabnya sesudah selesai makan, setiap orang harus mengucapkan Alhamdulillah.

2. Pendidikan Tauhid
Sesudah pendidikan iman itu diberikan pula pendidikan Tauhid, yaitu pemahaman bahwa Allah itu Esa, Tunggal, Mandiri, tidak berkehendak kepada bantuan orang lain. Iman dan Tauhid itu merupakan fondasi bagi satu bangunan. Apabila fondasinya kokoh, terbuat dari beton, maka bangunan itu tidak akan rontok atau runtuh, walaupun digoncang gempa atau angin yang kuat.

3. Pendidikan Akhlak
Anak-anak didik supaya berbuat baik kepada ibu bapaknya, sebagai orang yang paling berjasa kepada mereka. Dituliskan pada sambungan ayat yang bersangkutan, bahwa seorang ibu bersusah payah melahirkan seorang anak, membesarkannya, memeliharanya, sedangkan ayahnya mencarikan kebutuhan-kebutuhan yang diperlukan, dan kemudian menyekolahkannya, setelah anak itu mulai besar.

4. Pendidikan Ibadah
Selanjutnya, setiap anak harus dididik supaya melakukan shalat. Tidak menjadi soal, walaupun pada mulanya tidak hanya mengikuti (ikut-ikutan menirukan) ayah ibunya yang sedang sholat, sehingga lama-kelamaan diharapkan menjadi terbiasa serta menjadi kebutuhan.

5. Pendidikan Sosial
Anak-anak harus dididik sejak dini supaya mulai memikirkan keadaan di sekitarnya. Dia dididik untuk membiasakan diri mengajak orang berbuat kebaikan, dan mencegah berbuat kejahatan. Lama-kelamaan anak itu akan merasakan menjadi makhluk sosial, antara yang satu dengan yang lain saling memerlukan, saling menjaga dan saling bantu-membantu.

6. Pendidikan Jihad di Jalan Allah (menanamkan semangat pantang menyerah dalam menegakkan kebenaran dan membela agama Allah dengan harta, ilmu dan segenap tenaga)
Pada ayat tersebut, disebutkan supaya berlaku sabar; sabar dalam melakukan sesuatu pekerjaan, melalui proses yang wajar, jangan lekas-lekas mencari jalan pintas. Yang penting jangan lekas menyerah kalau menghadapi kesulitan. Umpamanya, jika jatuh ketika berlari, harus segera berdiri kembali. Jangan lekas putus asa. Semua itu termasuk dalam pendidikan jihad, untuk meningkatkan daya juang, daya tahan sebagai bekal kelak di kemudian hari agar meneruskan dakwah Islam, menegakkan agama Allah dengan pantang menyerah mengerahkan semua daya upaya, ilmu, tenaga dan harta demi kemuliaan agama Allah dan kemaslahatan hidup seluruh umat manusia. Akhirnya, pada sambungan ayat tersebut, diulang kembali secara rinci tentang pendidikan akhlak, supaya jangan berlaku sombong, congkak, atau berlaku angkuh (over acting).
Selain dalam Surat Luqman itu, masih banyak lagi surat-surat atau ayat-ayat lainnya dalam Al-Quran yang menggariskan tentang soal pendidikan anak-anak itu. Diantaranya Surat Maryam.
Seperti diketahui, dalam permulaan surat Maryam itu dilukiskan jeritan hati nurani Nabi Zakaria yang terus-menerus memohon, doa kepada Rabbul Jalali (Allah) supaya dianugerahi anak yang diembannya. Dalam usia yang sudah lanjut, Nabi Zakaria masih belum mendapat seorang anak kandung, yang disebutkan dalam Al-Quran dengan istilah qurratu a'yunin (cahaya mata). Permohonan Nabi Zakaria itu akhirnya diperkenankan Allah SWT dengan lahirnya putra beliau yang bernama Yahya, yang dalam kedudukannya juga mendapat posisi dan tugas seperti ayahnya, menjadi pembimbing dan pembina umat (Nabi).
Dalam Surat Maryam itu dirumuskan 7 poin yang merupakan persiapan bagi Yahya untuk menghadapi hari depannya. Persiapan itu diterangkan pada ayat: "Ya Yahya! Berpegang teguhlah kepada Kitab Suci. Dan Kami berikan kepadanya hikmat semenjak masa kanak-kanak. Dan dianugerahkan dari sisi Kami (Allah) rasa belas kasihan yang mendalam, suci dari dosa, dan kemudian (dianugerahi) sifat taqwa. Kemudian berbakti kepada ibu-bapak, dan jangan bersikap sombong dan durhaka." (QS.Maryam:13-14).
Analogi dari ayat tersebut kepada setiap anak mukmin, haruslah dibimbing supaya menjadikan Kitab Suci Al-Quran sebagai pedoman dan pegangan dalam kehidupan, sebab Al-Quran merupakan panduan yang menunjukkan jalan kebenaran supaya manusia tidak tersesat dalam kehidupan di dunia ini sampai di akhirat kelak.
Dari berbagai Kitab-Kitab Tafsir dapat disimpulkan, bahwa yang dimaksudkan dengan perkataan hananan min ladunna (anugerah yang mendalam dari sisi Allah) diantaranya ialah watak menghargai orang tua, sayang kepada yang muda dan peka terhadap perjuangan cita-cita rakyat yang diridhai Ilahi. Sedang yang dimaksudkan dengan suci dalam ayat tersebut, tercakup di dalamnya pemurah (charity), suci (purity), adil (justness), jujur (integrity), dan tulus (honesty). Sesudah itu diiringi dengan pendidikan taqwa, yagn merupakan pusat atau sentral dari semua watak dan sikap mental yang utama.

Taqwa sebagai Bekal Kehidupan Akhirat

Diantara sekian banyak panggilan Allah yang paling utama yang harus kita penuhi dan pasti kita alami adalah maut atau kematian. Al-mautu Haqqun! Kematian itu pasti akan terjadi pada setiap diri manusia, suka atau tidak suka, mau tidak mau, takut atau tidak takut, semuanya pasti akan mengalaminya. Undang-undang Allah ini tidak pandang bulu dan suku, tidak melihat martabat dan pangkat, tidak mau tahu menahu jabatan dan kedudukan, tidak membedakan kaya atau miskin, yang awam maupun ilmuwan, semuanya pasti terkena dan menjalaninya. Dan barangkali tidak ada satupun manusia yang mengingkari dan menantangnya, semuanya pasti menerimanya. Dan memang begitulah kenyataannya.
Mengenai hal ini, Allah sWT menegaskan dengan firmanNya dalam Al-Quran: "Tiap-tiap yang berjiwa akan merasai mati." (QS.Ali Imran 3:185)
Dan firman Allah yang lain: "Di mana saja kamu berada, kematian akan mendapati kamu, walaupun kamu di mahligai-mahligai yang teguh." (QS.An-Nisa 14:78).
Kita sering melupakan maut. Kita melihat jenazah susul-menyusul di hadapan kita tiap hari. Tetapi, kita tidak pernah membayangkan bahwa kita juga akan mati. Kita berdiri dalam shalat jenazah, tetapi pikiran kita berputar mengelilingi dunia. Seorang dari kita mengira, bahwa maut itu pasti mengenai setiap makhluk kecuali Dia (Allah SWT). Sebenarnya manusia mengetahui bahwa dunia ini akan meninggalkannya atau dia yang meninggalkan dunia ini. Betapa pun dia hidup, pasti ia akan mati. Tidakkah umur 60 tahun, 70 tahun ataupun 100 tahun itu kita akan habis dan akan diganti dengan mati? Belumkah kita berkenalan dengan seseorang yang umurnya 100 tahun? Ia toh akhirnya akan mati. Nabi Nuh as, menurut Al-Quran berumur 950 tahun. Di manakah beliau sekarang? Apakah beliau masih hidup terus di dunia? Terhindarkah beliau dari maut?
Bila sudah demikian kenyataannya, mengapakah kita tidak pernah berpikir tentang maut? Dan mengapakah kita tidak bersiap sedia untuk menghadapinya, jika memang sudah pasti akan kita hadapi suatu hari nanti? Yah, mengapa? Seseorang yang akan menghadapi perjalanan jauh, namun tidak diberitahu kapan waktunya harus berangkat, tidakkah ia patut selalu dalam keadaan siap sedia (menyiapkan semua bekal amal kebaikan demi keberlanjutan hidupnya kelak di akhirat)? Begitu datang panggilan tentunya ia sudah siap.
Ingatlah malaikat maut datangnya sewaktu-waktu. Dia tidak akan memberitahu lebih dahulu dan memberikan tambahan waktu, walaupun cuma sebentar.
Masalahnya sekarang, apakah sebenarnya atau hakekat maut itu? Ada apa di balik itu? Bekal utama apa yang mesti kita bawa untuk menghadapinya? Jawaban atas pertanyaan-pertanyaan ini adalah amat sangat penting. Karena dari sanalah manusia akan menentukan arah dan bagaimana seharusnya ia berbuat di dalam hidupnya kini, agar nantinya ia bisa selamat dan bahagia.
Maut, pada hakekatnya adalah suatu kelahiran baru, suatu pelepasan dari alam yang sempit ke alam yang lebih luas, yaitu dari alam fana ke alam yang lebih panjang masanya, yakni alam akhirat. Dan inilah dibalik maut itu.
Bahwa kelak pada hari Qiyamat, setelah segenap ummat manusia dibangkitkan dari kubur masing-masing, mereka akan dihimpun di suatu tempat yang bernama Mahsyar (tempat perhimpunan). Kemudian, masing-masing akan dihadapkan kepada Mahkamah Allah SWT, yang Maha Adil dan Maha Bijaksana. Mereka akan dimintai pertanggungjawabannya atas kehidupannya di dunia, diperhitungkan amal perbuatannya dan ditimbang bobotnya. Atas dasar inilah dan rahmat Allahlah, kemudian seseorang akan ditentukan kedudukannya. Apakah ia akan menepati tempat yang penuh penderitaan dan siksaan (neraka), sebagai balasan atas kelalaian, kejahatan dan kedurhakaannya kepada Allah SWT. Sebagaimana kelanjutan Firman Allah: "Tiap-tiap yang berjiwa akan merasai mati, dan tidak akan disempurnakan balasan kamu manusia melainkan pada hari Qiyamat. Lantaran itu, barang siapa dijauhkan dari neraka dan dimasukkan ke syurga, maka selamatlah ia, karena kehidupan yang rendah (dunia) ini tidak lain kecuali benda yang menipu." (QS.Ali-Imran 3:185). Kemudian, bekal apa yang mesti kita bawa untuk menghadapi hal itu?
Kita hidup di dunia ini ibarat seorang yang sedang berlayar dengan kapal pesiar, ke luar negeri misalnya. Tentunya, sebelum berangkat kita akan mempersiapkan segala sesuatunya, terutama adalah perbekalan untuk memenuhi kebutuhan kita selama dalam perjalanan itu. Minimal, kita akan membawa uang yang cukup untuk di perjalanan dan selama berada di luar negeri. Akan tetapi, apakah kita akan membelanjakan uang kita hingga ludes hanya untuk menghias kita di atas kapal itu, tidak membawa uang sepeser pun? Jelas, hal itu tidak mungkin dan tidak akan mungkin kita lakukan. Kita pasti akan berpikir bukankah aku tinggal di kamar kabin kapal ini hanya beberapa minggu saja, sedangkan uang ini bisa kupergunakan untuk menyewa rumah di London, karena di sanalah nantinya aku akan berdiam lama, sebelum akhirnya aku akan plesir berbelanja ke Dubai, Uni Emirat Arab?
Begitulah perumpamaan kita hidup di dunia. Dunia ini hanyalah tempat persinggahan kita yang sementara. Sedangkan alam akhirat adalah tempat terakhir yang kita tuju, yakni alam yang abadi dan kekal. Nah, kalau sudah demikian perbekalan apakah yang mesti kita persiapkan? Allah SWT berfirman dalam Al-Quran: "Dan bawalah perbekalan, tetapi sebaik-baik perbekalan adalah taqwa." (QS.Al-Baqarah 2:197).
Taqwa ini amat sangat ditekankan oleh Islam. Sebagaimana Firman Allah dalam Al-Quran: "Hai orang-orang yang beriman: Bertaqwalah kepada Allah, dan hendaklah (tiap-tiap) jiwa memperhatikan apa yang telah disediakan untuk besok, dan bertaqwalah kepada Allah, karena sesungguhnya Allah mengetahui apa-apa yang kamu kerjakan." (QS.Al-Hasyr 59:18).
Kata taqwa berasal dari bahasa Arab: Ittaqa - Yattaqi artinya menjaga, melindungi. Dalam pengertian agama Islam adalah taat-tunduk-patuh-menyerah kepada segenap perintah Allah dan RasulNya serta menjauhi segala laranganNya tanpa syarat, tanpa tawar-menawar. Jadi apapun perintah Allah dan RasulNya, sebagai seorang muslim yang konsekuen, tidak ada alternatif lain, kecuali: "Sami'na wa Ata'naa! (kami dengar dan kami taat) bukan Sami'na wa Ashainaa (kami dengar tapi kami langgar).
Ketaqwaan seseorang tidak bisa dilihat oleh mata dan tidak bisa diukur dari luas tidaknya pengetahuan agama seseorang. Tetapi yang jelas, ketaqwaan bagi seorang mukmin adalah pertanda mantapnya keimanan yang mengejawantah dalam amaliah lahiriyah, baik dalam hubungan dengan Allah maupun hubungannya dengan sesama insan. Mukmin yang taqwa di dalam situasi apapun dan kondisi bagaimanapun, langkahnya akan tetap seimbang dan stabil. Sebagaimana firman Allah: "Maka barang siapa yang bertaqwa dan berbuat baik, tidak ada ketakutan atas mereka dan tidaklah mereka berduka cita." (QS.Al-A'raf 7:35).

Perkembangan dan Pemeliharaan Iman

Setiap bayi yang lahir ke dunia sudah diberi Allah bibit iman yang disimpan pada suatu tempat yang disebut Qalbun. Untuk pemeliharaan dan perkembangan iman itu pertama kalinya diserahkan kepada orang tuanya, sesuai dengan sabda Nabi Muhammad SAW yang artinya sebagai berikut: "Bayi lahir dalam keadaan suci bersih (qalbunnya) hanya karena pendidikan bapak-ibunyalah ia menjadi beragama Yahudi, Nasrani atau Majusi." (Alhadits).
Misalkan bibit iman tersebut kita umpamakan dengan sebuah biji dalam tumbuh-tumbuhan, maka pertumbuhan dan perkembangan bibit iman itu sangat tergantung pada:

a. Tanah, yaitu lingkungan/pergaulan. Manusia selama hidupnya tidak terlepas dari tiga lingkungan/pergaulan, yaitu: rumah tangga, sekolah/tempat kerja dan diluar keduanya. Lingkungan ini sangat besar pengaruhnya dalam pembinaan karakter dan pribadi seseorang, juga dalam pertumbuhan iman. Nabi Muhammad SAW, bersabda "Perhatikan lingkungan tetangga sebelum mendiami rumah." (Alhadits).
- Lingkungan pertama yaitu rumah tangga. Di sini pertama kalinya iman seseorang dikembangkan. Untuk mengembangkan dengan baik, rumah tangga harus bernafaskan agama. Pendidik pertama adalah ibu. Sejak si anak masih di dalam kandungan ibu, seratus persen si bayi dalam pengaruh ibu, hingga dua tahun menyusuinya. Tepat sekali sabda Nabi Muhammad SAW: "Surga itu terletak di bawah telapak kaki ibu." (Alhadits).
- Lingkungan kedua adalah sekolah/tempat kerja. Inipun membantu pertumbuhan iman dalam lingkungan pertama. Lingkungan kedua ini adakalanya akan membantu dan menjadikan pembinaan pada lingkungan pertama tetapi ada kalanya juga akan menghancurkan.
- Lingkungan ketiga adalah lingkungan di luar lingkungan kesatu dan kedua yang menentukan. Meskipun baik pembinaan iman pada lingkungan pertama dan kedua jika tidak waspada dalam lingkungan ketiga ini dapat menghancurkan apa yang selama ini sudah dibina dengan susah payah.

b. Air, sebagaimana halnya suatu tumbuh-tumbuhan tidak mungkin akan tumbuh dengan baik tanpa siraman air. Iman pun demikian. Ia harus disiram pada saat-saat tertentu, siramannya berupa pendidikan dan penerangan agama yang diperintiskan/bersumber pada Al-Quran dan sunnah Nabi. Firman Allah dalam Al-Quran Surat Al-Anfal ayat 2: "Sesungguhnya orang mukmin itu bilamana disebut-sebut nama Allah itu akan gemetar hatinya dan bilamana dibacakan ayat-ayatnya bertambah kuat imannya dan kepada Tuhannyalah mereka berserah diri."

c. Sinar matahari, hidayah dari Allah. Meskipun tanahnya subur, airnya terus-menerus mengalir belum tentu bibit iman itu tumbuh dengan baik tanpa adanya sinar matahari, yaitu hidayah dari Allah. Mengingatkan kita peristiwa Abu Thalib (paman Nabi Muhammad SAW) yang sangat berjasa pada Nabi, hidup dalam lingkungan yang serba baik sebab selalu mendampingi Nabi dan sering mendengarkan ayat-ayat Al-Quran yang dibacakan oleh Nabi, bahkan oleh Nabi sering didoakan agar segera menyatakan keimanannya. Akan tetapi karena tidak mendapatkan hidayah dari Allah SWT, matilah ia dalam keadaan kufur. Bahkan Rasulullah mendapatkan peringatan dari Allah: "Sesungguhnya engkau Muhammad tidak dapat memberi petunjuk sekalipun kepada orang yang engkau cintai, akan tetapi Allah memberi petunjuk kepada orang yang ia kehendaki. Dan ia lebih mengetahui orang-orang yang mendapatkan petunjuk." (Al-Quran surat Al-Qashash ayat 56). Oleh karena itu, setiap muslim diwajibkan memohon hidayah kepada Allah sekurang-kurangnya 17 kali sehari, sebagaimana yang tercantum dalam Al-Quran Surat Al-Fatihah ayat yang terakhir: "Tunjukilah kami ya Allah kepada jalan yang lurus, yaitu jalannya orang-orang yang Engkau beri nikmat atas mereka. Bukan jalannya orang-orang yang Engkau murkai dan bukan jalannya orang-orang yang sesat.

d. Pupuk, beribadah dan beramal saleh. Demi suburnya bibit iman itu harus dipupuk dengan ibadah, baik ibadah khususiyah terutama shalat, puasa, dzikir, dan membaca Al-Quran, maupun ibadah umumiyah (berbuat jasa kepada masyarakat). Sabda Rasulullah SAW: "Iman itu kadang-kadang bertambah kadang-kadang juga berkurang." (Alhadits).

e. Dipelihara dari hama dan penyakit. Hama dan penyakit di sini yang dimaksud adalah kemaksiatan dan kemungkaran. Setiap amal perbuatan panca indra yang tidak cocok dengan tuntutan agama merupakan dosa. Dosa itu merupakan titik-titik hitam di dalam qalbun (jantung) tempat iman bersemayam. Bilamana qalbun tempat iman tertutup oleh titik-titik hitam, orang itu akan mempunyai tiga sifat, yaitu: shummun, bukmun, dan 'umyun (tuli, bisu, dan buta mata hatinya). Jika titik-titik hitam itu dibiarkan tidak dihapus dengan istighfar dan tobat, ia akan menutupi sinar iman yang ada pada qalbun itu, sebagaimana yang tercantum dalam Al-Quran Surat Al-Baqarah ayat 7: "Allah menutup atas qalbun mereka dan atas pendengaran mereka, serta atas penglihatan mereka yang ditutup dengan tabir. Dan bagi mereka siksaan yang berat."
Iman itu diumpamakan akar tumbuh-tumbuhan. Karena itu jika akarnya kuat menghujam ke tanah, maka tegaklah batang tumbuh itu dan lebah buahnya, sebab akar berfungsi sebagai penegak batang dan penghisap zat makanan dari dalam tanah yang menyebabkan buahnya menjadi lebat.
Firman Allah dalam surat Ibrahim ayat 24-25 yang artinya: "Tidakkah engkau melihat bagaimana Allah membuat suatu perumpamaan (kalimat thoyyibah) seperti sebuah pohon yang baik, akarnya menghujam ke tanah dan batangnya ke langit. Dan Allah membuat contoh-contoh perumpamaan untuk manusia agar supaya mereka ingat kembali."
Penelaahan dalam uraian ini pun dapatlah kiranya menjadikan penawar serta penyiram rasa taqwa dan keimanan kita untuk kemudian dilimpahkan ilmu serta penghayatan yang sempurna sehingga kita benar-benar menjadi seorang mukmin yang sejati.

Peranan Aqidah dalam Kehidupan Manusia

Sejarah ummat manusia telah membuktikan, dimanapun dan pada saat apa pun manusia berada, mereka senantiasa memiliki keyakinan akan adanya kekuatan yang menguasai diri dan kehidupan ini, kekuatan yang menciptakan alam semesta ini beserta seluruh kehidupannya, keyakinan akan keberadaan Sang Pencipta. Seorang pakar sejarah menyatakan bahwa dalam sejarah ummat manusia kita bisa mendapatkan kota-kota yang tidak memiliki istana, benteng-benteng pertahanan atau pabrik-pabrik, tetapi tidak ada satu kota pun yang tidak mempunyai tempat peribadatan.

Selamat dari Kepribadian Ganda (Split Personality)
Iman kepada Allah menjadikan setiap manusia hanya mempunyai satu tujuan dalam hidupnya, yaitu mendapatkan keridhaan Allah semata, dengan demikian ia terhindar dari pertentangan batin akibat bercabangnya tujuan dalam hidupnya atau terpecahnya perhatian akibat kebingungan dalam menanggapi perintah-perintah dalam hidupnya yang saling bertentangan. Tauhid menanamkan keyakinan dalam diri manusia, bahwa tidak ada yang ditaati selain Allah, dengan kata lain hanya Allah-lah satu-satunya yang wajib ditaati perintahNya dan satu-satunya yang mesti diibadahi, tiada seorang pun yang perintahnya wajib ditaati jika bertentangan dengan perintah Allah, bahkan perintah kedua orang tua sekalipun.
Allah berfirman: "Allah membuat perumpamaan seorang budak yang dimiliki oleh serikat yang saling berselisih dengan seorang budak yang dimiliki oleh seorang majikan, apakah sama diantara keduanya, segala puji bagi Allah, tetapi kebanyakan mereka tidak mengetahuinya." (QS.Az-Zumar:29).
Seorang yang menyekutukan Allah tidak akan bisa tenang dalam hidupnya, karena ia harus melaksanakan berbagai perintah dan tugas yang sering kali satu sama lain saling bertentangan dari pihak-pihak yang menjadi atasannya. Hal ini karena meyakini berbagai nilai-nilai yang saling bertentangan dan mengabdi kepada berbagai kepentingan, menyebabkan seseorang berkepribadian ganda dan aneh. Imam al-Banna pernah menyatakan keheranannya pada manusia bertipe ganda semacam ini, orang semacam itu lima menit yang lalu berdialog hangat tentang masalah agama dan nasib ummat Islam bersama seorang ulama, dan lima menit kemudian ia berpidato menyampaikan ide-ide komunisme atau kapitalisme. Sungguh suatu hal yang mengherankan, dan bisa terjadi di jaman modern seperti sekarang. Salah satu bentuk kemunafikan dalam wujud yang nyata.

Bebas dari Belenggu Hawa Nafsu
Ketika iman tertanam dalam diri seorang mukmin, ia akan dapat membebaskan dari penghambaan seorang manusia kepada hawa nafsu yang ada dalam dirinya. Keyakinannya akan adanya adzab Allah mampu mencegahnya untuk melampiaskan hawa nafsunya pada jalan yang haram. Rasa malu yang ditimbulkan dari keimanan akan mendorongnya untuk senantiasa jujur dalam hidupnya, menghindari dusta dan meninggalkan seluruh kemungkaran sekalipun tidak ada orang lain di sekitarnya.
Hawa nafsu hanya dapat melihat kesenangan semata tanpa mampu melihat bahaya yang mengancam sebagai akibatnya. Seorang pezina hanya melihat kenikmatan dari perbuatan zina, tanpa berpikir akibatnya terhadap kesehatan dirinya, keutuhan keluarganya dan etika yang berlaku di tengah masyarakatnya. Seorang koruptor hanya berupaya menumpuk harta sekalipun dari jalan yang haram, tanpa pernah peduli akibatnya terhadap penderitaan rakyat yang diperasnya, tatanan sistem yang bisa amburadul karena korupsi, dan ekonomi biaya tinggi yang mencekik kehidupan masyarakat banyak. Begitu pula dengan para politikus yang hanya mengincar jabatan, hanya akan melahirkan pejabat-pejabat yang memeras rakyat dengan jabatannya, tanpa pernah memikirkan nasib dirinya setelah hilang masa jabatannya dan setelah hilang nyawanya saat dihadapkan kepada Allah. Mereka tidak pernah bisa berpikir panjang, karena hawa nafsu telah menyumbat telinganya hingga tuli, telah menutup matanya hingga buta dan memandulkan akalnya hingga dungu. Iman kepada Allah dapat membebaskan manusia dari belenggu hawa nafsu tersebut. Dan beruntunglah mereka yang membersihakan dirinya dari hawa nafsu.

Penutup
Sesungguhnya kemajuan teknologi dan kian pesatnya peradaban materi manusia, tidaklah mampu melepaskan manusia dari berbagai ketakutan. Ketakutan manusia primitif di masa lalu masih menjadi ketakutan manusia modern saat ini. Bahkan ketakutan itu kian bertambah, pesatnya perkembangan teknologi nuklir maupun rekayasa genetika, misalnya telah menimbulkan kecemasan akan nasib masa depan peradaban ummat manusia di masa depan. Wabah AIDS yang telah menelan jutaan jiwa belum bisa diatasi oleh kemajuan dunia kedokteran, kecanggihan alat komunikasi tidak mampu melenyapkan kekhawatiran manusia terhadap ancaman perang, terorisme, perkembangan industri diikuti oleh pelanggaran hak asasi manusia dan peningkatan kriminalitas. Semua itu menjadi bukti bahwa teknologi bukanlah solusi atas segala permasalahan kehidupan manusia, apalagi menggantikan peranan agama bagi kehidupan manusia.
Manusia secanggih apapun peradabannya, tidaklah dapat menyangkal akan keberadaan Allah, Tuhan yang sesungguhnya. Penyangkalan manusia kepadaNya hanyalah argumentasi lain bagi dirinya dalam mempertuhankan Tuhan selain Allah, tuhan teknologi (seperti yang dianut beberapa artis hollywood dan para ilmuwan Amerika dengan munculnya paham scientologi, agama baru dengan tuhannya adalah ilmu pengetahuan ; naudzubillah min dzalik), tuhan materialisme, dan tuhan-tuhan lainnya. Pada saat manusia kufur kepada Allah dan menolak kehadiran agama (ad-dien) yang dibawa oleh para RasulNya, mereka berkehendak untuk menyusun dan menciptakan agama (sistem kehidupan) yang selaras dengan apa yang mereka pikirkan, dan segala yang mereka inginkan. Sistem kehidupan yang tidak membawa nilai-nilai Ilahi di dalamnya, apalagi mendasarkan seluruh aturan hidupnya.
Aturan di mana kebenaran, keadilan dan kebaikan ditentukan oleh manusia, oleh para pembuat undang-undangnya. Kebenaran yang bisa ditawar-tawar oleh sesama mereka, keadilan yang tidak sama untuk pihak yang berbeda, kebaikan bagi segelintir orang dan penderitaan bagi yang lain. Kehidupan manusia yang tidak mendasarkan dirinya terhadap aturan Ilahi, Muhammad Quthub menyebutkan kehidupan semacam ini sebagai kehidupan jahiliyah, adalah kehidupan di mana nilai dan kehormatan manusia meluncur drastis hingga lebih buruk daripada binatang melata, sekalipun peradaban materinya melesat pesat. Dan manusia-manusia yang hidup dan menghendaki kehidupan semacam itu, aqidah dan agama ini dikesampingkan, adalah orang-orang yang tertipu, sesat dan disesatkan oleh perilakunya sendiri. Wallahu a'lam.

TA'ZIYAH

Seorang mukmin yang melakukan ta'ziyah kepada saudaranya yang ditimpa musibah, maka Allah SWT akan memakaikan pakaian kehormatan untuknya di hari kiamat. (riwayat Ibnu Majah, Baihaqi dari Umar ibn Hazm).

Menunjukkan turut berduka cita.
Apabila seorang muslim/muslimah meninggal dunia, sebaiknyalah orang-orang Islam lainnya datang ke tempat orang yang ditimpa musibah itu untuk turut berdukacita (belasungkawa) kepada keluarganya. Dalam istilah agama Islam, perbuatan itu disebut ta'ziyah, berasal dari kata al-'aza, yang berarti sabar. Ta'ziyah ialah menyabarkan.
Di Jakarta, ta'ziyah itu dinamakan melawat, di Sumatera disebut dengan istilah menjenguk, di Medan disebut tukam, dan di Jawa Tengah dan Jawa Timur disebut dengan istilah ngelayat.
Dilihat dari sudut pandang agama Islam, ta'ziyah itu hukumnya adalah sunnah.
Adapun pengertian ta'ziyah yang dimaksudkan dalam uraian ini bukanlah sekedar memperlihatkan muka (muncul dan hadir), menyatakan turut berkabung, menyabarkan orang yang ditimpa musibah itu, tapi jauh lebih luas daripada itu, yaitu mencakup kepentingan orang yang meninggal dunia itu, malah juga untuk kepentingan orang yang melakukan ta'ziyah itu sendiri. Pada hakekatnya, sasaran yang kedua dan ketiga ini haruslah lebih diutamakan daripada sasaran yang pertama, lebih-lebih jika ditinjau dari sudut akidah, amaliah, dan muamalah menurut ajaran Islam. Tujuan dan niat melakukan ta'ziyah itu ialah sebagai pemberian penghormatan yang terakhir terhadap yang meninggal itu dan hendaknya memberikan faedah pula untuk jenazah yang bersangkutan.

Shalat jenazah.
Penghormatan terakhir yang memberikan keuntungan kepada jenazah yang bersangkutan ialah apabila orang yang datang ta'ziyah itu turut mendoakan agar dosa orang yang meninggal itu diampuni Allah SWT. Sebab salah satu jembatan yang masih dapat menghubungkan antara orang-orang hidup dengan orang-orang yang sudah mati ialah doa. Doa itu secara khidmat diucapkan tatkala menyembahyangkan jenazah itu, dimana antara lain dimohonkan doa yang artinya sebagai berikut:
"Ya Allah! Ampunilah dia, kasihanilah dia, maafkanlah dia, muliakanlah kedudukannya, lapangkanlah tempat masuknya dalam kubur, mandikanlah ia dengan air, salju dan air sejuk, bersihkanlah dia dari dosa-dosa sebagaimana kain putih dibersihkan (dari) kotoran. Gantilah rumahnya dengan tempat tinggal yang lebih baik daripada rumahnya di dunia, gantilah keluarganya dengan keluarga yang lebih baik daripada keluarganya di dunia, gantilah jodohnya dengan jodoh yang lebih baik daripada jodohnya di dunia, dan peliharalah dia dari cobaan-cobaan dalam kubur dan siksa neraka (riwayat Muslim).
Alangkah lengkap dan indahnya doa tersebut. Turut melakukan shalat jenazah adalah pertolongan yang langsung dapat diberikan untuk orang yang meninggal dunia itu. Itulah cara pemberian penghormatan terakhir yang berfaedah kepada yang meninggal, bukan dengan menaburkan bunga di atas pusaranya.
Dalam suatu hadist diterangkan bahwa apabila banyak orang-orang yang turut menyembahyangkan jenazah, maka hal itu akan meringankan kepada jenazah tersebut. Hadist itu menyatakan:
"Apabila seorang muslim meninggal dunia, kemudian jenazahnya dishalatkan oleh 40 orang yang tidak menyekutukan Allah, maka syafaat (permohonan ampunan) yang mereka mohonkan itu pastilah diterima Allah SWT." (riwayat Ahmad, Muslim dan Abu Daud).
Acapkali terjadi, jenazah seorang yang meninggal dunia harus dishalatkan oleh beberapa orang saja, meskipun yang datang melakukan ta'ziyah berjumlah ratusan orang. Hal yang demikian seringkali terjadi di kota-kota besar dimana minat terhadap nilai-nilai upacara keagamaan semakin menipis. Alasan karena tidak mengetahui tatacara shalat jenazah sama sekali tidak dapat diterima. Sebab kalau dia sudah mengerti shalat wajib yang biasa, maka shalat jenazah lebih mudah dan lebih sederhana daripada itu. Hanya terdiri dari 4x takbir. Pada takbir pertama membaca surat Al-Fatihah, pada takbir kedua membaca shalawat kepada Nabi, takbir ketiga membaca doa. Kalau tidak hafal doa yang agak lengkap, cukup dengan doa yang pendek saja, umpamanya: Allahummaghfirlahu (untuk laki-laki) atau Allahummaghfirlaha (untuk wanita). Pada takbir yang keempat mendoa lagi, kemudian memberi salam.

Wanita dan shalat jenazah.
Melakukan shalat jenazah itu tidaklah hanya fardhu kifayah untuk kaum laki-laki, tapi juga buat kaum wanita. Di zaman Rasulullah, sering kali kaum wanita turut melakukan shalat jenazah. Tatkala Sa'ad bin Abi Waqash meninggal dunia, maka para istri Rasulullah telah memintakan agar jenazahnya ditaruh di mesjid, dan kemudian mereka melakukan shalat jenazah. Istri-istri para sahabat, turut menyembahyangkan jenazah Rasulullah saat beliau wafat. Kaum wanita dapat melakukan shalat jenazah itu dalam kelompok mereka, atau juga mengikut di belakang kaum laki-laki seperti shalat jamaah biasa. Apabila tempatnya sempit, dapat dilakukan shalat jenazah secara berkelompok secara bergiliran. Yang penting, ialah meningkatkan minat supaya merasakan pentingnya turut melakukan shalat jenazah itu, sebab seperti diterangkan diatas, itulah penghormatan atau pertolongan terakhir yang dapat dilakukan terhadap seseorang yang meninggal dunia, yang secara langsung menguntungkan dan meringankan kepada jenazah yang bersangkutan.
Selain dari itu, keuntungan pahala shalat jenazah iu akan dihayati oleh orang yang turut melakukan shalat jenazah tersebut, seperti dijelaskan dalam satu hadist berikut yang artinya:
"Barangsiapa yang turut mengantar jenazah dan menyembahyangkannya, ia mendapat pahala satu qirath. Orang-orang yang turut menghantarkannya sampai selesai dikuburkan, ia mendapat pahala dua qirath. Satu qirath (nilai pahalanya) paling sedikit sebesar gunung Uhud." (Riwayat Jamaah).
Pada hadist tersebut Rasulullah menggunakan kata-kata yang bersifat metaphora (perbandingan), mengumpamakan pahala menyembahyangkan dan mengantar jenazah itu laksana sebesar gunung Uhud, untuk melukiskan tentang keutamaan (fadhilah) hal-hal yang bersangkutpaut dengan ta'ziyah itu.
Kesempatan yang demikian hanyalah terjadi sewaktu-waktu, kadang-kadang sekali dalam tiga bulan atau setengah tahun, sehingga sebaiknya jangan disia-siakan atau dibiarkan lewat begitu saja.

Memupuk solidaritas dan ukhuwah.
Dilihat dari sudut kemasyarakatan (sosiologi), ta'ziyah itu memupuk semangat solidaritas (kesetiakawanan) dan ukhuwah (persaudaraan) yang menjadi fondasi yang penting dalam membangun masyarakat yang harmonis dan marhamah, yang diliputi oleh kecintaan dan kasih sayang.
Apabila seseorang yang ditimpa musibah, umpamanya mendapat kecelakaan, kematian dan lain-lain, kemudian orang banyak berdatangan menunjukkan keprihatinan, maka hal itu bukan saja merupakan obat dan penawar, tapi efek dan pengaruhnya tak ubahnya laksana semen yang dapat merekatkan batu-batu dan pasir-pasir menjadi satu landasan yang kuat. Sudah pasti hal yang demikian meninggalkan kesan yang tidak mudah dilupakan, merapatkan persaudaraan, mengeratkan hubungan. Pada saat orang yang melakukan ta'ziyah itu menerima giliran ditimpa musibah, maka yang bersangkutan akan memerlukan orang lain untuk menghiburnya, membantu persiapan dan penyucian jenazah, dan terlebih lagi memberikan dukungan moral, sehingga dengan demikian terbinalah hubungan persaudaraan dan kemasyarakatan yang laksana matarantai yang saling bertaut.
Disinilah terletak rahasia ajaran Islam dalam bidang kehidupan yang selalu mengandung nilai-nilai ijtima'iyah, kemasyarakatan, dan sosiologis.

Menangis waktu ta'ziyah.
Ketika seorang keluarga yang dekat atau sahabat yang rapat meninggal dunia, biasanya timbullah kesedihan dan dengan tidak terasa airmata bercucuran, menangis terisak-isak. Jika terbatas sekedar menangis saja, hal yang demikian adalah wajar dan merupakan manifestasi dari kesedihan, yang menjadi tabiat manusia. Namun yang dilarang keras oleh Islam adalah tidak boleh meratap, mengeluarkan jeritan-jeritan dan histeria yang berlebihan. Malah menurut suatu hadist, hal yang demikian merupakan satu siksaan bagi jenazah yang sedang terletang itu.
Ketika putra Rasulullah, Ibrahim, meninggal dunia, yang baru berusia kira-kira 17 bulan, maka beliaupun menangis karena begitu sedih. Pada saat itulah keluarga beliau mengatakan:
"Sesungguhnya mata itu berlinang, hati dukacita, tapi kami tidak ucapkan kecuali (hal) yang diridhai oleh Allah. Kami semua berdukacita karena berpisah dengan engkau hai Ibrahim."
Dapatlah disimpulkan, bahwa fungsi mata itu bukan saja untuk melihat sesuatu, tapi juga untuk menangis pada waktunya. Tapi menangis ditimpa musibah, setelah air mata mulai kering, haruslah segera berpegang pada tumpuan:
"Kita semua adalah milik Allah, dan akan kembali kepadaNya." (QS.Albaqarah 156).