Sabtu, 17 Desember 2011

INILAH MUAMALAT, BUKAN YANG LAIN!

EKONOMI VERSUS MUAMALAT
   Amal pokok pada perekonomian Islam (pengertian yang tepat adalah muamalat, dan bukan ’ekonomi Islam’!) adalah pelarangan riba dan pajak. Hal ini secara  fundamental memisahkan Islam dari kapitalisme. Pelarangan riba mengenyahkan kemungkinan terakumulasinya (bertumpuknya) kapital yang bermula dari (penciptaan) kredit oleh bank yang sangat menguntungkan perbankan. Memberikan kredit, bagi perbankan, adalah men-ciptakan uang dari kehampaan. Pelarangan riba juga mencegah terakumulasinya kekuasaan melalui (muslihat) konsep pemilikan mayoritas. Konsep struktur pemilikan kapitalistik (atas dasar mayoritas saham) bukan saja bertentangan dengan hukum kontrak dalam Islam (syirkat) tetapi juga, de facto, merupakan bentuk perampasan atas hak milik pribadi orang lain (pemegang saham minoritas). Dalam muamalat juga tidak dikenal istilah ’investor tidur’. Kemungkinan terbentuknya sebuah kemitraan investasi, dalam Islam, hanyalah melalui qirad (disebut juga sebagai mudharabah), sedangkan syirkat mensyaratkan keterlibatan ke dua belah pihak secara adil.
   Selanjutnya muamalat bila dijalankan dengan benar akan dengan sendirinya menghilangkan apa yang dalam sistem kapitalis dikenal sebagai ’kelas pekerja’ (working class).  Muamalat menghilangkan kemungkinan timbulnya persoalan yang hari ini disebut sebagai ’pengangguran massal’.  Sebab  model hubungan ’buruh-majikan’ dalam pabrik-pabrik yang inheren dalam sistem kapitalis digantikan dengan model hubungan ’master-apprantice’ (mu’allim-mubtadi’) dalam gilda-gilda (sinf). Gilda merupakan satuan usaha yang cocok dengan bentuk kontrak syirkat,  mengikuti kaidah muamalat. Selain itu, para anggota gilda mengembangkan  etika  futuwwa yang memberikan penghargaan kepada mereka yang murah hati, mau berkorban, sabar, disiplin, patuh kepada master gilda dan hidup sederhana.
   Mengembalikan gilda dalam tatanan masyarakat hari ini bukanlah sebuah romantisme pada kejayaan model satuan-satuan usaha otonom pada  abad pertengahan.Sebab, bahkan para kapitalis modern sekarang pun, telah membuktikan bahwa  struktur ’self-managed team’ yang menyerupai gilda-gilda terbukti paling efisien dalam proses produksi.  Dalam konteks Islam, kontrak-kontrak bisnis yang benar (syirkat),  dengan sendirinya akan beroperasi dalam bentuk gilda-gilda atau, bila bentuknya kemitraan investasi, akan beroperasi  sebagai qirad. Yang terakhir ini akan mengembalikan berjalannya   perdagangan yang sebenarnya, melalui kafilah-kafilah pedagang (karavan), dan bukan sekadar ’konvoi distributor’.
   Muamalat merupakan penegasan dan perlindungan pada perdagangan. Allah menegaskan dalam al-Quran, Surat Al Baqarah ayat  275, bahwa ’perdagangan dihalalkan dan riba diharamkan’. Muamalat memastikan persamaan hak bagi semua pedagang di pasar, bukan saja terhadap akses, melainkan juga atas prasarana dasar perdagangan. Konsep dasar muamalat dalam menjamin berjalannya perdagangan Islami adalah pendirian pasar-pasar terbuka. Ini berarti bahwa model perdagangan Islam, sekali lagi untuk memperlihatkan kontrasnya dengan kapitalisme, sama sekali berbeda dari pasar yang umum kita lihat hari ini.
   Apa yang dalam kapitalisme disebut sebagai perdagangan, dalam bentuk mal-mal dan pasar-pasar swalayan (mini, super, sampai hyper-market),  sama sekali bukan perdagangan dalam pengertian muamalat.  Dalam perspektif muamalat kita dapat menyebut sistem ini sebagai distribusi monopolistik.  Perhatikan saja sekeliling kita. Warung-warung dan toko-toko kelontong setiap hari semakin berkurang,  digantikan hanya oleh dua jaringan mini-market, Alfamart dan Indomart, yang semakin hari semakin merajalela sampai ke kampung-kampung penduduk.  Sementara pasar-pasar swalayan lain, yang berskala menengah, juga semakin berkurang digantikan oleh sejumlah kecil hyper-market berskala besar.
   Perbedaan mendasar antara ’distribusi’ dan perdagangan adalah ada atau tidaknya prasarana perdagangan umum dan terbuka yang dapat diakses kapan pun oleh siapa pun yang hendak berdagang dengan posisi setara. Pasar, dalam ajaran Islam, selain  terbuka bagi setiap orang, tidak boleh dimiliki dan dikuasai oleh orang-orang tertentu saja. Rasulullah sallallahu ‘alayhi wasallam menyatakan bahwa ’Sunnah-ku di pasar sama dengan Sunnah-ku di masjid’. Maka, bahkan mendirikan bangunan permanen di pasar, yang mengakibatkan tertutupnya akses bagi umum, juga  tidak dibenarkan apalagi menguasainya. Para pedagang Muslim sejati, sepanjang sejarah Islam, selalu bergerak bebas, sendiri-sendiri maupun dalam kafilah-kafilah dagang (Karavan), dari satu pasar terbuka ke pasar terbuka  lainnya.
   Pasar-pasar ini tidak ada yang permanen. Hanya untuk keperluan pengamanan barang-barang berharga bangunan permanen di bangun sebatas sebagai gudang-gudang penyimpanan, sebagai fasilitas umum. Pasar pertama di Madinah yang dibangun oleh Rasulullah sallallahu ‘alayhi wasallam, baqi’ al-Zubayr, pun sepenuhnya merupakan lapangan terbuka. Terkait dengan keberadaan pasar-pasar terbuka ini adalah institusi wakaf, yang kemungkinan bentuknya tentu saja jauh lebih luas dari sekadar pasar, yang juga menjadi elemen penting kehidupan gilda-gilda.
   Di Indonesia kita tinggal merasakan sisa-sisa beroperasinya pasar-pasar Islami tersebut. Di Jawa Tengah masih dikenal nama-nama lima hari pasaran:  Legi, Pahing, Pon, Wage, Kliwon,  yang dulunya menandakan dibukanya pasar-pasar yang ’bergerak’ dari satu kota ke kota lain, secara bergiliran menurut hari-hari pasaran yang ditentukan. Di wilayah DKI Jakarta dahulu beroperasi sejumlah pasar yang dinamai berdasarkan hari-hari dalam sepekan: Pasar Senin, Pasar Rebo (Rabu), Pasar Jum’at, dan Pasar Minggu,  yang kini tinggal nama belaka. Kalau pun masih ada yang berfungsi  sebagai pasar, seperti Pasar Senen, ia  telah berubah menjadi kumpulan mal dan pasar swalayan.
Pengenaan segala bentuk retribusi dan pajak di pasar  juga haram hukumnya, dengan jaminan oleh pemerintah (bukan justru  memajaki para pedagang, sebagaimana dilakukan oleh negara fiskal).  Di sini, sekali lagi, kita melihat bahwa pemerintahan negara kapitalis yang memajaki rakyatnya sendiri adalah sebuah otoritas yang mengingkari  fungsinya sebagai pelindung masyarakat.  Apalagi,  akhirnya hanya  sedikit saja  pajak itu yang dikembalikan kepada rakyat, karena sebagian besar diserahkan sepenuhnya kepada rentenir sebagai cicilan utang.
  Dalam konteks Indonesia sebagaimana akan dibuktikan di belakang nanti, uang tersebut diserahkan  kepada Bank Dunia, ADB (Asian Development Bank)  dan IMF (International Monetary Fund); selain kepada bank-bank komersial lainnya. Itu pun hanya sanggup untuk mencicil bunganya, dan tidak pernah mampu mengurangi utang pokoknya. Nilai cicilan utang tiap tahunnya telah mencapai 45% dari nilai Produk Domestik Bruto (PDB).  Total utang Indonesia sendiri, pada 2006, telah mencapai 134,74 miliar dolar AS (sekitar Rp 1.280 triliun).
Muamalat, dengan gilda-gilda dan karavan, melalui kontrak-kontrak syirkat dan qirad, serta penyediaan pasar-pasar terbuka dan wakaf,  menempatkan kembali pribadi-pribadi sebagai manusia bermartabat.  Manusia tidak lagi diposisikan sekadar sebagai konsumen yang terus-menerus dieksploitasi untuk menyerap semua produk yang dihasilkan oleh industri.  Pada saat yang sama, dalam posisi berbeda secara diametral dengan kapitalisme, muamalat membuktikan bahwa kapitalisme telah menempatkan manusia ke dalam posisi terendah dalam kehidupan ekonomi: sebagai buruh. Dan, posisi terendah ini, dalam pengertian ia juga merupakan bentuk kehidupan ekonomi yang paling tidak efisien. Kapitalisme, dalam prakteknya, telah menciptakan dan melestarikan suatu sistem yang  tidak berbeda halnya dengan sistem perbudakan, entah disebut konsumen, buruh, atau pembayar pajak, atau debitur.  Islam, dalam koridor syariah, membuka pintu kepada kebebasan individu yang sejatinya.

Membedah Kafalah lebih Dalam

Pembahasan Kafalah

Kafalah secara bahasa memiliki arti al dhaman , hamalah, , dan za’amah yang ketiganya berarti jaminan beban , dan tanggungan .Sayyid Sabiq seorang ulama Mesir dalam kitabnya Fiqh Sunnah memaknai kafalah sebagai menggabungkan . Dan Syaikh Wahbah Zuhailiy dalam kitabnya Fiqh Islam Wa Adilatuhu memaparkan berdasarkan pandanga-pandangan imam madzhab seperti Imam Syafii , Maliki , Hanafi , dan Hambali . Juga beliau memberikan landasan kuat tentang dari mana dalil disyariatkan kafalah itu sendiri
Syaikh Wahbah Zuhaili membagi landasan kafalah menjadi tiga  . berdasarkan Al Qur’an , Sunnah, dan Ijma para ulama . berdasarkan Al Qura’an Allah Ta’ala berfirman
Penyeru-penyeru itu berkata: "Kami kehilangan piala raja, dan siapa yang dapat mengembalikannya akan memperoleh bahan makanan (seberat) beban unta, dan aku menjamin terhadapnya." (Surah Yusuf : 72 )
Ibnu Abbas berkata bahwa yang dimaksud dengan za’im dalam ayat ini adalah kafiil penjamin . Sedangkan landasan dari Sunnah adalah Rasulullah ShalallahuAlaihi Wassalam pernah bersabda
“Pinjaman hendaklah dikembalikan dan yang menjamin hendaklah membayar “(Riwayat Abu Daud )
Dalam riwayat lain cdiceritakan bahwasanya Nabi Shalallahu alaihi Wassalam pernah menjamin sepuluh dinar dari seorang laki-laki yang oleh penagih ditetapkan untuk menagih sampai sebulan , maka hutang sejumlah itu dibayarkan kepada penagih .dan juga dalam riwayat lain bahwasanya Nabi Shalallahu alaihi wassalam menolak mensholati mayat yang mayatnya itu masih mempunyai hutang , kemudian salah seorang sahabat meminta Nabi SAW mensholati mayat tersebut dengan hutang mayat tadi menjadi tanggungannnya maka kemudian Nabi SAW pun menyolatinya
Kafalah juga dilandaskan pada kesepakatan para ulama untuk membolehkannya sebagai Al Dhoman atau tanggungan dalam sebuah jumlah untuk suatu keinginan manusia padanya dan untuk mencegah bahaya yang lebih besar bagi pihak yang berhutang .Dan apabila kafalah ini diberikan untuk menanggung seseorang yang mempunyai hajat yang penting maka ia akan jadi sebuah ketaatan dan baginya disediakn pahala yang besar (Zuhaili : 1989 )

Definisi kafalah
Dalam buku “Ekonomi Syariah Versi Salaf “ Kafalah memilki definisi secara lebih terssusun dan jelas sebagai kesanggupan untuk memenuhi hak yang telah menjadi kewajiban orang lain , kesanggupan untuk mendatangkan barang yang ditanggung atau untuk menghadirkan orang yang mempunyai kewajiban terhadap orang lain . dalam dalam buku Ekonomi Syariah Versi Salaf  itu juga kembali disimpulkan menjadi tiga bagian .
Kafalah adalah akad yang mengandung kesanggupan seseorang untuk menngganti atau menanggung kewajiban hutang orang lain apabila orang tersebut tidak dapat memenuhi kewajibannnya . sedangkan yang lain ada juga kafalah sebagai akad yang tertuang di dalamnya tentang kesanggupan seseorang untuk menanggung hukuman yang seharuasnya diberikan kepada sang terhukum dengan menghadirkan dirinya atau disebut juga sebagai kafalah An Nafs
Dan yang terakhir kafala yang tertuang di dalamnya tentang kesanggupan seseorang dalam mengembalikan ‘ain madhmunah  peda orang yang brhak mengembalikan . ( Dumairi :2007)
Sedangkan itu menurut Syafi’i Antonio dalam buku lawasnya Bank Syariah bagi Bankir dan Praktisi Keuangan , Kafalah bermakna jaminan yang diberikan oleh penanggung (kafiil ) kepada pihak ketiga untuk memenuhi kewajiban pihak kedua atau yang ditanggung . (Antonio : 1999) Hanya  saja dalam buku beliau tersebut kafalah terbagi kembali tidak saja menjadi tiga seperti yang diuraikan dalam buku Ekonomi Syariah Versi Salaf  tadi menjadi dua yaitu kafalah Munjazah dan kafalah Al Mualaqqah .
Kafalah Al mUnjazah adalah jaminan yang diberikan secara mutlak tanpa dibatasi waktu tertentu dan digunakan untuk menjamin pihak ketiga agar pihak ke dua dapat menjalankan keajiban sesuai dengan kesepakatan yang telah disepakati . Dan kafalah Al Muallaqah hanya sebuah penyerderhanaan dari kafalah al munjazah untuk digunakan secara lebih simple dan easy bagi industry perbankan maupun asuransi

Rukun Kafalah
Dalam kitab Fiqh Sunnah  Sayyid Sabiq menjabarkan bahawasanya rukun-rukun kafalah terbagi menjadi adanya kafiil , ashil, makful lahu , dan makful bihi . Kafiil memiliki arti orang yang meberikan tanggungan , Makful lahu orang yang mempunyai hak atau piutang .Makful Anhu adalah pihak atau orang yang mempunyai kewajiban atau hutang dan makful bih memiliki arti hak tau keaajiban yang seharusnya ditunaikan oleh makful anhu kedapa makful lahu namun disebabkan adanya shigat yang memindahkan beban /hutang kerana kerelaan kafiil untuk menjain bahwa bhak sang makful lahu akan segera ditunaikan .
Syarat Kafalah
Dhamin , kafiil , atau zaim tyaitu orang yang menjamin di mana ia disyaratkan sudah baligh , berakal, tidak dicegah auntuk membelanjakan  hartanya (Suhendi : 1997 ) dengan kata lain ia merdeka untuk digunakan kepentingan apapun tanpa ada pihak yang membatasi kepentingan atau keleluasaan menggunakan harta tadi .
Madhmun Lahu adalah orang yang memberikan utang pada pihak madhmun anhu , madhmun lahu memiliki syarat bahwa piutangnya diketahui oleh orang yang menjamin .Sedangkan madhmun bih adalah hak ,barang, atau utang itu sendiri yang dijadikan objek dan terutama pihak yang memberikan jaminan atau disebut juga dengan makful lahu harus mengetahui bahwa madhmun anhu memiliki hak yang belum ditunaikan kepada madhmun lahu .Dan Shigat atau lafazh yang diucapkan pada saat ijab Kabul terjadinya proses penjaminan adalah berupa ucapan yang diucapkan dengan jelas dan menyiratkan akan kesanggupannya dan tak dikaitkan dengan apapun serta tak dibatasi oleh waktu (Dumairi :2007 )

Hikmah dan Manfaat Kafalah
Of Coursenya sebagai salah satu akad yang terdapat dalam Fiqh Muamalah yang mengatur secara dil dan memilki maqashid menuju terciptanya kesejahteraan dan kenyamanan sesama manusia tatkala melakukan transaksi perdagangan maupun dalam perbankan .Tidak lain tatkala Allah mensyariatkan hambaNya yang terjadi adalah keberkahan dan kenyamanan dalam diri manusia dan tak lahir dari dalam jiwa manusia itu sendiri kegelisahan dan kehawatiran yang mengahantui manusia . Diharamkannya riba , gharar, dan maysir dalam praktik muamalah yang kerap dinyatakan dalam pelbagai transaksi bisnis dan usaha perdagangan walaupun Fiqh Muamalah tak melulu identik dengan bisnis dan usaha dalam pandangan islam akan tetapi dalam Al Qura’an saja ketika telah menyangkut hubungan muamalahayat-ayuat Qura’an yang diturunkan sangat mendetail dan cukup panjang serti halnya yang mengatur utang-piutang
Allah berfirman
Hai orang-orang yang beriman, apabila kamu bermu'amalah[179] tidak secara tunai untuk waktu yang ditentukan, hendaklah kamu menuliskannya. Dan hendaklah seorang penulis di antara kamu menuliskannya dengan benar. Dan janganlah penulis enggan menuliskannya sebagaimana Allah mengajarkannya, meka hendaklah ia menulis, dan hendaklah orang yang berhutang itu mengimlakkan (apa yang akan ditulis itu), dan hendaklah ia bertakwa kepada Allah Tuhannya, dan janganlah ia mengurangi sedikitpun daripada hutangnya. Jika yang berhutang itu orang yang lemah akalnya atau lemah (keadaannya) atau dia sendiri tidak mampu mengimlakkan, maka hendaklah walinya mengimlakkan dengan jujur. Dan persaksikanlah dengan dua orang saksi dari orang-orang lelaki (di antaramu). Jika tak ada dua oang lelaki, maka (boleh) seorang lelaki dan dua orang perempuan dari saksi-saksi yang kamu ridhai, supaya jika seorang lupa maka yang seorang mengingatkannya. Janganlah saksi-saksi itu enggan (memberi keterangan) apabila mereka dipanggil; dan janganlah kamu jemu menulis hutang itu, baik kecil maupun besar sampai batas waktu membayarnya. Yang demikian itu, lebih adil di sisi Allah dan lebih menguatkan persaksian dan lebih dekat kepada tidak (menimbulkan) keraguanmu. (Tulislah mu'amalahmu itu), kecuali jika mu'amalah itu perdagangan tunai yang kamu jalankan di antara kamu, maka tidak ada dosa bagi kamu, (jika) kamu tidak menulisnya. Dan persaksikanlah apabila kamu berjual beli; dan janganlah penulis dan saksi saling sulit menyulitkan. Jika kamu lakukan (yang demikian), maka sesungguhnya hal itu adalah suatu kefasikan pada dirimu. Dan bertakwalah kepada Allah; Allah mengajarmu; dan Allah Maha Mengetahui segala sesuatu. (Surah Al Baqarah : 282 )
Dan yang lain lagi tentang warisan Allah Ta’ala berfirman
Dan bagimu (suami-suami) seperdua dari harta yang ditinggalkan oleh isteri-isterimu, jika mereka tidak mempunyai anak. Jika isteri-isterimu itu mempunyai anak, maka kamu mendapat seperempat dari harta yang ditinggalkannya sesudah dipenuhi wasiat yang mereka buat atau (dan) seduah dibayar hutangnya. Para isteri memperoleh seperempat harta yang kamu tinggalkan jika kamu tidak mempunyai anak. Jika kamu mempunyai anak, maka para isteri memperoleh seperdelapan dari harta yang kamu tinggalkan sesudah dipenuhi wasiat yang kamu buat atau (dan) sesudah dibayar hutang-hutangmu. Jika seseorang mati, baik laki-laki maupun perempuan yang tidak meninggalkan ayah dan tidak meninggalkan anak, tetapi mempunyai seorang saudara laki-laki (seibu saja) atau seorang saudara perempuan (seibu saja), maka bagi masing-masing dari kedua jenis saudara itu seperenam harta. Tetapi jika saudara-saudara seibu itu lebih dari seorang, maka mereka bersekutu dalam yang sepertiga itu, sesudah dipenuhi wasiat yang dibuat olehnya atau sesudah dibayar hutangnya dengan tidak memberi mudharat (kepada ahli waris)[274]. (Allah menetapkan yang demikian itu sebagai) syari'at yang benar-benar dari Allah, dan Allah Maha Mengetahui lagi Maha Penyantun.( Surah An Nissa :12)
Ketika akad kafalah dipraktikan oleh bank syariah maka dengan memberikan tanggungan kepadfa pihak yang sangat memerlukannya dalam urusan bisnis dan usaha agar bisnis dan usaha yang ditargetkan selesai dalam jangka wajktu tertentu bisa selesai tepat waktu dan efisien . Dalam buku Konsep,Produk, Dan Implementasi Operasional Bank Syariah  yang disusun oleh Tim Pengembangan Perbankan Syariah Institut Bankir Indonesia menyimpulakn beebrapa manfaat ketika kafalah dipraktikan dalam bank syariah yang menjamin usaha bisnis atrau proyek yang tengah berlangsung dikerjakan oleh nasabah bisa lancar dans selesdai tepat waktu .
Dengan adanya kafalah pihak yang dijamin atau disebut juga dengan madhmun anhu dapat menyelesaikan proyek atau usaha bisnisnya dengan ditanggung pengerjaanya dan bisa selesai dengan tepat waktu atau efisien dengan jaminan pihak ketiga yang menjamin pengerjaannya . Sedangkan dengan adanya kafalah pihak yang terjamin atau dalam istilah fiqh mua’amalah disevbut sebagai Madhmun lahu menerima jaminan oleh penjamin (dalam hal ini bank ) bahwa proyek yang diselesaikan oleh nasabah tadi dapat selesai dengan tepat waktunya dan sesuai dengan jadwal yang telah ditentukan sebelumnya . Karena kafalah merupakan pengambil alihan resiko oleh bank apabila nasabah tadi di luar kesengajaan dan kelalaian . dan keuntungan pun akan diterima oleh pihak bank sebagai pemberi jaminan dengan bentuk fee
Adapun praktik bank dalam membumikan prinsip kafalah yang sesuai dengan syariah islam bisa dilangsungkan dalam praktik bank garansi dan Letter Of Credit . Praktik bank garansi bisa diberlangsungkan dengan cara bank sebagai kafiil menerbitkan surat tanggungan kepada pemilik proyek atau usaha dengan permintaan dari nasabah . sehubungan dengan kontrak atau transaksi yang telah disepakati sebelumnya antara bank , nasabah dan pemilik proyek .Namun apabila terjadi hal-hal yang tak diinginkan seperti resiko di luar kesengajaan ataupun kelalaian berdasarakan surat jaminan yang dikeluarkan oleh bank penjamin proyek maka pihak ketiga / pemilik proyek dapat mengajukan klaim kepada penerbit bank garansi tadi .
Dalam buku Konsep, Produkk, Dan Implementasi Operasional  Bank Syariah surat garansi yang dikeluarkan oleh bank garansi dapat di bagi menjadi enam bentuk surat penjaminan garansi yang dikeluarkan oleh bank penjamin kepada yang dijamin agar proyek usaha atau bisnisnya bisa selesai berdasarkan jangka waktu yang telah disepakati dengan pemilik proyek .
·         Bid Bond
Secara umum bid bond penngertiannya sama dengan penjabaran arti dsan makna dari bank garansi di atas . yakin bank sebagai pihak penjamin mengeluarkan jaminan atas permintaan nasabah untuk kepentingan pemilik proyek agar pengerjaan proyek tadi dapat selesai dengan seksama dan sesuai dengan kesepakatan yang telah ditentukan di awal
·         Performance Bond
Hampir sama dengan bid bond Jaminan yang diberikan oleh bank penjamin atas permintaan nasabah untuk kepentingan pihak pemilik proyek . hanya saja dalam Permormance Bond justru dsengaja ditekankan kepada pihak yang mengelola proyek terikat dengan kontrak dan hal ini juga menyebabkan pihak yang mengelola proyek tyadi bisa dengan aman dan nyaman serta sungguh-sungguh dalam pengerjaan proyek yang tentunya pihak pengelola sangat ditekankan tanggung jawabnya kepada kepada pemilik proyek
·         Advance Payment Bond
Hampir sama dengan dua penjelasan di atas hanya saja yang menjadi perbedaannya antara bank penjamin , pihak yang dijamin , dan pihak yang terjmain adalah pembayaran di awal muka atau pembayaran termin oleh pemilik  proyek kepada kontraktor
·         Rentention Bond
Jaminan yang diterbitkan oleh bank atas permintaan nasabah sebagai madhmun lahu untuk kepentingan pemilik proyek yang menjadi mitra kerja nasabah . Ia berkaitan dengan pemeliharaan hasil pekerjaan /proyek sampai batas waktu yang telah diperjanjikan kontark kerja
·         Custom Bond
Berkaitan erat dengan penangguhan bea masuk atas barang=-barang impor yang dimintakan penangguhan pembayarannya apanila memnuhi syarat-syarat yang ditetapkan penangguhan pembayarannnya

Akhir berlakunya Bank Garansi
Garansi yang berupa surat penjaminan oleh bank atas permiantaan nasabah bank sebagai yang dijamin atas persetujuan pihak ketiga ( dalam hal ini adalah pemilik proyek ) akan berkahir bila masa berlaku yang telah disepakati sebelumnya oleh tiga pihak tersebut telah berakhir atawa expired  jika tidak masa berlaku garansi jaminan yang diberikan bank akan berkahir ketika masa pengerjaan atau pengelolaan proyek yang telah dirtencanakan antara pengelola proyek dengan pemilik proyek atelah selesai dalam waktunya atau finished dan menurut buku Konsep ,Produk dan Implementasi Operasional bank Syariah ada dua hal lagi selain dua tadi yang menjadi alasan telah habisnya masa berlaku garansi yang ditebritkan oleh bank .yaitu Pihak ketiga telah mengembalikan bank garansi ,dan pihak ketiga melepaskan bank garansi .
Bank Garansi dapat diperpanjang jika menurut pertimbangan pemilik proyek untuk menjamin keselamatan dan terpeliharanya keberlangsungan pengerjaan proyek . Atau Nasabah pun dapat memperpanjang bank garansi kjika merasa perlu untuk memastikan bahwa pengerjaan proyek tersebut dapat mencapai kesepakatan yang telah dicanangkan sebelumnya .

Seputar Kafalah Bil Ujrah
Lebih mudahnya memahami ilustrasi yang diberikan tentang kafalah bil ujrah adalah begini : Terkadang dalam hubungan Internasional yang tajk akan mungkin dihindari  adalah hubungan bilateral ataupun multibilateral dalam hal perniagaan dan transaksi perdagangan internasional yang antara kedua negara atau lebih sama-sama memiliki kompetensi dalam hal memproduksi barang tertentu dan sama-sama saling membuthkan barang yang diperlukan untuk kepentingan dalam negeri anatar kedua negara atau lebih .Oleh kerana itu kita mengenal istilah ekspor –impor dalam hal hubungan internasional bilateral ataupun multibilateral . Secara umum selalau ada kekhawatiran dari pihak importir ketika melakukan transaksi pemasokan barang dari luar negeri dengan mengirimkan uangnya terlebih dahulu sebelum negara pengekspor mengirimkan barangnya ke negara yang memasok barang atau importir demikian pula negara pengekspor tatkala melakukan pengiriman barang ke negara pemasok barang juga mengalami kekhawatiran ketika barang yang dikirim bahwa importir tidak akan membayar barang-barang telah dikirim kepada mereka oleh eksportir
Untuk itulah adanya Kafalah Bil Ujrah atauawa yang juga dikenal dengan nama The Letter Of Credit ada untuk menjamin keberlangsungan dan kenyamanan berniaga atau transaksi antara kedua pihak baik itu eksportir maupun importir . Kafalah Bil Ujrah ataupun Letter of Credit merupakan dokumen bank yang pada dasarbnya merupakan bentuk dari janji atau komitmen bank kepada pihak ekportir melalui bank melalui pembayaran .,pembelian atau akseptasi dokumen-dokumen yang mereka kirim dengan sayarat seluruh kalusul yang telah disyaratakan di awal telah disepakati dan dilaksanakan .
Walaupun umumnya Letter Of Credit dilaksanakan dengan menggunakan akad hawalah (pengalihan hutang ) dan akad wakalah ( mewakilkan ) akan tetapi Dewan Syariah Nasional  dalam salah satu fatwanya yang dikeluarkan pada tahun 2007 tentang kafalah bil ujrah di Jakarta menetapkan bahwa Letter of credit boleh hukumnya menggunakan akad kafalah (penjaminan ) dengan memberikan ujrah ( fee ) kepada lembaga keuangan syariah yang melaksanakan akada kafalah bil ujrah tersebut . Dan apabila terjadi hal-hal yang diperselisihkan di antara pihak ekportir dan importir maka dapat diselesaikan di badan arbitrase departemen agama .
Manfaat Letter Of Credit menggunakan akad kafalah bil ujrah
Dengan adanya letter of credit menggunakan akad kafalah bil ujrah , ada rasa aman bagi pihak-pihak yang melakukan transkasti ekspor impor dalam hubungan internasional .ia juga dapat memperlancar dan mempermudah transaksi penagihan dokumen maupun pembayaran kerana semua transaksi pembayaran ,pembelian, atau akseptasi dokumen dapat melalui bank . Selain itu baik antara ekportir maupun importer dapat focus pada bisnis mereka dan proses pengadaan barang –barang impor mereka
Memulai Akad Kafalah Bil Ujrah dalam Letter of Credit
Ketika importer hendak emamastikan bahwa ia dapat menggunakan akad kafalah bil ujrah tentunya ia harus memuali menanadatangi suatu perjanjian yang berisis hak –hak dan kewajiban importer dalam keterkaitannya dengan fasilitas pembukaan jaminan letter of credit oleh bank yang menjamin terlaksananya pembelian , pembayaran tagihan , akseptasi dokumen-dokumen transaksi mereka lewat komitmen yang diberikan oleh bank .Apabila dokumen yang disayaratkan telah diterima dan dilengkapi dengan selamabat-lambatnya tujuh hari setelah 7 hari kerja maka Bank ya ng tadinya telah berkomitmen dengan pembayaran atas tagihan importer harus melakukan pembayaran . Selain bisa di mulai akad letter of credit dengan kafalah , ia juga bisa dimulai denghan akad hawalah (pengalihan pembayaran /penagihan ) dan juga akad wakalah ( mewakilkan bank membayar tagihan importir ) namun yang ingin ditekankan dengan adanya kafalah bil ujrah ini bukan pihak bank sebagai wakil atau representasi importik melainkan gambaran akan komitmen bank syariah dalam menjamin kenyamanan dan keamanan transaksi baik itu pihak importir maupun eksportir .

Muamalat Jual Beli Dalam Islam (Pengertian, Rukun, Hukum, Larangan, Dll)

A. Arti Definisi / Pengertian Muamalat :
Muamalat adalah tukar menukar barang, jasa atau sesuatu yang memberi manfaat dengan tata cara yang ditentukan. Termasuk dalam muammalat yakni jual beli, hutang piutang, pemberian upah, serikat usaha, urunan atau patungan, dan lain-lain. Dalam bahasan ini akan menjelaskan sedikit tentang muamalat jual beli.
B. Arti Definisi / Pengertian Jual Beli :
Jual beli adalah suatu kegiatan tukar menukar barang dengan barang lain dengan tata cara tertentu. Termasuk dalam hal ini adalah jasa dan juga penggunaan alat tukar seperti uang.
C. Rukun Jual Beli
1. Ada penjual dan pembeli yang keduanya harus berakal sehat, atas kemauan sendiri, dewasa/baligh dan tidak mubadzir alias tidak sedang boros.
2. Ada barang atau jasa yang diperjualbelikan dan barang penukar seperti uang, dinar emas, dirham perak, barang atau jasa. Untuk barang yang tidak terlihat karena mungkin di tempat lain namanya salam.
3. Ada ijab qabul yaitu adalah ucapan transaksi antara yang menjual dan yang membeli (penjual dan pembeli).
D. Hal-Hal Terlarang / Larangan Dalam Jual Beli
1. Membeli barang di atas harga pasaran
2. Membeli barang yang sudah dibeli atau dipesan orang lain.
3. Memjual atau membeli barang dengan cara mengecoh/menipu (bohong).
4. Menimbun barang yang dijual agar harga naik karena dibutuhkan masyarakat.
5. Menghambat orang lain mengetahui harga pasar agar membeli barangnya.
6. Menyakiti penjual atau pembeli untuk melakukan transaksi.
7. Menyembunyikan cacat barang kepada pembeli.
8. Menjual barang dengan cara kredit dengan imbalan bunga yang ditetapkan.
9. Menjual atau membeli barang haram.
10. Jual beli tujuan buruk seperti untuk merusak ketentraman umum, menyempitkan gerakan pasar, mencelakai para pesaing, dan lain-lain.
E. Hukum-Hukum Jual Beli
1. Haram
Jual beli haram hukumnya jika tidak memenuhi syarat/rukun jual beli atau melakukan larangan jual beli.
2. Mubah
Jual beli secara umum hukumnya adalah mubah.
3. Wajib
Jual beli menjadi wajib hukumnya tergantung situasi dan kondisi, yaitu seperti menjual harta anak yatim dalam keadaaan terpaksa.
F. Kesempatan Meneruskan/Membatalkan Jual Beli (Khiyar)
Arti definisi/pengertian Khiyar adalah kesempatan baik penjual maupun pembeli untuk memilih melanjutkan atau menghentikan jual beli. Jenis atau macam-macam khiyar yaitu :
1. Khiyar majlis adalah pilihan menghantikan atau melanjutkan jual beli ketika penjual maupun pembeli masih di tempat yang sama.
2. Khiyar syarat adalah syarat tertentu untuk melanjutkan jual beli seperti pembeli mensyaratkan garansi.
3. Khiyar aibi adalah pembeli boleh membatalkan transaksi yang telah disepakati jika terdapat cacat pada barang yang dibeli.
G. Jual Beli Barang Tidak Terlihat (Salam)
Arti definisi/pengertian Salam adalah penjual menjual sesuatu yang tidal terlihat / tidak di tempat, hanya ditentukan dengan sifat danbarang dalam tanggungan penjual.
Rukun Salam sama seperti jual beli pada umumnya.
Syarat Salam :
1. Pembayaran dilakukan di muka pada majelis akad.
2. Penjual hutang barang pada si pembeli sesuai dengan kesepakatan.
3. Brang yang disalam jelas spesifikasinya baik bentuk, takaran, jumlah, dan sebagainya.
Keterangan :
Untuk muamalat jenis lainnya akan dijelaskan pada artikel lain. Semoga berguna bagi kita semua amin.

MENEGAKKAN YANG HAQ DAN MELENYAPKAN YANG BATIL

"Ya Allah! Tunjukkanlah kepada Kami Al-Haq (kebenaran) itu jelas nampak sebagai Kebenaran, dan karuniakanlah kepada Kami (kemampuan) mengikutinya. Dan tunjukkanlah kepada Kami yang batil itu jelas kelihatan sebagai satu kebatilan, dan karuniakanlah pula kepada kami (kekuatan moral) menjauhinya. Janganlah jadikan hati kami bimbang-bimbang dikuasainya, supaya kami jangan tersesat. Jadikanlah Kami menjadi Pemimpin orang-orang yang taqwa." (Al-Hadist).
Pengertian Al-haq dan batil.Menurut ilmu bahasa, perkataan al-haq itu mempunyai bermacam-macam arti. Diantaranya berarti: kebenaran, kewajiban, kebaikan, kepastian, kepunyaan, kewenangan, penyelidikan, dsb.Adapun pengertiannya menurut istilah tergantung dari sudut dan ilmu apa perkataan itu dilihat. Umpamanya jika dilihat dari sudut ilmu Tauhid, maka yang dimaksudkan dengan Al-haq itu ialah Allah sebagai pemilik Kebenaran, yang menghidupkan dan mematikan, yang menguasai segala sesuatu.Dalam Al-Quran disebutkan:"(Kuasa Allah) yang demikian itu, adalah karena sesungguhnya Allah, Dialah (Tuhan) Yang Hak dan sesungguhnya apa saja yang mereka seru selain dari Allah, itulah yang batil, dan sesungguhnya Allah, Dialah Yang Maha Tinggi lagi Maha Besar." (QS. Al-Hajj XXII: 62).Jika dipandang dari sudut ilmu lainnya, maka pengertiannya lain pula, meskipun pada pokoknya tidak banyak perbedaannya.Dilihat dari sudut ilmu filsafat, yang dimaksud dengan Al-Haq itu ialah kebenaran yang hakiki, kebaikan dan keindahan. Ahli-ahli ilmu akhlak mengartikan Al-Haq itu dengan dharma, kewajiban. Adapun ahli-ahli hukum mengartikan Haq itu dengan makna milik, kepunyaan.Meskipun bermacam-macam pengertian Al-Haq itu, tapi apabila disimpulkan secara menyeluruh, maka pengertian yang umum tentang Al-Haq itu ialah kebenaran dan nilai-nilai lainnya yang terpuji dan diridhai pada sisi Ilahi.Abdul Aziz Al Khauli menyimpulkan, bahwa meng-Esakan Tuhan, membaca Al-Quran, beramal, mematuhi Rasul, amar makruf nahi munkar, adil terhadap musuh, jujur dalam pergaulan, amanah (jujur), memelihara rahasia dan nilai-nilai lainnya yang terpuji dalam masyarakat, semuanya itu adalah termasuk dalam ruang lingkup pengertian Al-Haq itu. (Islahul Wa'zud Dini, hal 199).Adapun yang dimaksud dengan batil itu ialah kebalikan (lawan) dari Al-Haq. Setiap perbuatan yang dilarang oleh syariah, seperti riba, zina, minuman keras, judi, marah, mencuri, khianat, sumpah palsu, curang, makan harta orang lain & anak yatim, yang dinilai buruk semuanya itu masuk dalam kategori batil. (Al-Bayanul fasil bainal haqqi wal bathii, oleh Fikri, hal 104).PERUMPAMAAN DALAM AL-QURAN.Dalam Al-Quran dijumpai 255 kali kata-kata yang berasal dari pokok kata Al-haqqa itu, sedang kata-kata batil sebanyak 33 kali tersebut dalam Al-Quran. Banyaknya dipergunakan kata-kata al-haq itu dalam Kitab Suci menunjukkan tentang pentingnya nilai-nilai yang terkandung dalam kata-kata tersebut.Dengan menggunakan kata yang bersifat metaphora, Allah SWT melukiskan tentang soal al-haq dan batil itu, sebagai berikut:"Dia (Allah) yang menurunkan air hujan dari langit (awan), kemudian air itu mengalir ke lembah-lembah menurut kodratnya dan terjadilah banjir yang mengandung buih mengambang. Dan dari (benda) yang dibakar dalam api untuk dijadikan perhiasan dan barang-barang keperluan lainnya terdapat pula buih yang serupa. Demikianlah Tuhan membuat perumpamaan tentang Kebenaran (A-Haq) dan kepalsuan (al-bathil). Adapun buih itu akan hilang lenyap sebagai barang yang tak berharga, dan apa yang bermanfaat untuk umat manusia, tinggal tetap di muka bumi. Demikianlah Allah membuat perumpamaan-perumpamaan." (QS. Ar-Rad XIII: 17).Pada ayat tersebut, sekaligus dicontohkan Tuhan tentang kebenaran dan kebathilan itu.Adapun Kebenaran itu diumpamakan oleh Allah SWT laksana hujan yang turun dari langit kemudian mengalir ke lembah-lembah menjadi sungai-sungai. Setiap sungai mengandung zat air yang memberikan manfaat kepada umat manusia, umpamanya untuk mengairi (irigasi), sawah-sawah, membersihkan kotoran, menjadi air minum, membangkitkan tenaga listrik untuk kepentingan pembangunan, memberikan kehidupan pada ikan dan binatang-binatang air lainnya, dan banyak lagi.Di permukaan air sungai itu terdapat juga buih yang mengambang, yang tidak memberikan manfaat sedikit pun, bahkan akan sirna dan hilang lenyap laksana gelembung-gelembung air sabun. Buih ini diibaratkan laksana kebatilan.Selain dari itu, dilukiskan pula perumpamaan lainnya laksana besi atau bahan logam lainnya yang dibakar dalam api, kemudian dibentuk (diketok) menjadi perhiasan atau alat-alat lainnya (pisau, cangkul, dll) yang bermanfaat. Seperti juga air yang mengandung buih, maka besi atau logam yang dipanaskan itu juga mengandung partikel-partikel gosong hasil percikan yang sama sekali tidak bermanfaat. Jadi, yang benar itu sama dengan air dan logam murni, sementara yang batil itu disamakan (diumpamakan) bagai buih dan partikel gosong (tahi logam).PERTENTANGAN ANTARA AL-HAQ DAN BATIL.Semenjak dunia berkembang, selalu terjadi pertentangan, perjuangan dan konfrontasi antara yang haq dan yang batil. Silih berganti antara keduanya timbul tenggelam, tergantung kepada kondisi, situasi dan kekuatan-kekuatan pada setiap masa. Tetapi sudah menjadi Sunnatullah, bahwa garis akhir (finish) dari perjuangan kedua nilai-nilai itu, kemenangan senantiasa di pihak yang benar (al-haq). Mungkin saja pada suatu ketika atau pada suatu masa (periode) yang tertentu, al-haq itu kalah atau jatuh tersungkur, sedang batil meloncat dan berdiri tegak (seperti pada masa sekarang, dimana negara-negara kafir mendominasi dunia dan menindas kaum muslimin). Tapi biasanya hal itu hanya sementara waktu saja alias temporer.Ada orang yang mengibaratkan kebenaran itu laksana sumbat botol yang dibuat dari kayu gabus. Meskipun kayu gabus itu ditekan dan dibenamkan sekuat-kuatnya ke dalam air, namun sumbat itu hanya akan menghilang sebentar, namun kemudian timbul kembali di permukaan air, sebab secara alamiah, sumbat gabus itu secara kodrati akan selalu mengambang (dan menyebarkan kebenaran). Dalam Al-Quran banyak sekali dijumpai ayat-ayat yang memastikan bahwa kebenaran itu akan tegak berdiri dan kebatilan itu akan roboh lenyap. Allah SWT berfirman:"Dan katakanlah: Yang benar telah datang dan yang batil telah lenyap. Sesungguhnya yang batil itu adalah sesuatu yang pasti lenyap." (QS. Al-Isra' XVII: 81).PERINTAH MENEGAKKAN KEBENARAN DAN MELENYAPKAN KEBATILAN.Para Nabi telah diutus Allah SWT untuk menyampaikan dan menegakkan kebenaran itu kepada umat manusia dari zaman ke zaman, dan juga untuk melenyapkan kebatilan. Nabi Muhammad sebagai Nabi terakhir menerima tugas tersebut, mewariskan tugas itu pula kepada ummatnya.Banyak ayat-ayat dan Hadist yang memerintahkan yang demikian.Dalam pada itu, antara kebenaran dan kebatilan itu tidak boleh disamar-samarkan dan dicampuradukkan, dan dilarang pula untuk menyembunyikan kebenaran. Dengan tegas Allah SWT menyatakan dalam Al-Quran:"Dan janganlah kamu campuradukkan yang hak dan yang batil, dan janganlah kamu sembunyikan yang hak itu, sedang kamu sendiri mengetahuinya." (QS. Al-Baqarah II: 42).Dalam mengomentari ayat ini, maka dapatlah ditafsirkan bahwa walaupun perintah ini pada mulanya ditujukan kepada Bani Israil (orang Israel yang terbukti kafir), namun isinya dapat diserukan pula kepada kaum Muslimin yang atang dari segala lapisan, terutama para pemimpin dan orang-orang yang memegang kekuasaan, sehingga ayat ini seakan-akan mengatakan: Hai orang-orang yang memegang kekuasaan, janganlah kamu campuradukkan antara keadilan dan kezaliman. Hai para hakim, janganlah kamu campuradukkan antara hukum dan suap, hai para pejabat janganlah kamu campuradukkan antara ilmu dan harta, dan seterusnya. Masing-masing bisa menafsirkan sendiri arti ayat ini bagi diri masing-masing agar selalu menjadi pedoman tetap lurus di jalan yang benar yaitu jalan Allah.KEKUATAN MORAL (MORAL FORCE).Batas-batas dan garis-garis antara al-haq dengan batil itu sebetulnya sudah cukup jelas. Banyak orang-orang yang melihat di bawah pelupuk matanya sendiri kebenaran yang diinjak-injak atau diperkosa, kebatilan yang dipupuk dan dibela. Tetapi ia bisu dalam tujuh macam bahasa, tidak mampu dan tidak berani menegur atau mengemukakannya (mungkin takut akan dibungkam oleh kematian seperti yang menimpa aktivis HAK ASASI MANUSIA: MUNIR yang merupakan korban konspirasi politik keji). Sebab-sebabnya ialah karena tidak mempunyai kekuatan moral (moral force), takut menghadapi resiko.Itulah sebabnya, maka Rasulullah menyuruh supaya kita selalu berdoa seperti disebutkan dalam hadist di atas agar kita bukan saja diperlihatkan yang hak sebagai satu kebenaran yang nyata, tapi supaya juga dikaruniakan keberanian dan kemampuan untuk mengikuti dan menegakkan kebenaran. Begitu juga tidak hanya semata-mata minta diperlihatkan kebatilan itu sebagai satu kepalsuan dan kesesatan, tapi supaya digerakkan olehNya agar kita menjauhi kebatilan itu.Selanjutnya kita dianjurkan berdoa agar jangan ragu-ragu atau pun bimbang dalam menegakkan yang hak dan melenyapkan yang batil sesuai dengan firman Allah:"Kebenaran itu dari Tuhanmu. Sebab itu janganlah kamu ragu-ragu." (QS. Ali Imran III: 60).Mengenai hal ini, A. Yusuf Ali memberikan ulasan dalam Tafsir "The Holy Quran": "Kebenaran itu bukanlah satu paksaan yang datang dari pemuka-pemuka agama, bukan pula semacam ketakhayulan dari rakyat banyak. Ia datang dari Tuhan, dan itu wahyu yang langsung datang dari Ilahi, maka tidak boleh dihadapi dengan ragu-ragu.

Selasa, 06 Desember 2011

made in madura

bennyak oreng samangken.,lakonah neng sennengngan.,.,norodin dhek nafsonah.,tak engak ka dusanah