Rabu, 19 Januari 2011

Peranan Aqidah dalam Kehidupan Manusia

Sejarah ummat manusia telah membuktikan, dimanapun dan pada saat apa pun manusia berada, mereka senantiasa memiliki keyakinan akan adanya kekuatan yang menguasai diri dan kehidupan ini, kekuatan yang menciptakan alam semesta ini beserta seluruh kehidupannya, keyakinan akan keberadaan Sang Pencipta. Seorang pakar sejarah menyatakan bahwa dalam sejarah ummat manusia kita bisa mendapatkan kota-kota yang tidak memiliki istana, benteng-benteng pertahanan atau pabrik-pabrik, tetapi tidak ada satu kota pun yang tidak mempunyai tempat peribadatan.

Selamat dari Kepribadian Ganda (Split Personality)
Iman kepada Allah menjadikan setiap manusia hanya mempunyai satu tujuan dalam hidupnya, yaitu mendapatkan keridhaan Allah semata, dengan demikian ia terhindar dari pertentangan batin akibat bercabangnya tujuan dalam hidupnya atau terpecahnya perhatian akibat kebingungan dalam menanggapi perintah-perintah dalam hidupnya yang saling bertentangan. Tauhid menanamkan keyakinan dalam diri manusia, bahwa tidak ada yang ditaati selain Allah, dengan kata lain hanya Allah-lah satu-satunya yang wajib ditaati perintahNya dan satu-satunya yang mesti diibadahi, tiada seorang pun yang perintahnya wajib ditaati jika bertentangan dengan perintah Allah, bahkan perintah kedua orang tua sekalipun.
Allah berfirman: "Allah membuat perumpamaan seorang budak yang dimiliki oleh serikat yang saling berselisih dengan seorang budak yang dimiliki oleh seorang majikan, apakah sama diantara keduanya, segala puji bagi Allah, tetapi kebanyakan mereka tidak mengetahuinya." (QS.Az-Zumar:29).
Seorang yang menyekutukan Allah tidak akan bisa tenang dalam hidupnya, karena ia harus melaksanakan berbagai perintah dan tugas yang sering kali satu sama lain saling bertentangan dari pihak-pihak yang menjadi atasannya. Hal ini karena meyakini berbagai nilai-nilai yang saling bertentangan dan mengabdi kepada berbagai kepentingan, menyebabkan seseorang berkepribadian ganda dan aneh. Imam al-Banna pernah menyatakan keheranannya pada manusia bertipe ganda semacam ini, orang semacam itu lima menit yang lalu berdialog hangat tentang masalah agama dan nasib ummat Islam bersama seorang ulama, dan lima menit kemudian ia berpidato menyampaikan ide-ide komunisme atau kapitalisme. Sungguh suatu hal yang mengherankan, dan bisa terjadi di jaman modern seperti sekarang. Salah satu bentuk kemunafikan dalam wujud yang nyata.

Bebas dari Belenggu Hawa Nafsu
Ketika iman tertanam dalam diri seorang mukmin, ia akan dapat membebaskan dari penghambaan seorang manusia kepada hawa nafsu yang ada dalam dirinya. Keyakinannya akan adanya adzab Allah mampu mencegahnya untuk melampiaskan hawa nafsunya pada jalan yang haram. Rasa malu yang ditimbulkan dari keimanan akan mendorongnya untuk senantiasa jujur dalam hidupnya, menghindari dusta dan meninggalkan seluruh kemungkaran sekalipun tidak ada orang lain di sekitarnya.
Hawa nafsu hanya dapat melihat kesenangan semata tanpa mampu melihat bahaya yang mengancam sebagai akibatnya. Seorang pezina hanya melihat kenikmatan dari perbuatan zina, tanpa berpikir akibatnya terhadap kesehatan dirinya, keutuhan keluarganya dan etika yang berlaku di tengah masyarakatnya. Seorang koruptor hanya berupaya menumpuk harta sekalipun dari jalan yang haram, tanpa pernah peduli akibatnya terhadap penderitaan rakyat yang diperasnya, tatanan sistem yang bisa amburadul karena korupsi, dan ekonomi biaya tinggi yang mencekik kehidupan masyarakat banyak. Begitu pula dengan para politikus yang hanya mengincar jabatan, hanya akan melahirkan pejabat-pejabat yang memeras rakyat dengan jabatannya, tanpa pernah memikirkan nasib dirinya setelah hilang masa jabatannya dan setelah hilang nyawanya saat dihadapkan kepada Allah. Mereka tidak pernah bisa berpikir panjang, karena hawa nafsu telah menyumbat telinganya hingga tuli, telah menutup matanya hingga buta dan memandulkan akalnya hingga dungu. Iman kepada Allah dapat membebaskan manusia dari belenggu hawa nafsu tersebut. Dan beruntunglah mereka yang membersihakan dirinya dari hawa nafsu.

Penutup
Sesungguhnya kemajuan teknologi dan kian pesatnya peradaban materi manusia, tidaklah mampu melepaskan manusia dari berbagai ketakutan. Ketakutan manusia primitif di masa lalu masih menjadi ketakutan manusia modern saat ini. Bahkan ketakutan itu kian bertambah, pesatnya perkembangan teknologi nuklir maupun rekayasa genetika, misalnya telah menimbulkan kecemasan akan nasib masa depan peradaban ummat manusia di masa depan. Wabah AIDS yang telah menelan jutaan jiwa belum bisa diatasi oleh kemajuan dunia kedokteran, kecanggihan alat komunikasi tidak mampu melenyapkan kekhawatiran manusia terhadap ancaman perang, terorisme, perkembangan industri diikuti oleh pelanggaran hak asasi manusia dan peningkatan kriminalitas. Semua itu menjadi bukti bahwa teknologi bukanlah solusi atas segala permasalahan kehidupan manusia, apalagi menggantikan peranan agama bagi kehidupan manusia.
Manusia secanggih apapun peradabannya, tidaklah dapat menyangkal akan keberadaan Allah, Tuhan yang sesungguhnya. Penyangkalan manusia kepadaNya hanyalah argumentasi lain bagi dirinya dalam mempertuhankan Tuhan selain Allah, tuhan teknologi (seperti yang dianut beberapa artis hollywood dan para ilmuwan Amerika dengan munculnya paham scientologi, agama baru dengan tuhannya adalah ilmu pengetahuan ; naudzubillah min dzalik), tuhan materialisme, dan tuhan-tuhan lainnya. Pada saat manusia kufur kepada Allah dan menolak kehadiran agama (ad-dien) yang dibawa oleh para RasulNya, mereka berkehendak untuk menyusun dan menciptakan agama (sistem kehidupan) yang selaras dengan apa yang mereka pikirkan, dan segala yang mereka inginkan. Sistem kehidupan yang tidak membawa nilai-nilai Ilahi di dalamnya, apalagi mendasarkan seluruh aturan hidupnya.
Aturan di mana kebenaran, keadilan dan kebaikan ditentukan oleh manusia, oleh para pembuat undang-undangnya. Kebenaran yang bisa ditawar-tawar oleh sesama mereka, keadilan yang tidak sama untuk pihak yang berbeda, kebaikan bagi segelintir orang dan penderitaan bagi yang lain. Kehidupan manusia yang tidak mendasarkan dirinya terhadap aturan Ilahi, Muhammad Quthub menyebutkan kehidupan semacam ini sebagai kehidupan jahiliyah, adalah kehidupan di mana nilai dan kehormatan manusia meluncur drastis hingga lebih buruk daripada binatang melata, sekalipun peradaban materinya melesat pesat. Dan manusia-manusia yang hidup dan menghendaki kehidupan semacam itu, aqidah dan agama ini dikesampingkan, adalah orang-orang yang tertipu, sesat dan disesatkan oleh perilakunya sendiri. Wallahu a'lam.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar