Rabu, 19 Januari 2011

HAJI DAN QURBAN

"Sesungguhnya rumah beribadah yang mula-mula dibangun untuk manusia ialah Baitullah yang (terletak) di Bakkah (Mekkah), yang diberkahi dan menjadi petunjuk bagi semua manusia. Padanya terdapat tanda-tanda yang nyata (diantaranya) maqam Ibrahim. Barangsiapa memasukinya (Baitullah itu), menjadi amanlah dia. Mengerjakan Haji adalah kewajiban manusia terhadap Allah, yaitu bagi orang yang sanggup melakukan perjalanan ke Baitullah. Barang siapa mengingkari (kewajiban berhaji), maka sesungguhnya Allah Maha Kaya (tidak memerlukan sesuatu) dari semesta alam." (QS. Ali Imran III: 96-97).
Rumah suci pertama.Semenjak dari zaman purbakala, Allah SWT sudah memerintahkan untuk membangun rumah suci tempat manusia melakukan ibadah di Bakkah (kota Mekkah sekarang). Bukan terhitung dari zaman Nabi Ibrahim a.s. saja, namun sejak dari zaman nabi Adam, sudah ada rumah suci yang dinamakan Baitullah itu. Malah menurut keterangan Ali bin Abi Thalib, sebelum zaman Nabi Adam, Allah sWT telah memerintahkan kepada malaikat membangun rumah suci tersebut di muka bumi ini, yang kemudian dipergunakan oleh para Nabi melakukan thawaf (mengelilinginya, sebagai upacara ibadah). Lalu Nabi Ibrahim a.s. datang menyempurnakan bangunan Baitullah itu. (Tafsir Qurtubi, jilid IV, hal 138).Jelaslah bahwa Baitullah atau Ka'bah itu adalah rumah suci tempat beribadah yang mula-mula dibangun di permukaan bumi ini, dimana sampai sekarang ini tiap-tiap tahun para jama'ah Haji melakukan thawaf mengelilinginya, sebagai salah satu rukun ibadah Haji.Berdasarkan ayat yang dikutip di atas, Baitullah itu mempunyai tiga keistimewaan, yaitu: 1. Mengandung barokah.2. Menjadi petunjuk (hidayah).3. Memberikan keamanan.Ketiga unsur itu, yaitu barokah, hidayah dan aman adalah hal-hal yang amat diperlukan dalam kehidupan ini.Atas motivasi itulah, maka akal yang sehat dapat memahamkan apabila pada ayat tersebut dikaitkan dengan perintah Ilahi supaya manusia (Muslim) melaksanakan ibadah haji ke Baitullah itu, agar dikaruniakan Allah SWT tiga unsur yang menjadi hajat hidup itu.Setiap orang yang sudah melaksanakan ibadah haji, pasti akan menghayati sendiri ketiga nilai-nilai hidup itu. Ia merasakan mendapat barokah, bukan saja barokah ibadah berupa pahala yang berlipat ganda di akhirat kelak, tapi terutama barokah yang berbentuk karunia Ilahi yang menumbuhkan kenikmatan dalam jiwa dan kehidupannya. Ia merasakan mendapat hidayah, bimbingan dan petunjuk dalam mengarungi lautan kehidupan yang penuh badai dan gelombang ini. Dan sebagai puncak (yang ketiga), ia merasa aman, tenang dan tenteram, baik fisik maupun jiwa dan hati nurani. Malah keamanan dan ketentraman jiwa itu, yang dalam istilah Al-Quran disebut muthmainnah (tenang-mantap) adalah merupakan perisai yang paling ampuh dalam menangkis tantangan demi tantangan, yang pasti ditemukan dalam kehidupan ini.
Manfaat Ibadah Haji.Ibadah haji itu mendatangkan berbagai manfaat, baik untuk kehidupan di dunia maupun untuk kehidupan di akhirat kelak. Allah SWT menyatakan dalam Al-Quran:"Dan serulah kepada manusia untuk mengerjakan Haji, niscaya mereka akan datang kepadamu dengan berjalan kaki dan mengendarai onta, yag datang dari segenap penjuru yang jauh, supaya mereka melihat sendiri berbagai manfaat, dan supaya mereka menyebut nama Allah pada hari yang ditentukan atas rezeki yang dikaruniakan Allah kepada mereka berupa binatang ternak. (Al-Haj XXII: 27-28).Adapun manfaat ibadah Haji itu untuk kehidupan di dunia antara lain ialah: perlawatan semakin luas, pemandangan bertambah luas, hubungan dan relasi makin banyak, mendapat kesempatan untuk membuka dasar-dasar perundingan membicarakan masalah-masalah politik, ekonomi, sosial, dengan berbagai negara di dunia ini. Ibadah haji boleh dikatakan berfungsi sebagai "Konverensi Internasional" untuk merapatkan hubungan dan silaturahmi antar bangsa-bangsa.Dilihat dari sudut kepentingan kehidupan di akhirat kelak, maka ibadah Haji merupakan satu sarana untuk mendapatkan maghfirah (ampunan) Ilahi ataas dosa-dosa yang telah dilakukan oleh seorang hamba. Apabila Tuhan memberikan ampunan, maka keadaannya akan kembali seperti bayi yang sama sekali tidak berdosa, seperti dinyatakan oleh Rasulullah:"Barang siapa yang mengerjakan (ibadah) Haji, kemudian tidak berbicara kotor dan tidak berbuat kejahatan, maka keadaannya kembali laksana pada waktu dilahirkan ibunya." (Riwayat Bukhari dan Muslim).Pada hadist yang lain disebutkan:"Orang yang melakukan Haji dan Umroh adalah utusan Allah yang (datang) menziarahiNya. Jika mereka meminta, akan diberikan oleh Tuhan; kalau mereka memohonkan ampunan, maka akan diampuni olehNya; jika mereka berdoa akan diperkenankanNya; kalau mereka memohonkan syafa'ah, maka akan dipenuhi oleh Tuhan."
Kesatuan akidah dan tujuan hidup.Ibadah haji adalah merupakan lambang dan pemaduan jiwa dan semangat tauhid, yang menggalang kesatuan akidah dan tujuan hidup kaum muslimin.Dalam bahasa yang satu dan sama, ratusan ribu jamaah haji waktu wukuf di Arafah memakai pakaian yang sama, seragam putih, mengumandangkan ucapan yang sama yang keluar dari lubuk hati yang suci (yang artinya):"Aku sambut panggilanMu, Ya Allah. Aku sambut perintahMu. Aku sambut panggilanMu. Sesungguhnya segala puji, nikmat dan seluruh kekuasaan adalah milikMu sendiri. Tiada sekutu bagiMu."
Perilaku dan ucapan itu melambangkan dan meningkatkan semangat Tauhid, mempertebal keyakinan kepada Allah Yang Maha Esa, yang tunggal dalam iradat dan qudratNya.Perjuangan dan pengorbanan dalam melaksanakan ibadah haji itu, bergumul dengan kesulitan demi kesulitan, kekurangan demi kekurangan, semua itu semakin memantapkan jiwa manusia untuk mewujudkan kesatuan tujuan hidup, yaitu berbakti kepada Yang Maha Esa dan berjuang untuk mencapai mardhatillah, ridha Ilahi.
Qurban.Dalam rangkaian ibadah haji tersedia pula sarana amaliah yang bukan saja mengandung nilai-nilai ubudiyah, tapi juga mempunyai aspek-aspek sosiologis, kemasyarakatan (ijtima'iyah), yaitu menyembelih hewan, dimana daging-dagingnya itu disediakan untuk menyantuni dan menggembirakan orang-orang fakir dan miskin, umumnya kaum yang tidak berpunya. Para jama'ah yang sedang melakukan ibadah haji melaksanakan penyembelihan hewan itu di kota Mina pada tanggal 10 Zulhijjah. Berpuluh-puluh, bahkan beratus-ratus ribu hewan (kambing) yang disembelih pada hari itu. Daging-dagingnya diserahkan kepada kaum fakir-miskin yang datang mengambilnya, malah dalam prakteknya, persediaan daging melimpah-limpah, sedang yang membutuhkan (konsumen) sedikit, sehingga daging-daging yang tersisa banyak yang menjadi busuk (dahulu), tapi untunglah sekarang, pemerintah Arab Saudi sudah melakukan usaha pengawetan daging-daging itu, yaitu dengan mengalengkannya menjadi daging kalengan (seperti misalnya kornet, dan sebagainya), yang dikoordinir dan diproduksi dengan bantuan beberapa negara tetangga terdekat, agar penyembelihan hewan qurban tidak menjadi mubazzir atau sia-sia. Dan bahkan konon kabarnya daging-daging itu juga dikirim ke berbagai negara miskin yang penduduknya sangat membutuhkan bahan makanan. Subhanallah!Penyembelihan hewan oleh para jamaah haji di Mina itu dinamakan had-yu.Adapun penyembelihan hewan bagi orang-orang yang tidak melaksanakan ibadah haji dinamakan Qurban, yang dianjurkan untuk dilakukan sesudah shalat Idul Adha sampai akhir hari tasyrik, tiga hari kemudian.Ada dua macam nilai-nilai atau keuntungan yang dapat dicapai oleh orang-orang yang melakukan (penyembelihan) qurban itu. Pertama, dengan jalan menyembelih qurban itu ia mendekatkan diri (berbakti) kepada Allah SWT dan dalam kehidupan di akhirat kelak akan menerima pahala yang berlipat ganda. Begitu besar pahalanya, sampai-sampai dalam satu hadist dilukiskan, bahwa darah hewan yang disembelih itu, tanduknya dan bulunya semuanya merupakan amal kebajikan yang akan ditimbang pada hari kiamat. Ada juga yang mengatakan bahwa di akhirat kelak, seorang yang rajin melakukan qurban, akan dipertemukan kembali dengan hewan-hewan (kambing) yang dikurbankan (hewan-hewan itu akan dibangkitkan kembali dan dihidupkan kembali oleh Allah secara utuh), sehingga hewan-hewan itu akan menjadi hewan peliharaannya (yang disayanginya) di akhirat kelak. Bahkan seseorang yang mengurbankan unta, sapi, dan sebagainya akan dipertemukan kembali dengan hewan-hewan tersebut, sehingga ia akan mempunyai hewan tunggangan (unta, sapi, dsb) di akhirat kelak.Kedua, dengan menyembelih hewan qurban itu, maka dapatlah dipupuk dan dikembangkan pembinaan masyarakat yang berjiwa keadilan sosial, karena kaum fakir miskin dengan menerima daging-daging qurban itu merasa mendapat santunan dan perhatian.Seorang muslim yang berqurban berarti telah membuat sebuah investasi untuk kehidupan di akhirat, selain ia juga membuktikan keberadaannya sebagai manusia yang berjiwa sosial di mata masyarakat dan juga memperoleh kemuliaan di sisi Tuhan.Selain dari itu, dengan tindakan amaliahnya itu, ia mengembangkan pula nilai-nilai rohaniah dalam kehidupan pribadinya, yaitu meningkatkan semangat berkorban, memberikan sesuatu dari karunia Ilahi yang diterimanya, kepada orang lain yang membutuhkannya, suatu hal yang merupakan sikap jiwa dan mental yang diperlukan dalam kehidupan ini, terutama dalam kehidupan bermasyarakat dan bernegara. Hendaknya kesempatan berqurban ini tidak saja dilakukan pada saat hari raya Idul Adha, namun juga disemangati dalam kehidupan sehari-hari dan juga hendaknya tidak diabaikan oleh kaum muslim, sebagai ungkapan rasa syukur atas kelapangan rezeki yang telah diberikah Allah SWT.Dalam berqurban sebaiknya tidak ditunda-tunda, karena siapa yang tahu apakah tahun depan kita masih diberikan umur panjang oleh Allah. Maka berqurbanlah hari ini demi kehidupanmu di akhirat kelak!

Tidak ada komentar:

Posting Komentar