Rabu, 19 Januari 2011

BERANI KARENA TAKUT

"Sesungguhnya Allah mencela sikap yang lemah, tetapi hendaklah engkau bersikap kais (tangkas, bijaksana). Maka bila engkau menghadapi persoalan berat (yang dihadapi dengan kesungguhan), maka ucapkanlah: hasbunallah wani'mal wakil, cukuplah Allah bagiku dan sebaik-baik pelindungku." (Riwayat Abu Daud).Mungkin akan banyak orang yang terkejut membaca judul tulisan ini, karena yang diketahui selama ini ialah: "Berani karena berar, takut karena salah." Timbul pertanyaan: Apakah pepatah: berani karena benar dan takut karena salah itu tidak berlaku lagi?MASALAHNYA nenek moyang kita sudah berhasil melahirkan pepatah yang demikian tinggi falsafahnya itu dan ia akan hidup dan berkesan sepanjang zaman, apalagi bila orang menyadari bahwa hakikat dari satu pepatah ialah merenungkan berbagai segi kehidupan ini dari bermacam-macam aspeknya lalu memutuskan dalam kata yang singkat dan padat.Dengan demikian akan terlihat bahwa seorang yang berada di pihak yang benar akan berani dalam kata dan tindakannya, dan orang yang bersalah akan timbul takut dalam jiwanya. Demikianlah kita melihat Nabi Muhammad SAW dengan para sahabat beliau karena berada di pihak yang hak dan benar, selalu berani menghadapi resiko dalam bentuk apapun adanya. Begitu pula pahlawan-pahlawan bangsa dan rakyat Indonesia tegak berjuang mempertahankan tanah air dengan keberanian yang luar biasa menantang dan mengusir imperialis yang menjajah mereka. Banyak lagi peristiwa-peristiwa penting dalam sejarah yang menggambarkan bagaimana orang yang berada di pihak yang hak dan benar selalu berani menghadapi tantangan demi tantangan.Orang kafir Quraisy di zaman Nabi Muhammad SAW cukup berani menantang dakwah Rasul, apakah karena mereka itu berada di atas prinsip yang hak dan benar?Komplotan munafik di bawah pimpinan Abdullah bin Ubay cukup berani bermuhadanah berminyak air, dua muka) di Madinah, apakah karena mereka dalam yang hak dan benar?Apakah Jenghis Khan dengan pasukannya itu meruntuhkan Islam, merampas dan membunuhi kaum muslimin di Asia Tengah dan dilanjutkan oleh Holako Khan di Bagdad dahulu itu demikian beraninya, karena mereka benar? Tidak!Demikian juga Salibiyah dari Barat dengan segala kekuatan dan kezalimannya itu datang ke Timur, apakah itu karena benar dan hak?Hitler dalam perang dunia ke II menggerakkan perang dan membunuhi jutaan Yahudi dan ummat manusia dengan kejamnya, apakah itu karena dia berada di atas yang benar dan hak? Tidak! Demikian pula Lenin Stalin di Rusia yang membunuhi dengan kejam sekian puluh juta umat Islam, apakah itu karena benar? (Dulu populasi umat Islam di Rusia sangat besar!) Sama sekali tidak! Juga pembunuhan dan pemusnahan ras muslim Bosnia oleh Kroasia, juga pemusnahan kaum muslim di Afganistan dan Irak oleh Amerika, tindakan terkutuk mereka sama sekali tidak benar! Kekejian politik genosida (pemusnahan kaum muslim) oleh bangsa-bangsa kafir adalah perbuatan keji yang tercatat dalam sejarah namun berusaha ditutup-tutupi dan diputarbalikkan.Mereka bukan berani karena benar, tetapi mereka berani karena takut.Karena takut pengaruhnya akan hilang, maka golongan Quraisy dan munafik di zaman Nabi Muhammad SAW berani berbuat dan bertindak zalim dan hina, seperti pula beraninya Jenghis Khan-Holako Khan dengan pasukannya itu hanya karena mereka takut akan kemajuan dan kekuatan Islam.Demikian juga ketakutan Salibiyah (kaum Nasrani) akan kekuatan Islam dan kemajuannya membuat mereka berani menggerakkan perang berabad-abad lamanya, generasi demi generasi. Begitu juga keberanian Hitler dan organisasinya yang mengobarkan perang anti Yahudi di seluruh Eropa, semuanya hanyalah karena rasa ketakutan berlebihan atas nasib Jerman yang ekonominya didominasi oleh etnis Yahudi pada saat itu. Mungkin sama seperti rakyat pribumi Indonesia yang saat ini ekonominya semakin tersisih dan terjerumus dalam kemiskinan akibat dominasi ekonomi di segala bidang oleh etnis Cina. Rasa ketakutan yang berlebihan itu bisa-bisa nyaris menimbulkan bencana kemanusiaan seperti yang terjadi di Jerman saat Hitler berkuasa. Tidak percaya? Ingatkah Anda akan tragedi kemanusiaan pada kerusuhan Mei tahun 1998 saat etnis Cina di Indonesia menjadi sasaran kebencian rasialisme. Semuanya karena rasa ketakutan akan dominasi ekonomi etnis cina yang banyak menguasai dan mengendalikan perekonomian negeri ini di segala bidang, bahkan hingga saat sekarang di jaman reformasi, dimana rakyat pribumilah yang justru semakin kelimpungan dan kesulitan dalam menghadapi kehidupan yang semakin sulit dan bencana kemiskinan yang makin merajalela, sementara etnis Cina yang minoritas justru banyak yang bergelimang kemewahan (bersembunyi di balik punggung penguasa) dengan cara mengeksploitasi segala sumber daya alam Indonesia, akibat sistem perekonomian negeri ini yang mulai beralih ke sistem kapitalisme. Eksploitasi terhadap manusia-manusia pribumi Indonesia terjadi di segala bidang dan didukung oleh perundang-undangan yang justru merugikan para pewaris asli bangsa ini. Bukannya rasis, namun itulah kenyataan yang terjadi. Kaum pribumi yang umumnya muslimin semakin tersisih oleh segelintir minoritas pengendali ekonomi negeri ini (yang umumnya beragama non Islam) namun justru menjadi pengendali ekonomi di belakang layar, serta menjegal dan menghambat perkembangan dan dakwah Islam (melalui propaganda terselubung lewat acara-acara televisi yang sama sekali tidak Islami dan cenderung dekaden demi mengikis sedikit demi sedikit pengaruh Islam di Indonesia, dan juga adanya usaha untuk melakukan pemurtadan masal lewat budaya-budaya dekaden yang ditayangkan lewat televisi-televisi Indonesia yang mayoritas pemilik sahamnya adalah para pengusaha non-muslim). Bila kesenjangan sosial dan ekonomi semakin tinggi, bukan tidak mungkin tragedi kemanusiaan seperti jaman Hitler bisa terjadi untuk kesekian kalinya di Indonesia. Sejarah telah mencatat beberapa kali kerusuhan ras anti Cina yang terjadi di Indonesia, bahkan sejak jaman penjajahan Belanda. Kerusuhan Mei hanyalah kejadian yang kesekian kalinya akibat titik kulminasi ketidakpuasan dan ketakutan rakyat Indonesia akan nasib bangsanya sendiri yang semakin tersisih oleh bangsa pendatang. Apalagi dengan maraknya isyu terorisme, kaum muslimin Indonesia semakin tersisih karena isyu terorisme sepertinya dijadikan alat untuk menyerang hak-hak rakyat dan juga untuk menyerang atau bahkan memfitnah para ulama dalam menyebarkan ajaran kebenaran dan dalam menyebarkan ajaran-ajaran Islam. Pemurtadan masal semakin banyak terjadi akibat para misionaris semakin bergerak leluasa, sementara dakwah Islam dan penyebaran Islam di Indonesia semakin tersendat dan terlindas oleh arus globalisasi. Ketakutan yang sampai pada klimaks yang tinggi dapat mendorong untuk bertindak maju menggerakkan segala daya kemampuan tanpa menghitung resiko jauh ke depan, yang sepintas lalu melahirkan keberanian menghadapi apapun juga.Keberanian yang salah untuk melakukan kekejian dapat dilandasi oleh rasa takut yang berlebihan (paranoid), dan biasanya keberanian itu disertai pula dengan kenekatan di luar batas-batas kemanusiaan dan akal sehat. Hal ini sudah berulang kali terjadi di negeri ini.Maka bertobatlah, dan bertindaklah yang berani bila Anda yakin bahwa Anda berada di pihak yang benar, dan keberanian itu hendaknya dimotivasi oleh rasa takut kepada Allah, rasa takut bila Islam akan semakin lama semakin digilas oleh kepentingan asing, atau kepentingan para kapitalis. Takutlah bila suatu saat Islam akan dihina dan menjadi bulan-bulanan, sehingga dengan motivasi ketakutan itu akan timbul keberanian Anda untuk membela Islam, menegakkan Islam lewat jalan perdamaian, cinta kasih, diplomasi, dan bukannya lewat jalan kekerasan yang justru hanya akan merugikan Islam sendiri. Satu-satunya jalan untuk menyebarluaskan Islam secara cepat dan efisien adalah lewat jalan cinta dan kasih sayang. Bergerak dan menyebarlah ke seluruh penjuru dunia, tebarkan cinta dan kasih sayang, menikahlah dengan wanita-wanita Eropa, Australia, dan Amerika, jadikanlah mereka muslim, sehingga dari mereka akan lahirlah generasi-generasi masa depan yang muslim dan beriman kepada Allah. Bila Anda semua memakai cara ini, maka tidak mustahil dalam kurun waktu kurang dari 100 tahun, maka negeri-negeri Eropa, Rusia, Cina, Jepang, Korea, Amerika, dan Australia yang saat ini mayoritas penduduknya non muslim dan cenderung memusuhi Islam, para generasinya akan segera berganti dengan generasi baru di masa datang yang berubah menjadi generasi Islam yang cinta damai, anti rasial, dan anti kekerasan. Alangkah indahnya bila mayoritas penduduk dunia itu memeluk agama Islam. Coba Anda bayangkan!Cara-cara kekerasan seperti yang dilakukan oleh para teroris, bukanlah cara yang baik untuk menyebarkan Islam, namun justru menimbulkan antipati dan kebencian yang berlebihan terhadap Islam. Maka sebarkanlah Islam dengan cinta kasih, ilmu pengetahuan dan perdamaian, terutama sekali sebarkanlah Islam lewat jalan pernikahan, sehingga akan lahir generasi-generasi baru yang berakhlak Islam dan akan membangun peradaban dunia ke arah yang lebih baik.RAHASIA ILAHI.Adalah sangat menarik perhatian benar-benar bahwa dalam Al-Quran tidak diketemukan sepatah katapun yang menyebut keberanian. Kata keberanian yang dalam bahasa Arabnya disebut syaja'ah dan jara'ah, tidak sepatahpun disebutkan Allah dalam Al-Quran.Jika dikehendakiNya menunjukkan keberanian, maka dipergunakan bentuk kata yang lain seperti tersebut dalam Al-Quran:"Janganlah kamu bersikap lemah dan jangan pula bersedih hati, sebenarnya kamu orang yang paling tinggi (kedudukannya) jika kamu orang yang beriman." (QS. Ali Imran III: 139).Dalam ayat ini tersirat dorongan berani untuk bangkit dan bergerak.Adapun perkataan takut sangat banyak disebutkan dalam Al-Quran, baik dengan kata-kata chauf, khassyyah dan jubn diartikan takut walau ada pula perbedaannya. Ketiga kata-kata ini dipakai berupa takut tetapi yang dua di muka ditujukan terhadap Allah dan terhadap manusia ataupun hewan, sedang jubn, takut terhadap manusia. Raghib Ashfahani memperingatkan bahwa takut (khauf) terhadap Allah tidaklah dimaksudkan seperti yang timbul dalam hati bagaikan takut terhadap singa, tetapi takut terhadap Allah yang dimaksudkan ialah menahan diri dari maksiat dan mengutamakan ketaatannya kepada Allah.Allah juga memperingatkan bahwa khasyyah itu juga takut, tetapi takut yang disertai ta'zim (penghormatan tertinggi) seperti disebutkan dalam Surat At-Taubah ayat 19 mengenai orang yang berwatak memakmurkan masjid, juga mempunyai kepribadian:"Tidak ada yang ditakutinya melainkan Allah."Ensiklopedia Arab (Al-Mausua' Arabiyah) membukakan pengertian tentang khauf ini berupa perasaan yang tidak menyenangkan terhadap adanya bahaya yang hakiki pada keselamatan seseorang (umum), menimbulkan gangguan syaraf dan adanya perubahan dalam kerja psikologis yang menuju ke arah penambahan kemampuan insan atau hewan untuk menghadapi fakta yang ada, maka dibantunya untuk berperang (maju) atau lari.Selanjutnya diuraikan bagaimana macam ragamnya perasaan takut dalam jiwa. Tetapi yang pokok dipahamkan bahwa rasa takut itu dapat membuat orang menjadi maju (berani) atau mundur ke belakang. (Al Maus atul Arabiyah, hal 768).Dr. Ahmad Mahmud Ar-Rafi' telah membicarakan dengan panjang lebar tentang berani dan keberanian berupa orang yang sanggup menghadapi berbagai bahaya dan mengatasi rasa takut, itulah keberanian dan orang yang berani. Malah dalam sektor hidup ini perlu keberanian, sehingga banyak ragamnya seperti keberanian jihad (mempertahankan diri bila diserang atau bila harga diri Islam diinjak-injak; dan bukannya menyerang/agresif), keberanian bertahan dalam akidah, keberanian menyatakan pendapat, keberaniah dalam dakwah, menepati janji, dalam bidang ilmu pengetahuan ilmiah dan sebagainya. Dilihat pula bagaimana akidah dalam jiwa itu dapat melahirkan keberanian, tetapi diperingatkan pula bahwa tidak semua keberanian itu adalah kepahlawanan. Sebab keberanian pencuri, perampok, pemerkosa, atau bahkan teroris (penafsir yang salah tentang maksud artian jihad) bukanlah keberanian yang harus dipuji, malah harus dikutuk dan dihentikan, sebab motivasinya bukan sifat yang baik yang umumnya dilandasi oleh nafsu atau pun kebencian). (Buthulah wal Abthal, hal 10-11).KALAU TAKUT.Dengan mengingat pengungkapan Al Mausua'tul Arabiyah di atas, maka rasa takut itu menimbulkan tambahan tenaga pendorong untuk maju atau mundur. Tidak heran kalau ada saatnya: berani karena takut, seperti ada pula saatnya: berani karena benar.Kalau orang takut azab Allah di dunia dan neraka di akhirat maka dia harus berani mengalahkan getaran nafsu amarah dan kebencian (seperti yang dikobarkan oleh teroris yang salah dalam menafsirkan Islam) yang justru akan menyeretnya berbuat dosa. Sebaliknya ia harus berani menegakkan ketaatan kepada Allah dalam bentuk apapun terutama sekali agar menegakkan perdamaian dan kasih sayang antar umat manusia demi kemanusiaan, walau berbeda keyakinan, berbeda bangsa atau ras sekalipun.Demikian pulalah kalau orang takut yang hak dan kalimah Ilahi akan digeser dan digusur orang maka dia harus berani membawa yang hak itu ke tengah dan mempertahankan dengan sepenuh jiwa raganya (ingat: MEMPERTAHANKAN HARGA DIRI ISLAM DAN AKIDAH ISLAM DAN BUKANNYA MENYERANG PENGANUT AGAMA LAIN!). Kata-kata yang berhuruf besar di atas hendaknya diresapi dan dipahami dalam-dalam, sebab sedikit salah penafsiran mengenai aspek keberanian ini terbukti telah mengobarkan api permusuhan dan kebencian yang akan menjadi penyulut peperangan dan tragedi kehancuran peradaban dan kemanusiaan!Juga kalau orang takut masyarakat dan negara tercinta ini (Indonesia) akan jatuh harga dirinya di mata dunia dan di mata rakyat, maka pihak penguasa dan pihak berwajib harus timbul keberanian menegakkan hukum, memberantas korupsi, mengutamakan keadilan dan kesejahteraan rakyat, menghapus kezaliman, meminimalisir kemiskinan, mencegah kebodohan dan pembodohan, dan banyak lagi masalah-masalah yang menjadi kanker dalam penegakan keadilan dan pembangunan di negeri ini.Demikian pula, karena takutnya kepada Allah yang menjiwai seluruh hayatnya maka Rasulullah SAW dan para sahabat dahulu berani berjuang dengan gagah dan gigihnya untuk mendapatkan keridhaanNya dan kejayaan di dunia ini, yang dilanjutkan generasi Islam sepanjang zaman dan sepanjang abad.Muhammad Abduh dan Muhammad Rasyid Ridha, dua ahli tafsir yang terkenal membahas dengan mendalam sekali ayat:"Janganlah kamu takut kepada mereka, tetapi takutlah kepadaKu (Allah), jika kamu benar-benar beriman." (QS. Ali Imran III: 175).Firman Allah: In kuntum mu'minin (jika kamu benar-benar beriman), kata Muhammad Abduh - melahirkan faedah harus adanya kekokohan iman kepada Allah sebelum segala sesuatu dihadapkan karena getaran-getaran batin yang menimbulkan rasa takut itu berasal dari pembantu-pembantu syaitan yang tidak akan lenyap dari luhul qalbi (hati) melainkan oleh iman yang benar.Dari keseluruhan masalah ini, maka tidak adanya kata-kata berani dan keberanian dalam Al-Quran, lalu mendorong dengan isyarat semata-mata, mungkin disinilah ditemukan hakikat: "al kaisu" dalam hadist Nabi SAW di atas, ketangkasan yang harus dipunyai, dimana harus berani karena benar dan dimana takut karena salah serta suatu saat takut (pada Allah) yang akan melahirkan berani (untuk menegakkan Islam) demi kemanusiaan dan kemaslahatan.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar