"Ya Allah! Tunjukkanlah kepada Kami Al-Haq (kebenaran) itu jelas nampak
sebagai Kebenaran, dan karuniakanlah kepada Kami (kemampuan)
mengikutinya. Dan tunjukkanlah kepada Kami yang batil itu jelas
kelihatan sebagai satu kebatilan, dan karuniakanlah pula kepada kami
(kekuatan moral) menjauhinya. Janganlah jadikan hati kami
bimbang-bimbang dikuasainya, supaya kami jangan tersesat. Jadikanlah
Kami menjadi Pemimpin orang-orang yang taqwa." (Al-Hadist).
Pengertian
Al-haq dan batil.Menurut ilmu bahasa, perkataan al-haq itu mempunyai
bermacam-macam arti. Diantaranya berarti: kebenaran, kewajiban,
kebaikan, kepastian, kepunyaan, kewenangan, penyelidikan, dsb.Adapun
pengertiannya menurut istilah tergantung dari sudut dan ilmu apa
perkataan itu dilihat. Umpamanya jika dilihat dari sudut ilmu Tauhid,
maka yang dimaksudkan dengan Al-haq itu ialah Allah sebagai pemilik
Kebenaran, yang menghidupkan dan mematikan, yang menguasai segala
sesuatu.Dalam Al-Quran disebutkan:"(Kuasa Allah) yang demikian itu,
adalah karena sesungguhnya Allah, Dialah (Tuhan) Yang Hak dan
sesungguhnya apa saja yang mereka seru selain dari Allah, itulah yang
batil, dan sesungguhnya Allah, Dialah Yang Maha Tinggi lagi Maha Besar."
(QS. Al-Hajj XXII: 62).Jika dipandang dari sudut ilmu lainnya, maka
pengertiannya lain pula, meskipun pada pokoknya tidak banyak
perbedaannya.Dilihat dari sudut ilmu filsafat, yang dimaksud dengan
Al-Haq itu ialah kebenaran yang hakiki, kebaikan dan keindahan.
Ahli-ahli ilmu akhlak mengartikan Al-Haq itu dengan dharma, kewajiban.
Adapun ahli-ahli hukum mengartikan Haq itu dengan makna milik,
kepunyaan.Meskipun bermacam-macam pengertian Al-Haq itu, tapi apabila
disimpulkan secara menyeluruh, maka pengertian yang umum tentang Al-Haq
itu ialah kebenaran dan nilai-nilai lainnya yang terpuji dan diridhai
pada sisi Ilahi.Abdul Aziz Al Khauli menyimpulkan, bahwa meng-Esakan
Tuhan, membaca Al-Quran, beramal, mematuhi Rasul, amar makruf nahi
munkar, adil terhadap musuh, jujur dalam pergaulan, amanah (jujur),
memelihara rahasia dan nilai-nilai lainnya yang terpuji dalam
masyarakat, semuanya itu adalah termasuk dalam ruang lingkup pengertian
Al-Haq itu. (Islahul Wa'zud Dini, hal 199).Adapun yang dimaksud dengan
batil itu ialah kebalikan (lawan) dari Al-Haq. Setiap perbuatan yang
dilarang oleh syariah, seperti riba, zina, minuman keras, judi, marah,
mencuri, khianat, sumpah palsu, curang, makan harta orang lain &
anak yatim, yang dinilai buruk semuanya itu masuk dalam kategori batil.
(Al-Bayanul fasil bainal haqqi wal bathii, oleh Fikri, hal
104).PERUMPAMAAN DALAM AL-QURAN.Dalam Al-Quran dijumpai 255 kali
kata-kata yang berasal dari pokok kata Al-haqqa itu, sedang kata-kata
batil sebanyak 33 kali tersebut dalam Al-Quran. Banyaknya dipergunakan
kata-kata al-haq itu dalam Kitab Suci menunjukkan tentang pentingnya
nilai-nilai yang terkandung dalam kata-kata tersebut.Dengan menggunakan
kata yang bersifat metaphora, Allah SWT melukiskan tentang soal al-haq
dan batil itu, sebagai berikut:"Dia (Allah) yang menurunkan air hujan
dari langit (awan), kemudian air itu mengalir ke lembah-lembah menurut
kodratnya dan terjadilah banjir yang mengandung buih mengambang. Dan
dari (benda) yang dibakar dalam api untuk dijadikan perhiasan dan
barang-barang keperluan lainnya terdapat pula buih yang serupa.
Demikianlah Tuhan membuat perumpamaan tentang Kebenaran (A-Haq) dan
kepalsuan (al-bathil). Adapun buih itu akan hilang lenyap sebagai barang
yang tak berharga, dan apa yang bermanfaat untuk umat manusia, tinggal
tetap di muka bumi. Demikianlah Allah membuat perumpamaan-perumpamaan."
(QS. Ar-Rad XIII: 17).Pada ayat tersebut, sekaligus dicontohkan Tuhan
tentang kebenaran dan kebathilan itu.Adapun Kebenaran itu diumpamakan
oleh Allah SWT laksana hujan yang turun dari langit kemudian mengalir ke
lembah-lembah menjadi sungai-sungai. Setiap sungai mengandung zat air
yang memberikan manfaat kepada umat manusia, umpamanya untuk mengairi
(irigasi), sawah-sawah, membersihkan kotoran, menjadi air minum,
membangkitkan tenaga listrik untuk kepentingan pembangunan, memberikan
kehidupan pada ikan dan binatang-binatang air lainnya, dan banyak
lagi.Di permukaan air sungai itu terdapat juga buih yang mengambang,
yang tidak memberikan manfaat sedikit pun, bahkan akan sirna dan hilang
lenyap laksana gelembung-gelembung air sabun. Buih ini diibaratkan
laksana kebatilan.Selain dari itu, dilukiskan pula perumpamaan lainnya
laksana besi atau bahan logam lainnya yang dibakar dalam api, kemudian
dibentuk (diketok) menjadi perhiasan atau alat-alat lainnya (pisau,
cangkul, dll) yang bermanfaat. Seperti juga air yang mengandung buih,
maka besi atau logam yang dipanaskan itu juga mengandung
partikel-partikel gosong hasil percikan yang sama sekali tidak
bermanfaat. Jadi, yang benar itu sama dengan air dan logam murni,
sementara yang batil itu disamakan (diumpamakan) bagai buih dan partikel
gosong (tahi logam).PERTENTANGAN ANTARA AL-HAQ DAN BATIL.Semenjak dunia
berkembang, selalu terjadi pertentangan, perjuangan dan konfrontasi
antara yang haq dan yang batil. Silih berganti antara keduanya timbul
tenggelam, tergantung kepada kondisi, situasi dan kekuatan-kekuatan pada
setiap masa. Tetapi sudah menjadi Sunnatullah, bahwa garis akhir
(finish) dari perjuangan kedua nilai-nilai itu, kemenangan senantiasa di
pihak yang benar (al-haq). Mungkin saja pada suatu ketika atau pada
suatu masa (periode) yang tertentu, al-haq itu kalah atau jatuh
tersungkur, sedang batil meloncat dan berdiri tegak (seperti pada masa
sekarang, dimana negara-negara kafir mendominasi dunia dan menindas kaum
muslimin). Tapi biasanya hal itu hanya sementara waktu saja alias
temporer.Ada orang yang mengibaratkan kebenaran itu laksana sumbat botol
yang dibuat dari kayu gabus. Meskipun kayu gabus itu ditekan dan
dibenamkan sekuat-kuatnya ke dalam air, namun sumbat itu hanya akan
menghilang sebentar, namun kemudian timbul kembali di permukaan air,
sebab secara alamiah, sumbat gabus itu secara kodrati akan selalu
mengambang (dan menyebarkan kebenaran). Dalam Al-Quran banyak sekali
dijumpai ayat-ayat yang memastikan bahwa kebenaran itu akan tegak
berdiri dan kebatilan itu akan roboh lenyap. Allah SWT berfirman:"Dan
katakanlah: Yang benar telah datang dan yang batil telah lenyap.
Sesungguhnya yang batil itu adalah sesuatu yang pasti lenyap." (QS.
Al-Isra' XVII: 81).PERINTAH MENEGAKKAN KEBENARAN DAN MELENYAPKAN
KEBATILAN.Para Nabi telah diutus Allah SWT untuk menyampaikan dan
menegakkan kebenaran itu kepada umat manusia dari zaman ke zaman, dan
juga untuk melenyapkan kebatilan. Nabi Muhammad sebagai Nabi terakhir
menerima tugas tersebut, mewariskan tugas itu pula kepada
ummatnya.Banyak ayat-ayat dan Hadist yang memerintahkan yang
demikian.Dalam pada itu, antara kebenaran dan kebatilan itu tidak boleh
disamar-samarkan dan dicampuradukkan, dan dilarang pula untuk
menyembunyikan kebenaran. Dengan tegas Allah SWT menyatakan dalam
Al-Quran:"Dan janganlah kamu campuradukkan yang hak dan yang batil, dan
janganlah kamu sembunyikan yang hak itu, sedang kamu sendiri
mengetahuinya." (QS. Al-Baqarah II: 42).Dalam mengomentari ayat ini,
maka dapatlah ditafsirkan bahwa walaupun perintah ini pada mulanya
ditujukan kepada Bani Israil (orang Israel yang terbukti kafir), namun
isinya dapat diserukan pula kepada kaum Muslimin yang atang dari segala
lapisan, terutama para pemimpin dan orang-orang yang memegang kekuasaan,
sehingga ayat ini seakan-akan mengatakan: Hai orang-orang yang memegang
kekuasaan, janganlah kamu campuradukkan antara keadilan dan kezaliman.
Hai para hakim, janganlah kamu campuradukkan antara hukum dan suap, hai
para pejabat janganlah kamu campuradukkan antara ilmu dan harta, dan
seterusnya. Masing-masing bisa menafsirkan sendiri arti ayat ini bagi
diri masing-masing agar selalu menjadi pedoman tetap lurus di jalan yang
benar yaitu jalan Allah.KEKUATAN MORAL (MORAL FORCE).Batas-batas dan
garis-garis antara al-haq dengan batil itu sebetulnya sudah cukup jelas.
Banyak orang-orang yang melihat di bawah pelupuk matanya sendiri
kebenaran yang diinjak-injak atau diperkosa, kebatilan yang dipupuk dan
dibela. Tetapi ia bisu dalam tujuh macam bahasa, tidak mampu dan tidak
berani menegur atau mengemukakannya (mungkin takut akan dibungkam oleh
kematian seperti yang menimpa aktivis HAK ASASI MANUSIA: MUNIR yang
merupakan korban konspirasi politik keji). Sebab-sebabnya ialah karena
tidak mempunyai kekuatan moral (moral force), takut menghadapi
resiko.Itulah sebabnya, maka Rasulullah menyuruh supaya kita selalu
berdoa seperti disebutkan dalam hadist di atas agar kita bukan saja
diperlihatkan yang hak sebagai satu kebenaran yang nyata, tapi supaya
juga dikaruniakan keberanian dan kemampuan untuk mengikuti dan
menegakkan kebenaran. Begitu juga tidak hanya semata-mata minta
diperlihatkan kebatilan itu sebagai satu kepalsuan dan kesesatan, tapi
supaya digerakkan olehNya agar kita menjauhi kebatilan itu.Selanjutnya
kita dianjurkan berdoa agar jangan ragu-ragu atau pun bimbang dalam
menegakkan yang hak dan melenyapkan yang batil sesuai dengan firman
Allah:"Kebenaran itu dari Tuhanmu. Sebab itu janganlah kamu ragu-ragu."
(QS. Ali Imran III: 60).Mengenai hal ini, A. Yusuf Ali memberikan ulasan
dalam Tafsir "The Holy Quran": "Kebenaran itu bukanlah satu paksaan
yang datang dari pemuka-pemuka agama, bukan pula semacam ketakhayulan
dari rakyat banyak. Ia datang dari Tuhan, dan itu wahyu yang langsung
datang dari Ilahi, maka tidak boleh dihadapi dengan ragu-ragu.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar