Rabu, 19 Januari 2011

AQIDAH ISLAMIYAH

"Bukanlah menghadapkan wajahmu ke arah timur dan barat itu suatu kebaktian, akan tetapi sesungguhnya kebaktian itu ialah beriman kepada Allah, hari kemudian, malaikat-malaikat, Kitab-Kitab dan Nabi-Nabi." (QS. Al-Baqarah II: 177).
Arti dan pengertian Aqidah.Kerangka agama Islam pada garis besarnya terdiri dari tiga unsur pokok, yaitu:1. Aqidah2. Syariah, yang terbagi pula kepada ibadah dan muamalah (antar hubungan)3. Akhlak.Yang menjadi pembahasan kita sekarang ialah soal Aqidah.Perkataan Aqidah yang berasal dari kata kerja aqada, artinya menurut ilmu bahasa ialah ikatan, simpulan.Adapun pengertiannya menurut istilah Syariah seperti dirumuskan oleh Prof. Farid Wajdi ialah "tali yang mempertautkan hati dengan Allah SWT." (Dairatun Ma'arif Qurnil 'Isyrin, jilid IV, hal 518).Prof. Mahmud Syaltut, bekas rektor Al-Azhar University beberapa puluh tahun yang lalu merumuskan definisi Aqidah itu sebagai suatu sikap yang perama kali dituntut untuk dipercayai dengan keimanan yang bulat, yang tidak boleh dicampuri oleh syak-wasangka dan tidak dipengaruhi oleh keragu-raguan." (Al-Islam, Aqidah wa Syari'ah, hal 12).Jika kerangka agama Islam diibaratkan seumpama satu bangunan, maka Aqidah itu adalah laksana fondasi yang menjadi landasan dan tumpuan bangunan tersebut.Apabila fondasi bangunan itu dibuat dari beton, maka ia akan berdiri tegak sepanjang zaman dan pada adatnya tidak akan runtuh walaupun digoncang oleh gempa.Hubungan antara ketiga unsur pokok kerangka Islam itu (Aqidah, Syariah dan Akhlak) boleh dikatakan saling berkaitan dan bertautan antara satu dengan yang lain. Apalagi dengan Syariah, yang merupakan sarana pelaksanaan dari pokok-pokok yang digerakkan oleh Aqidah itu.Mengenai hubungan tersebut, dilukiskan lebih jauh oleh Prof. Mahmud Syaltut sebagai berikut:"Posisi Aqidah menurut Islam adalah sebagai pokok yang di atasnya dibina peraturan-peraturan keagamaan (Syariah). Syariah itu adalah hasil yang dilahirkan oleh Aqidah. Dengan demikian, tidaklah ada Syariah dalam Islam tanpa Aqidah, sebagaimana Syariah itu sendiri tidak akan berkembang kecuali di bawah naungan Aqidah.Oleh sebab itu, Syariah tanpa Aqidah adalah laksana bangunan yang bertingkat tanpa fondasi.Aqidah itu tidaklah berlandaskan kepada kekuatan yang abstrak dan tidak bergantung kepada kekuatan yang datang dari luar badannya.Dalam Al-Quran, hal-hal yang bersangkut paut dengan Aqidah itu disebut dengan Iman, sementara yang bersangkut paut dengan Syariah itu disebut amal-sholeh.
Aqidah dan hati nurani.Pada hakekatnya, Aqidah itu bersumber dalam hati nurani. Apa yang dipercayai itu harus dikukuhkan kebenarannya (tasdiq) oleh hati nurani, tidak boleh ragu-ragu. Harus bulat dan mantap.Aqidah Islamiyah mengandung 6 pengakuan dan pengenalan, yaitu:1. Mengenal (ma'rifat) kepada Allah SWT.Mengenal asma-asma Allah (nama-nama Allah) yang mulia dan sifat-sifatNya yang terhormat. Juga mengetahui dalil-dalil tentang Wujud-Nya dan kenyataan-kenyataan sifat-sifat keAgunganNya dalam alam semesta ini.2. Mengenal hal-hal di balik alam semesta ini.Yaitu, alam yang tidak dapat dilihat dengan panca indra. Demikian pula mengenai kekuatan-kekuatan kebaikan yang terkandung di dalamnya yang berbentuk malaikat. Juga kekuatan-kekuatan yang jahat yang berbentuk iblis dan pasukannya dari golongan syaitan. Juga mengenal hal-hal lainnya yang ada di alam ini seperti jin dan ruh.3. Mengenal Kitab-Kitab Suci.Ma'rifat dengan Kitab-Kitab Allah yang diturunkanNya kepada para Rasul, untuk dijadikan pegangan membedakan antara yang haq dan yang batil, antara yang baik dengan yang buruk, antara halal dengan yang haram, antara yang bagus dengan yang keji.4. Mengenal para Nabi dan Rasul.Ma'rifat dengan Nabi-Nabi dan Rasul-Rasul yang dipilih oleh Allah SWT untuk menjadi pembimbing tentang petunjuk dan pemimpin semua makhluk menuju kebenaran (haq).5. Mengenal hari akhirat.Ma'rifat dengan hari kemudian dengan segala peristiwa-peristiwa yang akan terjadi pad saat itu, seperti bangkit dari kubur dan mendapat pembalasan, menerima pahala atau siksa, sorga atau neraka.6. Mengenal qadha atau qadar.Ma'rifat kepada takdir, yang di atas landasannya berjalan peraturan segala yang ada di alam semesta ini, baik yang menyangkut dengan penciptaannya maupun pengaturannya.Pengenalan (ma'rifat) terhadap keenam hal itu, yang lebih umum dikenal dengan rukun Iman, adalah merupakan tonggak utama dari Aqidah Islamiyah.
Pemahaman terhadap isi Aqidah itu berlaku untuk sepanjang masa, sejak dari dahulu sampai ke akhir zaman, tidak berubah-ubah, walaupun berganti zaman dan situasinya.Peranan Aqidah itu amat menentukan sekali dalam membentuk corak hidup manusia, apakah bahagia atau celaka dan sebagainya. Dalam hubungan ini, Sayid Sabiq menyimpulkan:"Aqidah itu merupakan ruh (semangat, jiwa) bagi setiap orang. Dengan berpegang teguh kepada Aqidah itu ia akan menghayati kehidupan yang baik (hayatan thaiyibah). Tanpa Aqidah, mati pulalah semangat dan ruh manusia. Aqidah itu laksana cahaya, apabila tidak memancar, maka manusia akan tersesat dalam liku-liku kehidupan ini dan kemudian akan terjerumus ke dalam lembah kesesatan yang dalam. Selain dari itu, Aqidah tersebut menjadi sumber dari sifat-sifat yang lembut dan kasih sayang, tempat menyemaikan perasaan-perasaan yang halus dan indah, juga menjadi tempat tumbuh budipekerti (akhlak) yang mulia dan utama." (Al-'Aqaidul Islamiyah, hal 11).
Kalimat Syahadat, urat nadi Aqidah.Dua unsur yang merupakan urat nadi Aqidah itu menjadi anak kunci membuka pintu gerbang Islam, untuk diakui menjadi seorang muslim. Dua unsur tersebut ialah ucapan Syahadat, yang artinya:"Saya bersaksi (mengaku) bahwa tidak ada Tuhan selain Allah, dan bahwa Nabi Muhammad adalah Utusan Allah."Pengakuan yang demikian, yang lebih dikenal dengan sebutan Kalimat Syahadat, haruslah diucapkan oleh seorang pemeluk Islam atau orang yang hendak menganut agama Islam. Keislaman seseorang belum syah tanpa mengucapkan kalimat syahadat itu.Kalimat syahadat itu harus diucapkan secara formil dengan lidah (ucapan). Tentu saja pengakuan yang diucapkan itu semestinya sesuai dengan suara dan pengakuan hati nurani sendiri. Tetapi, untuk mengetahui apakah sesuai ucapan dengan getaran hati nurani itu, hal tersebut adalah masuk dalam kompetensi Allah SWT, karena hanya Allah-lah yang tahu setiap isi hati makhluk ciptaanNya.Oleh sebab itu, syarat yang ditetapkan pada tingkat pertama untuk menjadi seorang muslim hanyalah mengucapkan kalimat syahadat itu saja, sedang hakekat yang sebenarnya dalam hati adalah urusan orang yang bersangkutan dengan Allah SWT.Sesudah mengucapkan kalimat syahadat itu, barulah terpikul di atas pundak orang yang bersangkutan kewajiban-kewajiban yang harus dilaksanakan oleh seorang muslim.Ucapan bahwa tidak ada tuhan selain Allah, mengandung dua aspek pengakuan. Pertama, pengakuan bahwa hanyalah Allah SWT sajalah yang menciptakan makhluk dan mengasuh serta mengatur alam semesta, yang dalam ilmu Aqaid dinamakan Tauhid Rububiyah. Kedua, bahwa hanya Allah SWT sajalah yang harus disembah dan tempat berbakti, yang disebutkan dengan istilah Tauhid Ululiyah.Adapun ucapan bahwa "Muhammad adalah Utusan Allah" mengandung pengakuan akan mengikuti jejak Nabi Muhammad s.a.w. dengan mematuhi segala peraturan-peraturan yang disampaikannya, yang semuanya bersumber dan datang dari Allah Pencipta alam semesta ini. Inilah pengertian konsekuensi kalimat syahadat itu.Dipandang dari sudut perkembangan kejiwaan, maka ucapan kalimat syahadat itu menciptakan perubahan yang radikal dalam alam kehidupan manusia yang bersangkutan. Kalimat syahadat tersebut tak ubahnya sebagai transformator yang memindahkan sesuatu hal dari satu keadaan yang lama kepada keadaan yang baru. Diantaranya, dari seorang yang kafir menjadi seorang muslim; dari seorang yang kotor menjadi seorang yang bersih lagi suci; dari seorang yang tidak percaya menjadi seorang yang beriman; dari seorang calon penghuni neraka yang kekal menjadi seorang calon penghuni surga, dan seterusnya.Dalam pada itu, sebagai konsekuensi ucapan kalimat syahadat itu, dapat pula membawa perubahan yang radikal dalam bidang hukum (yurisprudensi). Umpamanya, apabila meninggal dunia seseorang yang sudah masuk Islam dengan mengucapkan kalimat syahadat itu, sedang anaknya masih memeluk agama lain, maka menurut hukum Islam, anak tersebut tidak berhak menerima harta warisan yang ditinggalkan ayahnya itu. Malah perbedaan aqidah bisa memutuskan hubungan perkawinan antara suami istri. Umpamanya si istri memeluk agama Islam dengan mengucapkan dua kalimat syahadat, sedang si suami tetap pada agamanya yang lama, maka menurut hukum Islam, mereka tidak boleh lagi hidup sebagai suami istri. Sebab seorang wanita muslimah tidak diperkenankan mempunyai suami non Islam.Dilihat dari sudut jaminan tentang hak-hak asasi manusia, maka orang yang mengucapkan kalimat syahadat itu tidak boleh diperangi, tidak boleh dibunuh, dan harus dilindungi hak diri serta harta bendanya, dan setiap umat Islam harus saling melindungi satu sama lain, walau berbeda suku, ras maupun jenis dan warna kulitnya. Apapun ras, warna kulit, suku bangsanya, bilamana ia beragama Islam, maka ia adalah saudara, dan harus senantiasa saling bantu membantu satu sama lain.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar