Rabu, 19 Januari 2011

KEMEWAHAN HIDUP

"Dan berkatalah para terkemuka dari kaumnya, yakni orang-orang kafir dan yang mendustakan kepastian akan menemui hari akhirat bersama orang-orang yang telah Kami mewahkan mereka daalm kehidupan dunia. Orang ini tak lain hanyalah manusia juga seperti kamu; ia makan seperti yang kamu makan dan ia minum seperti apa yang kamu minum." (QS. Al-Mu'minun XXIII:33).

Sesuai dengan sifat manusiawi, semua orang ingin kesenangan dan kemewahan dalam kehidupan. Ingin segala kelezatan, segala keindahan hidup lahiriah dan ingin segala cukup, segala ada dan serba lengkap. Sebab menurut pikirannya kehidupan yang demikianlah kebahagiaan yang dicari dan yang diusahakan dalam hidup ini.
Anak manusia mendambakan, kiranya di dunia ini jangan ia susah dan payah, baik fisik atau jiwanya. Dan ini tidak tercapai, kalau bahan dan alat untuk itu tidak ada dan tidak siap sedia. Baru dambaan hati itu terjelma, manakala bahan dan alat sudah ada dan lengkap semua.
Umumnya setiap pribadi insani dalam hidupnya memimpikan tercapainya tiga perkara: kekayaan, kehormatan, dan kesenangan. Hendaknya dapatlah ia memiliki harta benda yang banyak. Hendaknya jadilah ia seorang yang dihormati dan dimuliakan, dan hendaknya senanglah ia selalu dalam hidup. Maka filsafat hidupnya terumus menurut logika: Tujuan hidup ialah kesenangan, lalu kehormatan dan kemuliaan.
Ada sebagian yang lebih mengutamakan kesenangan hidup, sampai membuat tekad yang populer, yaitu asal senang. Adapun kehormatan dan kemuliaan adalah urusan yang kedua, katanya. Perlu apa dihormati dan dimuliakan, bila tak ada kesenangan. Orang ini akan bersedia dihina dan diejek, asalkan ia senang. Tapi ada juga yang mengutamakan kehormatan dan kemuliaan daripada kesenangan, sebab baginya tidak ada arti kesenangan, kalau hidupnya sarat dengan hinaan dan ejekan orang banyak. Dan hanya para cerdik cendekiawan dan para ahli yang memahami agama saja yang sanggup membedakan, kemana pilihan harus dijatuhkan dari dua tujuan ini.
Bagi penganut filsafat hidup yang demikian, ia menetapkan titik tolak untuk sampai ke tujuan kesenangan dan kehormatan itu hanya dengan alat kekayaan.
Baginya asal kekayaan sudah di tangan, kesenangan dan kehormatan akan datang sendirinya. Patutlah rupanya kesibukan penganut filsafat ini terarah sepenuhnya kepada apa yang diistilahkan Allah dengan "pengumpulan harta kekayaan seraya menghitung menjumlahkannya" dalam lemari besinya. Dalam hal ini dipersilahkan kita memikirkan apa yang pernah dikatakan oleh Ibnul Muqaffa:
"Apabila Anda dimuliakan orang karena harta dan kekuasaan, maka janganlah Anda sampai terpukau. Sebab akan berhentilah penghormatan orang itu, bila harta dan kekuasaan Anda itu tak ada lagi. Sebab itu tercenganglah kalau Anda orang hormati dan muliakan karena adab, ilmu dan agama Anda."

Kesenangan dan kemewahan hidup.
Kesenangan hidup yang terjelma oleh lengkap cukupnya nikmat harta, biasanya akan menarik orang yang telah memperolehnya kepada kemewahan hidup. Kemewahan lantaran kelengkapan alat, lantaran segala ada dan segala tersedia, telah memanjakan seseorang untuk melalui kehidupannya penuh dengan kesenangan dan kelezatan dalam segala bidang, mulai sejak ia bangun tidur, sampai menjelang tidur nanti malamnya lagi. Dan segala sesuatu antara bangun dan tidur mulai sarapan dan makan, keluar rumah demi mencari kesenangan dan hiburan yang berbagai bentuk dan cara, kemudian acara sore dan malam, semua kehendaknya dilalui dengan mudah dan senang.
Dan lebih aneh pula kemewahan dan kesenangan pemberian harta benda lahiriah itu, hendaknya harus lebih dari orang lain dan rekan-rekannya yang sama-sama kaya. Ia tidak boleh kalah dan di bawah dari yang lain dalam segala hal dan keadaan, bahkan istrinya, gundik mainannya harus yang paling cantik dan sebagainya. Perlombaan diantara orang-orang bergaya hidup mewah ini, sungguh hebat dan dahsyat mulai dari yang menggelikan hingga yang begitu mengerikannya. Bahkan kemewahan hidup bisa menggiring manusia-manusia kaya bertingkah polah lebih hina daripada hewan, sebab ananiyah (keakuan/egoisme/narcistisme) orang yang demikian begitu tebal dan menonjol sekali. Kesenangan bagi mereka adalah hal yang utama, walau tingkah polah mereka dari hari ke hari semakin dekaden dalam hal moral. Saat ini di kota-kota besar, seperti Jakarta misalnya, dipenuhi oleh gaya hidup hedonis dan dekaden seperti ini. Bahkan konon kabarnya terdapat klub-klub orang-orang kaya yang secara rutin menggelar pesta seks dengan saling bertukar istri dan berbuat mesum secara masal di suatu tempat yang eksklusif dan mewah yang diistilahkan dengan istilah "swinger party" atau sejenisnya. (astaggfirullah, sungguh bejat dan hina perilaku seperti ini...).

Akibat kemewahan hidup.
Oleh karena kemewahan menyeret seorang hanyut tenggelam di laut kesenangan lahiriah yang melimpah ruah, maka sulit dan susah sekali seorang melepaskan diri daripadanya, kalau bukan dengan terpaksa. Sebab kesenangan hidup itu cocok sekali dengan hawa nafsu yang tak ada batas ujungnya itu. Siapa pula yang mau meninggalkan kesenangan yang sudah dimilikinya? Sungguhpun ada, tapi sedikit sekali jumlahnya. Diantaranya kita kenal dalam sejarah, seperti Umar bin Abdul Aziz, Ibrahim bin Adham, dan banyak lagi. Apalagi kalau orang itu tadinya belum pernah mengecap kesenangan hidup, maka apakah setelah dapat, akan ditinggalkannya pula?
Sebab itu ia berusaha sekuat tenaga, lalu ia mendapat, maka apakah sesudah dapat lalu ditinggalkannya? Ataukah kesenangan itu diwarisi dari ayah ke anak, sudah turun-temurun, masa mau bertukar rupa dari keturunan yang lalu, dimana semua orang mengenalnya sebagai turunan orang kaya yang selalu bergelimang kemewahan dan kesenangan? Di samping itu, amat sakit sekali orang yang jatuh dari kesenangan yang mewah itu, apalagi jatuh direnggut dengan paksa. Akibatnya yang bersangkutan bisa senewen dan gila, bila ajaran agama dan ketuhanan tidak menyinari jiwanya. Allah bersabda:
"Hingga kalau Kami sentakkan orang-orang yang bergelimang kemewahan itu dengan azab, tiba-tiba mereka akan memekik-mekik minta tolong." (Al-Mu'minun XXIII: 64).
Satu tabiat yang buruk sekali dari orang-orang yang terbiasa hidup mewah ini karena ia bertitik tolak dari ananiyah (kesayaan/egoisme - self centered) yang cuma tahu kepentingan dirinya saja. Contohnya sudah banyak: para koruptor negeri ini yang justru membangga-banggakan kemewahan mereka di atas penderitaan dan kemiskinan rakyat. Biasanya sifat takabur, congkak, angkuh dan semena-mena tidak terpisahkan dari karakter orang-orang seperti ini. Orang yang sudah begini, susah sekali untuk dibina dan dikembalikan ke jalan hidup yang lurus dan benar sesuai syariat Islam. Justru biasanya mereka mencari-cari cara untuk mengkambinghitamkan ulama dengan tuduhan terorisme atau sejenisnya hanya untuk menghalang-halangi kebenaran cahaya Ilahi. Tanpa menyebut satu per satu, contohnya sudah banyak, bagaimana seorang ulama yang tidak berdosa menjadi bahan fitnah dan bahkan ada yang dibunuh secara keji di jaman orde lama, orde baru, hingga jaman reformasi seperti sekarang ini. Kalau di jaman orde lama, menjadi sasaran fitnah dan dikambinghitamkan menjadi penganut komunis (mana mungkin seorang kiai atau santri bisa menjadi komunis?), di jaman orde baru difitnah dengan tuduhan menentang pemerintah, menghina pejabat dan mengancam demokrasi, sementara di jaman reformasi sekarang, para ulama tidak juga lepas dari sasaran fitnah dengan tuduhan menyebar paham terorisme (walau sebagian besar tuduhan tersebut sama sekali tidak bisa dibuktikan atau justru tuduhan yang mengada-ada demi popularitas politik dan agenda politik kotor para petinggi). Kalau ulama dan para mubaligh saja sudah menjadi bulan-bulanan fitnah, bagaimana Allah tidak segan untuk menurunkan azab yang bertubi-tubi dan musibah yang tak berkesudahan pada negeri ini. Padahal kalau dipikir-pikir selama ini rakyat selalu saja menjadi korban dan obyek penderita, ditipu mentah-mentah, dipingpong ke sana ke mari dan juga dihimpit dengan kemiskinan, penderitaan, dan juga digusur sana digusur sini. Para cukong, mafia dan pemegang modal yang banyak berdiri di belakang para petinggi telah terbukti banyak menyengsarakan rakyat. Ini adalah suatu siklus sejarah yang sudah ada sejak ribuan tahun lalu, mulai jaman Romawi, Mesir, hingga jaman republik seperti sekarang, yang namanya politik kotor dengan dilatarbelakangi bisnis dan penanaman modal tapi mendhalimi rakyat sepertinya bukan lagi hal yang asing.
Sebab itulah sejarah para Nabi dan Rasul a.s. dalam pelaksanaan tugas risalahnya, mereka banyak sekali mendapat halangan dan tantangan dari kaum pemilik modal (orang-orang kaya) yang biasanya mencari tameng dan berdiri di bawah ketiak para petinggi negara, penguasa, raja, dan yang sejenisnya. Kelompok-kelompok ini lebih mirip sebagai sebuah konspirasi atau komplotan yang tidak ingin kesenangannya diusik, walau kesenangan itu diperoleh dari usaha memeras rakyat kecil dan mendhalimi hak-hak rakyat.
Ini tak ubahnya seperti meniru kesombongan iblis yang menyanggah bila diajak masuk ke jama'ah khairiyah sebagai anggota, yang dengan sombongnya berkata lantang saat Allah memerintahkannya untuk bersujud kepada Adam:
"Apakah aku akan sujud kepada orang yang hanya engkau ciptakan dari tanah?"
Orang-orang kaya pemilik modal yang memanfaatkan undang-undang dan peraturan negara demi menindas rakyat kecil dan kaum miskin ini tak ubahnya seperti Fir'aun yang berkata dengan sombong sambil membentak:
"Apakah bukan aku pemilik Mesir ini? Dimana aku tidak pantas menjadi pengikut Musa?"
Kesombongan dan sifat Self Centered yang dimiliki para golongan kaya negeri ini seakan meniru kesombongan seorang sahibuljannatain yang berkata dengan angkuh:
"Bukankah hartaku yang paling banyak dan kaum keluargaku yang paling bangsawan lagi mulia?"
Serta meniru pula gaya Qarun yang kaya raya dan lupa daratan:
"Tahukah kalian, semua ini kuperoleh dari perasan keringat dan kerja keras otakku!"
Dan pada akhirnya tersembul juga ambisi dan angkara murka yang tercetus dalam omongannya:
"Kalian semua harus menjadi budak sahayaku!"

Kondisi kita di negeri ini saat ini memang tak ubahnya seperti budak sahaya! Mencari pekerjaan sulit, bila memperoleh pekerjaan tenaga dan pikiran akan diperas habis hanya untuk memperoleh bayaran dan gaji yang kecil, tanpa tunjangan, dan tanpa masa depan. Lebih-lebih dengan adanya undang-undang tenaga kerja yang menganut sistem outsourcing, yang mengubah rakyat bagaikan mesin uang bagi kaum kaya yang cenderung bertindak sebagai penindas dan bukannya memberikan kesejahteraan. Kalau sistem ekonomi negeri ini terus saja menggunakan sistem kapitalisme yang menindas rakyat, dan bukannya sistem ekonomi Islam yang manusiawi, entah bagaimana lagi nasib anak cucu kita beberapa puluh tahun ke depan. Mungkin akan mengalami nasib serupa dengan jaman perbudakan di era jahiliyah Romawi kuno. Naudzubillah min Dzalit!
Semuanya akibat rasa tamak dan gaya hidup mewah para golongan kaya yang diperoleh dari hasil menindas rakyat tanpa memberikan imbalan yang pantas demi kehidupan dan demi kemanusiaan yang adil dan beradab!
MasyaAllah, alangkah sulitnya melawan orang-orang dengan perangai tamak dan egois seperti mereka ini, apalagi kalau berbicara mengenai pembangunan kualitas diri dan pembangunan kesejahteraan bangsa demi kemanusiaan. Maka tepatlah Firman Allah :
Dan Kami tidak mengutus kepada suatu negeri seorang pemberi peringatan pun, melainkan orang-orang yang hidup mewah di negeri itu berkata: "Sesungguhnya kami mengingkari apa yang menjadi misi kamu untuk menyampaikannya." (QS. As-Saba XXXIV: 34).
Lebih berbahaya dan lebih parah lagi, bila tampuk kekuasaan dan kendali pemerintahan dipegang oleh kaum borjuis pemilik modal yang hanya mengutamakan kesenangan hidup itu. Allah bersabda yang artinya: "Dan apabila Kami hendak membinasakan suatu negeri, Kami memerintahkan orang-orang yang hidup mewah di kampung itu (supaya mereka mentaati Allah), tetapi mereka berbuat fasik yang menyebabkan negeri itu mustahak mendapat vonis hukuman, maka tiada lama kemudian negeri itu akan Kami hancur lumatkan." (QS. Al-Isra' XVII : 16).
Apakah negara kita sedang dalam proses tersebut karena mendapat laknat Allah? Wallahu Alam...
Sebagai kesimpulan, dapatlah ditarik pengertian bahwa orang-orang yang mendapat kesenangan dan kemewahan hidup itu, jika tidak dilandasi ajaran agama dan tidak mendapat hidayah Ilahi, akan mengakibatkan kehancuran lahir dan batin. Dalam suatu syair Timur Tengah kuno dilukiskan:
"Apabila Allah sudah hendak mematikan seekor semut, diberinya semut itu dua buah sayap, maka hewan itu pun akan terbang merayap, menuju api yang akan membakar dirinya hingga maut merenggut nyawanya."

Tidak ada komentar:

Posting Komentar